Share

4. Menahan Sakit

Sari terlihat gembira ketika Bi Euis membawa pesanannya, seperti sebuah Al-Quran dan mukena berwarna putih. Gadis itu ingin melaksanakan kewajibannya di mana pun dirinya berada.

Sari tampak khusyuk menjalankan salat magrib setelah itu dilanjut membaca Al-Quran, sampai azan isya berkumandang.

Tok ..! Tok ..!

Terdengar suara ketukan pintu, tidak lama kemudian Bi Euis masuk sambil membawa makan malam untuk Sari. Wanita paruh baya itu tampak menunggu sesaat sampai Sari menyelesaikan salat isyanya.

“Selamat malam, Nyonya,” ucap Bi Euis ketika melihat Sari membuka mukena.

“Bi Euis,” sapa Sari dengan seulas senyum yang mengembang.

“Saya membawakan makan malam,” ujar Bi Euis memberitahu, “Apakah ada barang yang Nyonya inginkan lagi?” tanya Bi Euis kemudian.

Sambil menatap barang-barang di hadapannya, Sari pun menjawab, “Tidak ada Bi, ini sudah lebih dari cukup bagiku. Terima kasih sudah dibawakan makan, maaf kalau saya jadi merepotkan,” ucapnya dengan santun.

“Tidak apa-apa, ini sudah kewajiban saya untuk melayani Nyonya,” jawab Bi Euis dengan ramah, “Oh ya, setiap jam 9 malam Nyonya harus ke kamar tuan tanpa disuruh,” ujarnya memberitahu.

Sari tampak terdiam sesaat kemudian dan menjawab dengan pelan, “Iya Bi.”

“Baiklah kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Bi Euis sambil berlalu dari hadapan Sari yang tampak mengangguk.

Malam baru saja merambat, Sari terlihat sudah bersiap dengan mengenakan sebuah gaun yang sangat terbuka. Kemudian ia membuka pintu dan berlalu untuk menuju ke kamar Tuan Adam. Sesekali wanita itu tampak menoleh, takut jika ada lelaki lain yang melihatnya auratnya.

Namun, rumah itu terlihat sepi dan sunyi. Hanya terdengar suara detak jarum jam besar yang terpampang di ruang tengah. Sesampai di depan kamar suaminya, Sari kemudian mengetuk pintu. Tanpa menunggu jawaban ia pun segera masuk. Dengan perlahan wanita itu melangkah dalam temaram lampu, dengan sorot mata yang memancarkan ketakutan.

“Kemarilah!” seru Tuan Adam dari atas ranjang.

Sari tampak mendekat ke arah tempat tidur dengan jantung yang berdetak sangat cepat.

“Naik!” seru Tuan Adam kembali sambil menatap tajam ke arah istrinya. Tanpa banyak bicara ia segera menarik tubuh Sari ke dalam pelukannya.

Wanita itu terlihat pasrah ketika tangan kekar Tuan Adam menyentuh tubuhnya dengan kasar. Sari tampak menyeringai kesakitan karena bagian dada dan bibirnya masih bengkak.

Tuan Adam seolah tidak peduli dengan keadaan istrinya yang sedang menahan sakit. Ia hanya memikirkan kepuasan hasratnya semata. Sehingga membuat malam itu terasa sangat berat dan panjang bagi Sari.

“Berhentilah menangis!” seru Tuan Adam sambil membasuh peluhnya.

Sambil terisak Sari memberanikan diri untuk meminta, “Bisakah Tuan melakukannya dengan sedikit lembut!”

Tuan Adam tampak menyeringai dan berseru, “Layanilah aku dengan baik, jangan seperti batang pisang! Bikin gemas saja, kau boleh pergi!” lelaki itu merebahkan tubuhnya karena merasa lelah setelah beberapa kali mendaki.

Tanpa membantah lagi, Sari kemudian menyibak selimut dan memakai bajunya kembali. Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba pandangannya berputar dan tubuhnya pun ambruk ke lantai.

***

Mentari tampak menyingsing ke ufuk barat. Sinarnya mulai membentuk siluet lembayung yang cantik. Sari tampak menyaksikan semuanya dengan tatapan yang nanar. Ia merasa fenomena alam itu tidak seindah kisah hidupnya yang baru saja dimulai.

