Syamil memperhatikan ponselnya, tepatnya mengecek satu per satu kontak di WA dalam pembaruan status. Ia tidak menemukan status Hani hari ini. Padahal biasanya potong kuku saja dijadikan status. Jemur cucian bikin status. Ngobati cantengan di jempol kakinya juga dibikin status. Namun, hari ini wanita hamil itu tidak ada status. Tumben! Pikir Syamil. Di luar suasana masih ramai, meskipun sudah jam sebelas malam. Kakak iparnya masih ditahan oleh keluarga besarnya untuk tidak buru-buru masuk ke kamar. Sungguh kasihan sekali. Sudah tua, sudah larut, tapi gak boleh buru-buru masuk kamar. Nanti kalau aku jadi pengantin, habis nikah aku mau nginep di hotel. Biar gak ada yang ganggu. Batin Syamil, sembari melongokan kepalanya dari balik pintu. "Kaya kagak pernah muda aja itu kakek-kakek di ruang keluarga," batin Syamil kesal. Bukannya ia cemburu, tetapi ia tidak bisa tidur karena suara tawa para pria di luar sana mengganggunya. Mau berbalas pesan dengan Hanum, gadis itu sudah tidur. Mau ber
"Hati-hati di jalan ya, Nak. Udah, kamu gak usah khawatir sama teteh kamu. Itu ada Ibnu udah nunggu mau anter ke terminal. Udah, jalan sana! Ongkosnya udah dilebihin Bang Didin semalam kan?" Syamil mengangguk kaku. "T-tapi, Bah, itu di dalam sedang terjadi...."Abah Haji menutup mulut putranya sembari menariknya sedikit lebih cepat untuk segera masuk ke dalam mobil Toyota Ava-anaja yang siap dikemudikan oleh Ibnu. "Dah, jalan, Nu! Hati-hati kalian!" Syamil tertegun bingung. Kenapa dengan anggota keluarganya yang seolah-olah mendukung KDRT di dalam kamar? Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang keluar dari area pesantren. "Mas Ibnu tahu gak?""Nggak," sahut Ibnu cepat. Syamil mencebik, baru mau cerita tetapi mood-nya sudah dibuat jatoh oleh Ibnu. Biarlah ia nanti bercerita pada Hani saja begitu ia sampai di kosan. Hani pasti mempunyai pendapat sendiri tentang KDRT yang terjadi di dalam kamar kakaknya sebagai pengantin baru. "Mas Ibnu, nanti kalau ada toko kue, mampir sebentar ya.
"Halo, assalamu'alaikum, Syamil. Hari ini kamu gak ke kampus, kenapa?""Halo, wa'alaykumussalam, Hanum. Iya, nih, saya ijin hari ini lagi sakit. Tadi udah WA ke Mustofa ketua kelas.""Oh, gitu, perlu bantuan gak?" "Nggak, Num, udah enakan cuma masih mual sedikit. Makasih atas tawarannya.""Ya sudah, nanti aku mampir ke kosan kamu sama teman-teman yang lain, siapa tahu kamu butuh bantuan. Cepet sembuh ya, Sya. Assalamu'alaikum.""Makasih, Hanum, wa'alaykumussalam." Syamil menaruh kembali ponselnya di lantai. Selimut yang sempat melorot ia tarik kembali untuk meredakan rasa dingin di tubuhnya. Pemuda itu memejamkan matanya hendak melanjutkan tidur. Gara-gara tanpa sengaja mencium pipi Hani, Syamil menjadi syok dan kepikiran. Bibirku tidak perawan dan aku sudah melakukan zina bibir. Hal itu terus yang berputar di kepalanya hingga saat subuh tadi ia demam. Tok! Tok! "Assalamu'alaikum, Syamil, ini Hani. Boleh masuk gak?""Wa'alaykumussalam, ja.... "CklekPercuma juga bilang jangan dan
Kabar meninggalnya Syamil membuat gempar pesantren. Abah Haji, Bu Umi, Laila semua menangis histeris karena terkejut dengan kabar itu. Apalagi pihak kampus yang memberitahu, pastilah bukan isapan jempol belaka. Didin berusaha menenangkan Laila, tetapi tidak bisa. Istrinya itu terus saja menangis dengan keras. "Halo, Yudi, kamu hari ini bawa bus ke mana? Ke Bandung?""Iya, Bos, hari ini ke Bandung, ini sudah di jalan dan sudah sampai Bandung, tapi belum masuk ke terminal. Kenapa, Bos?""Nah, kebetulan, lu tolong ke kosan yang nanti gue share alamatnya dan pastikan bahwa adik ipar gue di sana bagaimana keadaannya. Menurut kabar, adik ipar gue meninggal, tapi belum pasti karena apa. Segera kabari kalau lu udah sampai sana ya. Cepat ya Yud!""Innalillahi, oh, baik, Bos, begitu turun, saya langsung ke alamat yang Bos kirim.""Makasih, Yud." Didin meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Laila masih membenamkan wajahnya di bantal karena sedih. Tok! Tok! "Din, buka dulu!" Suara ayah
