Share

Bab 6. Neraka

last update Last Updated: 2024-04-02 23:48:06

"Kelihatannya ada yang senang dengan keputusan papa? Tanpa perlu susah payah bekerja, sudah bisa menikmati hasilnya! Hebat sekali!" sindir Firheith sewaktu ia mengambil pakaian di wardrobe kamarnya.

Mutia yang mulanya melamun, terduduk membelakangi Firheith di ranjang itu pun segera menoleh dan memasang senyum terbaiknya pada Firheith.

"Oh, terima kasih suamiku ter-brengsek. Tentu aku senang sekali. Memang ini yang aku mau, jadi kita impas, bukan? Setelah kamu membohongiku dengan mengambil keuntungan dari pernikahan ini."

"Dasar munafik! Wanita culas!" Firheith memelototi Mutia, terlihat sangat marah hingga kedua tangan di bawahnya praktis terkepal kuat.

"Culas? Haha!" Bukannya takut, Mutia justru semakin menghampiri Firheith.

"Sialan! Dasar pelacur! Sekarang terbukti kalau kamu itu materialistis!"

"Bukan materialistis, Fir. Tapi realistis!" sambar Mutia dengan mendongakkan dagunya ke atas, mensejajarkan pandangannya dengan Firheith.

"Kurang ajar!!" Firheith yang tak suka dibantah, seketika mencengkeram dagu Mutia dengan kuat—meluapkan emosinya.

"Fir, le-pas-kan! Akh... Sa-sakit!"

Semakin kalap, bahkan tak peduli Mutia terlihat kesakitan. Mutia yang kalah tenaga, karena tak berhasil menyingkirkan tangan Firheith. Kini terlihat mulai kesulitan bernapas.

"Apakah ka-kamu akan membunuhku?" tanya Mutia dengan suara mengecil, wajahnya bahkan telah berubah memucat.

Firheith menatap wanita itu begitu tajam. Melihat sudut mata Mutia yang menggulirkan cairan bening, dengan keringat dingin sebiji jagung di kening. Terpaksa ia melepas cengkeramannya dan mendorong Mutia dengan kasar ke atas ranjang.

"Uhukkk! Uhukkk!" Mutia terbatuk memegangi lehernya, sembari menghirup udara sebanyak mungkin.

"Dengar ini baik-baik! Jangan pernah lagi kamu membantah atau bersikap kurang ajar padaku kalau kamu tak ingin—"

"Kamu ingin menghabisi nyawaku?" tanya Mutia sedih, dengan ekspresi ketakutan melihat Firheith yang menyeringai sadis ke arahnya.

"Aku bahkan tak segan memutilasimu dan memberikan jasadmu pada serigala hutan, jika sampai kamu berani melawanku lagi!" ancam Firheith pelan, tapi membuat semua bulu kuduk Mutia berdiri.

Mutia menggelengkan kepalanya panik, memundurkan duduknya tergesa saat Firheith mendekat.

"Aaaaah! Jangan!" jerit Mutia memejamkan mata dengan tubuh gemetar, mengira Firheith akan mencekiknya.

Ternyata Mutia tak merasakan apapun. Firheith hanya menggertak. Dan demi memastikan itu, perlahan Mutia membuka mata. Tetapi ia terkejut bukan main, karena wajah Firheith berada tepat di depannya. Sangat menyeramkan bagai malaikat pencabut nyawa.

"A-apa yang mau kamu lakukan?" tanya Mutia sangat gugup, "Auw!" pekiknya saat Firheith tiba-tiba menaikkan dagunya ke atas dengan telunjuk.

"Pernikahan kita hanya sebatas kontrak. Jadi, jaga batasanmu Mutia? Kamu tidak boleh ikut campur urusanku dan jangan sampai kamu mengadukan ini semua pada papa! Atau detik itu juga...."

Sepasang netra Mutia terbelalak dengan tubuh membeku, begitu melihat Firheith yang dengan cepat menodongkan pistol di samping kepalanya.

"Doorrr!"

"Aaaaa!!" jerit Mutia histeris, berpikir kepalanya tertembus peluru dari pistol Firheith.