Sebentar lagi malam akan tiba dan Sari sudah membayangkan apa yang akan terjadi. Harus bertahan dari rasa sakit lagi. Seperti dedaunan yang dibelai Sang Bayu, lalu terhempas di atas tanah seolah tidak ada harapan lagi untuk hidup. Sungguh ia tidak kuat untuk menjalani pernikahan seperti ini.

“Ya Allah .., Yang Maha pengasih dan penyayang. Tolonglah hamba dengan kuasa-Mu yang begitu besar, Amin ...,” lirih Sari dalam doanya.

Setelah azan magrib berkumandang, Sari terlihat malas melangkah ke kamar mandi untuk membasuh dirinya.

“Selamat malam Nyonya,” ucap Bi Euis datang untuk mengantarkan makan malam seperti biasanya.

“Malam Bi,” jawab Sari dengan sebuah senyum yang tersungging dari bibirnya yang membiru.

“Tumben Nyonya tidak salat?” tanya Bi Euis dengan heran.

“Lagi halangan Bi,” jawab Sari dengan jujur.

Bi Euis tampak terkejut mendengar alasan Sari. Kemudian ia bertanya, “Apakah tidak salah? Bukankah Nyonya bilang haid setiap awal bulan dan sekarang baru tanggal 23?” Bi Euis menatap Sari dengan penuh curiga.

“Saya juga tidak tahu Bi, kenapa bisa maju,” jawab Sari berusaha meyakinkan Bi Euis.

Bi Euis tampak menghela nafas panjang dan berkata, “Asal Nyonya tahu, Tuan paling tidak suka dibohongi.”

“Saya tidak bohong Bi,” jawab Sari tetap pada perkataannya.

“Boleh saya lihat!” pinta Bi Euis tanpa ragu.

Sari tampak kehabisan cara untuk meyakinkan Bi Euis. Tanpa sungkan ia segera menunjukkannya kepada wanita paruh baya itu.

Bi Euis tertunduk malu melihatnya, ternyata Sari tidak berbohong dengan segera ia berucap, “ Maafkan bibi Nyonya, saya hanya menjalankan tugas.”

Sari tampak mengangguk dan tidak marah. Ia sangat mengerti posisi Bi Euis. Dengan bahasa yang halus wanita itu pun bertanya, “Jadi nanti malam saya tetap ke kamar Tuan Bi?”

“Tidak usah Nyonya, biar saya yang akan memberitahu Tuan, permisi,” ujar Bi Euis kemudian keluar dari kamar Sari.

Sari tampak menghela nafas panjang karena merasa sangat lega dan senang sekali. Setidaknya untuk seminggu ke depan, Sari tidak merasakan sakit lagi. Tubuhnya yang bengkak bisa beristirahat dan sembuh.

“Terima kasih ya Allah, aku yakin ini adalah pertolongan dari-Mu,” ucap Sari dengan penuh syukur.

Sementara itu di ruang lain, Bi Euis terlihat sedang berbicara dengan Tuan Adam.

“Bagaimana mungkin, Bi?” tanya Tuan Adan seakan tidak percaya mendengar laporan dari asisten rumah tangganya itu.

“Sepertinya Sari mengalami perubahan hormon, Tuan,” jelas Bi Euis dengan sopan.

“Apakah dia tidak berbohong?” tanya Tuan Adam kembali.

“Tidak Tuan, saya sudah melihatnya sendiri,” jawab Bi Euis dengan jujur.

“Baiklah, Bibi boleh pergi!” seru Tuan Adam dengan kecewa.

“Permisi Tuan,” pamit Bi Euis sambil undur diri.

Setelah Bi Euis pergi, Tuan Adam tampak menggerutu dengan kesal, “ Sial.”

Lelaki itu kemudian mengacak rambut karena harus menahan hasratnya yang sudah menggebu. Terpaksa ular kobra piaraannya harus kehausan malam ini dan tertidur pulas selama seminggu. Lelaki itu kemudian terlihat menyibukkan dirinya di depan laptop sampai merasa mengantuk.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status