"Mbak Hani, saya masih hidup! Kenapa sih selalu bikin rusuh? Saya masih hidup, saya hanya lagi sakit dan gak mau diganggu siapapun. Bukan berarti saya mati! Udah deh, pergi sana! Semua jadi kacau gara-gara Mbak Hani!" Syamil mengusir Hani. Tangannya menarik tubuh Hani keluar dari kamar kos hingga Hani tanpa sengaja tersandung kakinya sendiri. Blam! Syamil membanting pintu kamarnya dengan kuat. "Maafin aku Syamil." Hani menahan tangisnya saat ia menyadari ia adalah orang yang paling bersalah atas kekacauan ini. Bendera kuning yang sempat dipasang di tiang listrik depan kosan, sudah dicabut oleh aparat lingkungan setempat. Hani pulang ke rumah dengan hati sedih. Ia menyesali kenapa otaknya lama sekali bisa memahami yang terjadi di sekitarnya. Apakah ini karena ia sedang hamil? "Mbak Hani sudah minta maaf dengan Syamil?" tegur Bu Retno yang kebetulan berdiri di depan rumahnya dan memang sedang memperhatikan Hani yang baru keluar dari kosan Syamil. "Sudah, Bu, saya mau minta maaf jug
Dua hari kemudian, Syamil pun sembuh dan sudah memulai aktivitas seperti biasa. Berangkat jam tujuh tiga puluh pagi dan pulang bisa sore, bahkan setelah magrib. Hani pun selama dua hari tidak menampakkan barang hidungnya di depan pemuda itu karena ia tahu, Syamil masih sangat marah padanya. "Mau salat, Sya," sapa Hani yang kebetulan baru kembali dari bidan dan berpapasan dengan Syamil yang akan keluar salat magrib. Wanita itu tersenyum pada Syamil, meskipun Syamil mengabaikannya. Hani tidak sedih, ia memaklumi Syamil. Wanita itu masuk ke dalam rumah karena sudah adzan magrib. Tumben pakai baju bener! Batin Syamil setelah ia berjalan semakin jauh dari rumah Hani. Ya, tadi Hani mengenakan celana kulot besar berwarna biru levis, dipadupadankan dengan baju kaus besar berwarna hitam. Biasanya, mau ke mana pun wanita itu selalu mengenakan celana pendek dan baju pendek yang kelihatan sedikit pusarnya. Selesai salat dan mendengarkan kajian hingga azan Isya, Syamil mampir ke pedagang ketopr
Hani dan Syamil memang sudah tidak bermusuhan, tetapi keduanya juga tidak kembali dekat. Syamil sibuk dengan tugas kuliahnya, sedangkan Hani sibuk melamun di rumah, sambil sesekali memperhatikan dari jendela rumahnya saat Syamil lewat. Wanita itu sudah tidak mau merepotkan Syamil dan ia sendiri memutuskan untuk menjaga jarak dengan Syamil yang masih sangat muda. Sebuah ojek online berhenti di depan rumahnya. Hani lekas membukakan pintu untuk melihat siapa tamunya. Betapa terkejutnya Hani saat mengetahui suaminya yang turun dari ojek online. Kepala Hani bergerak dengan kaki sedikit berjinjit. Bukannya jika ada Arif, maka ada Grace. Lalu di mana, Grace? "Hai, Hani," sapa Arif sambil tersenyum. Hani ikut tersenyum, lalu membukakan pintu untuk suaminya. Tepat disaat yang bersamaan, Syamil lewat. Pemuda itu ketinggalan flashdisk tugas kuliah di kamar, sehingga ia kembali ke kosan untuk mengambilnya. Disitulah Syamil melihat seorang pria tampan berkaca mata dan masih muda masuk ke rumah
"Kamu harus jaga kesehatan, Sya. Jangan suka telat makan, biar gak sakit. Emang sih, bagi anak kos, penyakit yang paling dekat itu ya lambung. Mm... apa kamu mau catering sama aku aja? Maksudnya aku bawain bekal untuk kamu makan di kosan." Syamil yang tengah fokus pada laptopnya, langsung menoleh pada Hanum yang menurut pendengarannya sangat menggiurkan. "Catering sama kamu? Eh, gak usah, Han. Eh, Num. Kadang aku ada kerjaan juga di luar, nongkrong sama teman. Biasanya makan di warteg aja. Makasih, Hanum atas tawarannya. Oh, iya, ini laptop kamu udah bisa kok. Kamu salah pencet aja." Syamil memberikan laptop Hanum yang sudah selesai ia betulkan. Gadis itu tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. "Kamu pulang naik apa?" tanya Syamil. "Naik ojek online, soalnya aku gak bisa bawa motor." "Ya sudah, hati-hati ya. Aku balik dulu, assalamu'alaikum." Syamil pergi dari kantin tempat ia membantu membetulkan laptop temannya itu. Pemuda itu sempat mampir di sebuah warteg untuk membeli mak