Tetapi Mutia merasakan dirinya masih dapat bernapas, pun ia mendengar jelas Firheith menertawainya begitu puas.

"Begitu saja takut?" remeh Firheith di sela menarik pistolnya lagi dari kepala Mutia yang membuka mata dengan pelupuk memenuh.

Tak sedikitpun iba di hati Firheith pada Mutia yang masih menyimpan ketakutan sampai kedua kakinya lemas seperti jelly.

Seakan tak pernah habis kebencian pria itu pada Mutia. Firheith lalu mengejek Mutia sembari berlalu ke arah pintu keluar.

"Mana kesombonganmu tadi saat melawanku? Kenapa tiba-tiba menghilang?" tanyanya sesaat, sebelum membanting pintu dengan keras.

Brakkk!

Kedua bahu Mutia berjengit, berikut gulungan air matanya yang bersusulan keluar. Menemani kesedihan wanita itu meratapi nasibnya yang malang.

"Bu... Aku ingin pulang...."

***

"Espen!" teriak Glady melengking, memanggil pelayannya itu saat berjalan menuju dapur. "Espen! Kamu tuli ya? Dasar pelayan tidak berguna!!"

"I-iya, Nyonya. Maaf, saya tadi cuci piring, jadi tidak mendengar Anda?" Espen menghampiri Glady dengan tertunduk takut.

Glady menyenggol bahunya dengan keras, lalu melewatinya. "Aku tidak peduli! Pokoknya setiap aku memanggil kamu haru datang secepat mungkin!"

"Baik Nyonya."

Pandangan Glady mengedar ke dapur dan tak sengaja melihat keberadaan Mutia yang sedang mengambil air dari kulkas.

"Hey, letakkan air itu!" larang Glady pada Mutia dengan ketus.

Air yang hampir tertelan pun seketika tersembur dari mulut Mutia karena kaget mendengar bentakan Glady yang maha dahsyat.

"Ma—"

"Jangan panggil aku Mama, karena aku bukan mamamu. Panggil aku, Nyonya!" tolaknya muak dengan mata melotot.

Mutia yang tak ingin mencari ribut, akhirnya ia mengalah. "Iya, Nyonya." Walau hatinya terasa sakit, ia tetap memasang senyum terbaiknya di depan ibu mertuanya itu.

"Ingat, ya! Di rumah ini tak ada yang gratis, jika kamu ingin makan atau minum. Kamu harus membayarnya!" peringat Glady.

Mutia sedih karena ia tak memegang uang sama sekali, karena seluruh uang gajinya mengajar sudah ia berikan pada sang ibu.

"Tapi aku belum punya uang untuk saat ini, Nyonya. Bukankah aku berhak mendapatkan fasilitas di rumah ini sebagai menantu?"

"Sampai mati pun aku tidak sudi menganggapmu sebagai menantu!!" tolak Glady mentah-mentah.

Mutia berjuang keras menahan air matanya agar tak turun mendengar hal itu. Bagaimana ini? Perutnya lapar dan ia haus sekali. Espen merasa iba tapi tak dapat berbuat banyak, karena ia pun tak berdaya.

Glady lalu mendengar bunyi perut Mutia dengan senyum mencemooh. "Kamu lapar?"

Mutia mengangguk, berpikir Glady bermurah hati dan berubah pikiran.

"Kamu boleh makan dan minum di sini setelah kami. Tapi kamu harus membayarnya dengan bekerja di sini sebagai pembantu!"

Madinah Ayyara

Kejamnya Mak lampir? Silakan yang mau nyumpahin Mak Glady, hiks

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Lavender
Gzorilla gila fir juga sekarat
goodnovel comment avatar
Farida Wati
dasar Mak lampir sama anak sama aja jahatnnya mudah2an kemu fir nanti tergila2 sama Mutia....kalau tau ada yang suka sama Mutia
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Dasar kutu kupret emak.gayung semoga kena azab disamber petir kamu mertua durjana , ....... Kasihan mumut dijadikan pembantu ,fir juga jahat dasar mafia pret ... semoga kamu tergila2 sama mumut kena jampe-jampe mumut ga bisa lepas ,kapok loh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Seksi Sang Casanova   Ending

    Berkaca dari masalahnya, dan bagaimana perilaku Firheith sebelumnya. Mutia yang gampang terprovokasi oleh Jerome kini tak menggubris suaminya itu yang terus memanggil. "Lajukan mobilnya, Jer!" suruh Mutia bersikeras. Bukankah ini kemauannya? Lalu kenapa Jerome pura-pura bingung? "Tapi kan, kita akan ke kantor polisi Mutia?" "Lain kali saja, Jer!" jawab Mutia ketus sembari mengalihkan perhatiannya dari Firheith yang mengetuk kaca mobil sebelahnya duduk. Jerome menarik sudut bibirnya, merasa senang melihat Firheith mengemis-ngemis seperti itu dendamnya sedikit terbalaskan. ‘Kau pikir merebut kepunyaan orang lain akan membuatmu aman, Fir? Tidak! Sudah waktunya aku mengambil Mutia dan anak kalian di rahim Mutia? Sungguh, aku tak sudi! Aku akan mencari cara untuk melenyapkannya!’ batin Jerome berniat buruk. Sementara itu, Firheith tak pantang menyerah. Dia ingat tujuannya dan setelah tahu Gabriel tak bersalah, Firheith semakin percaya diri menemui istrinya itu. "Buka kaca jendelanya

  • Istri Seksi Sang Casanova   Bab 72

    Gabriel langsung keluar dari mobil pasca berhenti. Situasi jalanan yang ramai membuat Gabriel yang buru-buru harus berhati-hati menyebrang. "Pak, tunggu!" Gabriel memanggil seseorang yang dikenalinya dengan pakaian compang-camping. "Berhenti! Tolong berhenti sebentar saya ingin bicara!" Sayangnya orang itu sekalipun tak menggubris Gabriel. Sopir keheranan dengan yang dilakukan Gabriel lalu menahan senyum. "Dia pergi sejauh ini hanya ingin mencari orang gila? Pakai bahasa Inggris lagi? Mana dia mengerti? Ada-ada saja kelakuan bule zaman sekarang." Tanpa sopir itu tahu, sebenarnya orang yang dianggap tak waras itu mengerti perkataan Gabriel. Bahkan mengenalnya tapi berpura-pura sebaliknya. "Aku harus cepat pergi sebelum Gabriel menemuiku," kata orang itu berjalan dengan cepat saat Gabriel mengikutinya dari belakang. "Goddamn it! Dia memang Ekadanta, walau rambutnya menggimbal, wajah dan tubuhnya burik seperti pakaiannya itu? Ck, gila!" gumam Gabriel mengatainya, "Apa tujuan dia beg

  • Istri Seksi Sang Casanova   Bab 71

    Sejurus kemudian mobil telah sampai di rumah Mutia. Kedua jantung Ayah dan putranya itu berdebar kencang padahal hanya melihat depan rumah itu. "Kita turun, Fir!" suruh Gabriel duluan tanpa menunggu dibukakan sopir. Firheith menyusulnya. Gabriel berdiri di tepi jalan, mengatur napas dan nyalinya sebelum menemui istri dari mendiang temannya. Rumah itu tampak sepi dan pintunya tertutup rapat. Mungkinkah penghuninya keluar? Dan tak ada siapapun di dalam! "Pa."Gabriel menoleh pada Firheith. Seakan tahu arti tatapan putranya, Gabriel langsung menjawab, "Ketuklah pintunya."Firheith mengangguk. Hanya dengan sekali ketukan, seorang wanita paruh baya menggunakan kebaya putih membuka pintu. "Siapa?" tanya Ida sebelum pintunya terbuka dengan lebar. Firheith dan Gabriel sesaat bertukar pandangan. "Saya, Bu." "Fi-Fir??"Tubuh Ida tersentak dan membeku melihat Firheith di hadapannya tiba-tiba. "Maafkan saya, Bu." Gegas Firheith merendahkan diri dengan memegangi tangan Ida. "Saya tidak be

  • Istri Seksi Sang Casanova   Bab 70.

    "Kau yakin dengan keputusanmu bercerai dari Fir, Muti?" tanya Ida pada putrinya yang beranjak ke ruang tamu menemui Jerome siang itu. Ida sengaja menemui Mutia di kamar dan membahas topik itu sebelum Mutia keluar. Tapi Mutia tetap kukuh bercerai, bahkan kedatangan Jerome bermaksud untuk menemani putrinya ke kantor polisi membuka kembali laporan kematian Ekadanta yang sudah ditutup sejak lama. "Keputusan Mutia sudah benar, Bu Ida." Jerome menyahut ketika Mutia terlihat berjalan ke arah ruang tamu. Pandangan Ida dan Mutia tersapu ke Jerome yang bangkit dari duduk. Menyapa Ida dengan anggukan dan senyuman. Tapi entah kenapa dari awal bertemu Jerome, Ida tak begitu menyukainya walau pria itu bersikap ramah? "Maaf Nak Jerome, ini urusan keluarga kami. Tolong jangan ikut campur," ucap Ida sopan.Tapi Mutia yang tak enak dengan Jerome, karena ibunya yang terlalu sarkas. Lalu membisikkan sesuatu pada ibunya, "Bu, jangan begitu. Jerome ke sini niatnya baik.""Iya, Bu. Tolong maafkan saya

  • Istri Seksi Sang Casanova   Bab 69.

    Firheith teralihkan suara Celine yang begitu geger. Kini ia sendiri pun dapat melihat Glady berdiri tegak di depannya setelah lama lumpuh, sehingga pria itu refleks menjatuhkan ponselnya ke lantai. “Ma.”Sepasang mata Glady basah memandangi putranya, tangannya menggapai wajah Firheith yang bergeming sebelum ia peluk. “Tolong dengarkan mama kali ini, Sayang. Percaya mama, kalau papamu tidak membunuh ayahnya Mutia? Tolong jangan salah paham, ya?” bisik Glady coba membujuk. Sontak Firheith melepas tangan Glady dari tubuhnya. Dan tanpa berkata apapun Firheith sedikit menjauhi ibunya itu, hingga Glady merasa cemas karena ia melihat ketidak percayaan Firheith dari tatapannya yang lesu. “Jika papa terbukti membunuh Tuan Ekadanta, silakan kau bunuh papa,” ucap Gabriel tiba-tiba mengejutkan keluarganya.Celine syok dan hampir terhuyung lalu Adam merangkulnya. “Kau baik-baik saja, Celine?” tanya Adam khawatir. Hubungan keduanya kini membaik lantaran Celine berhasil memenangkan hati duda

  • Istri Seksi Sang Casanova   Bab 68. Sebuah Keajaiban

    Sebelumnya….“Mutia, tolong dengarkan aku sebentar?”Wanita itu tampak menghela napas, mulanya dia tak ingin mengangkat ponselnya yang terus berdering jika bukan Ida—ibunya. Sayangnya yang malah dia dengar pertama kali adalah suara Jerome, pria yang masih kerabatnya dan menyukai Mutia namun dia tolak. “Kenapa kau masih menggangguku Jer? Sudah kukatakan, lupakan aku karena aku sudah menikah.”Takut Mutia memutus telepon, Jerome yang berstatus pengacara itu pun mengatakan sesuatu yang membuat Mutia syok. “Aku tahu siapa yang membunuh Paman Ekadanta.”Hening, Mutia coba mengatur napasnya dan jantungnya yang berubah cepat.“Siapa?”Dengan suara lirih Jerome mengatakan sesuatu yang mengejutkan. “Pembunuh ayahmu adalah Tuan Gabriel!”Kedua bola mata Mutia Aurora terbelalak, tubuhnya bahkan sedikit terdorong ke dinding mendengar itu. Lalu dengan logikanya Mutia berusaha mencerna ketegangan yang menguasainya, dia tersenyum kaku sambil menggeleng.“Tidak mungkin, Papa Gabriel itu orang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status