Pelayan itu memalingkan muka dari Aiden dengan tergesa-gesa. Dia bingung dan malu. Semua orang mengatakan bahwa Aiden diam-diam menginginkan Rebecca, sekarang berkat rencana Nyonya Eva Malik, Nona Rebecca Jonas berbaring telanjang di tempat tidur Aiden. Pelayan itu merasa, tidak masuk akal bagi Aiden untuk marah seperti itu. Bukankah situasinya tidak memalukan—normal bagi pria sekuat Aiden untuk memiliki beberapa wanita simpanan. Yah, begitulah yang pelayan itu pikirkan.
Tampilan Aiden menusuk dan suram. Dia melirik lilin di seberang ruangan. Api biru gelapnya masih berkelap-kelip. Dia berjalan mendekat, mengambilnya dan membawanya ke hidungnya. Dia menghirup dengan cepat."Minta Dokter Walker datang ke sini," perintahnya.Pelayan pertama memanggil Dokter Benjamin Walker dan yang lainnya masuk untuk membantu Rebecca berpakaian.Dokter Benjamin Walker datang dengan cepat. Dia memeriksa Rebecca terlebih dahulu. Meskipun dia berpakaian, wajahnya masih merah dan dia mengeluh bahwa dia kepanasan. Setelah itu, dia mengambil lilin dan mengendusnya."Baunya seperti mengandung afrodisiak yang sangat kuat," katanya sambil mengerutkan kening.Aiden mengepalkan toples kaca berisi lilin seolah-olah dia bertekad untuk memecahkannya dengan tangan kosong."Eh…"Benjamin malu. Dia tahu bahwa afrodisiak jenis ini memicu dorongan yang sangat kuat pada siapa pun yang terlalu lama terpapar. Gejala Rebecca pasti cocok dengan metode obatnya, tetapi dia tidak yakin tentang jenis perawatan apa yang mungkin diterima Aiden untuknya.Aiden sepertinya membaca pikirannya dan mengerutkan kening, "Apakah ada penawarnya?"Benjamin mengangguk, "Ya. Saya bisa memberinya obat.""Bawa saja dia keluar dari sini," perintah Aiden, "Urus dia sesuai dengan keinginanmu."Benjamin akan membuka tas medisnya, tapi dia membeku mendengar kata-kata Aiden. Bagaimana dia seharusnya menafsirkan pernyataan itu? Sangat mudah mengeluarkan wanita itu dari kamar Aiden, tetapi perawatannya bisa menjadi rumit. Metode teraman, tentu saja, memberikan apa yang diinginkan. Kedokteran hanyalah pilihan kedua. Jika afrodisiak cukup kuat dan obatnya gagal berfungsi, hasilnya bisa mengerikan. Tapi Aiden tidak mau tahu tentang ini. Dia tidak ingin ada hubungannya dengan masalah itu.Benjamin mendesah. Orang tuanya bekerja di mansion sebagai kepala pelayan seumur hidup mereka. Nyonya Victoria Malik memperlakukannya seperti salah satu cucunya, dan dia tumbuh bermain dengan Aiden seperti saudara laki-laki, tetapi dia tidak berani melewati batas dan menyentuh wanita Aiden."Apakah kau membutuhkan ruangan ini?" dia bertanya pada Aiden."Tentu saja aku membutuhkannya. Ini kamarku," bentak Aiden.Aduh kacau! pikir Benjamin.Dia menggertakkan giginya dan merasakan bulu di kulit kepalanya berdiri. Dia menyerahkan tas obatnya ke salah satu pelayan dan memapah Rebecca.Lengan Benjamin terasa menyenangkan bagi Rebecca. Gadis itu membayangkan kalau dia menemukan kayu apung setelah berjuang lama di laut. Rebecca memeluk Benjamin erat-erat dan membenamkan kepalanya di lehernya kemudian menciumnya dengan liar. Merasa malu, Benjamin melonggarkan pegangannya. Rebecca merasakan sensasi jatuh dan melingkarkan lengannya lebih erat di bahu Benjamin.Benjamin tidak menginginkan apa pun selain memberi obat dan menyelesaikan masalah ini, namun, Rebecca membuat Benjamin kesulitan. Pria itu berhasil setengah jalan keluar pintu ketika dia tiba-tiba teringat sesuatu dan menoleh ke Aiden, "Ngomong-ngomong, Nyonya Eva meminta sesuatu padaku setengah jam yang lalu. Tapi aku tidak memberikan hal itu padanya."Aiden memainkan lilin dan memadamkan api dengan jarinya, "Apa yang dia minta?""Pil pencegah kehamilan."Benjamin menatap Aiden lama dan serius, menyampaikan makna yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Wajah Aiden tiba-tiba menjadi pucat pasi. Dia marah.Aku belum pernah melihat Aiden yang bengis begitu marah pada seorang wanita, pikir Benjamin.Aiden meletakkan kembali lilin di atas lemari, membenturkan kaca dengan keras ke kayu. Dia meretakkan buku-buku jarinya dan mengepalkan tangannya. Kemudian dia memberi isyarat kepada Benjamin untuk membawa Rebecca pergi. Dia memerintahkan Alfred Bailey untuk melarang setiap apotek di daerah itu menjual pil kontrasepsi darurat selama 48 jam ke depan. Dengan kekuatan keluarganya baik dalam politik maupun industri farmasi, tidak akan sulit untuk melarang pil tersebut.Alfred menerima perintah dan bergegas pergi. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, dia kembali dengan berita."Tuan, Nyonya Eva Malik terlihat di beberapa apotek mencoba membeli pil. Tapi, tidak ada satu pun dari mereka yang mau menjualnya, jadi dia pergi ke Rumah Sakit St. Lewis.""Dia gigih sekali ya," gumam Aiden.Pembuluh darah di pelipis Aiden menonjol, dan dia mondar-mandir di ruangan dengan tangan terlipat di belakang punggung seolah-olah dia menahan diri dari kekerasan. Kemarahan murni yang memancar darinya membuat Alfred merinding.Aiden menatap lilin di lemari."Ikuti dia," perintahnya, "Dan beri tahu Dokter Lewis bahwa rumah sakitnya akan berada dalam situasi keuangan yang tidak menguntungkan jika Eva bersentuhan dengan pil apa pun.""Lalu, sebelum kau pergi, aku ingin arsip Eva," tambahnya lagi..Dalam dua tahun terakhir, Aiden tidak pernah begitu tertarik pada aspek apa pun dalam kehidupan Eva. Namun, sekarang … Aiden membuang napas berat. Kenapa dia jadi seperti ini?!Sebuah mobil BMW berwarna putih berhenti di tempat parkir St. Lewis. Mobil itu terlalu mencolok untuk sebuah rumah sakit.Bertindak seperti seorang pria sejati, Dokter Sebastian Lewis membuka pintu mobil dan membantu Eva keluar dari kendaraan. Dia mengulurkan tangan agar Eva bisa meletakkan tangan sembari memberinya tatapan penuh simpati.Eva telah berganti pakaian menjadi gaun abu-abu konservatif sebelum meninggalkan rumah, tetapi dia telah memotong sebagian kerahnya untuk memperlihatkan bahunya yang seksi. Kain putih dari kerah itu sekarang melilit pinggangnya sebagai ikat pinggang. Pakaiannya unik dan kreatif, dan Sebastian mau tidak mau menyadari bahwa itu berbeda dari pakaian biasanya.Pria itu tersenyum sopan dan menatap Eva dalam-dalam. Matanya jernih, tetapi tidak terbaca pada saat bersamaan."Kau sangat berbeda sekarang, Eva," dia mengamati."Kau tahu tidak kalau pujianmu itu membuatku merasa seperti kembali dari kematian," jawab Eva."Benarkah? Aku tidak tahu itu," kata Sebas
Eva bersandar pada Sebastian saat dia mencoba mendapatkan kembali keseimbangannya.Mungkinkah Aiden? Mungkinkah itu Aiden? Dia bertanya-tanya. Apakah Aiden mencoba membunuhnya agar pria itu bisa menikahi gadis impiannya?Eva menggelengkan kepalanya lagi. Itu masih tidak masuk akal. Jika Aiden ingin menyingkirkannya, mengapa dia merusak pengumuman perceraian Eva dengan rencana kehamilannya?Imajinasi Eva menjadi liar, kecurigaannya mulai terdengar seperti plot drama Korea.Sebenarnya Aiden bisa menjadi agen ganda yang sempurna. Pria itu bisa dengan mudahnya sukses sebagai aktor karena Aiden sangat pandai berbohong dan berpura-pura. Memikirkan itu, raut wajah Eva menjadi masam."Apa yang salah?" Sebastian bertanya, "Kau terlihat kacau. Apakah kau sudah minum obat?" Telapak tangan Sebastian yang besar menyentuh dahi Eva dan kamera berbunyi pelan di latar belakang."Bisakah aku mendapatkan pil pencegah kehamilan di sini?" Eva bertanya dengan nada sedih."Tidak. Kau tidak bisa mendapatkanny
"Apa kau ingin obat itu untuk berjaga-jaga kalau pria itu tidak tahan untuk menyentuhmu?" tanya Sebastian.Eva tidak dapat menyangkal bahwa dia sengaja membuat Aiden kesal dalam upaya membujuk pria itu untuk menceraikannya. Tapi itu tidak berhasil seperti yang Eva rencanakan.Percakapan sepertinya menjadi terlalu berat, jadi Eva bercanda, "Ya, itu sulit, Sebastian, karena kau tahu aku sangat cantik."Eva tersenyum dengan mata birunya yang indah membuat Sebastian merasa hatinya bergetar. Bagaimana mungkin dia bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini?Eva mengubah topik pembicaraan kembali ke pil kontrasepsi, "Pil ini bekerja hingga 48 jam setelahnya, kan?"Sebastian masih tenggelam dalam keterpesonaan. Begitu sadar ia berdehem dan mengangguk. "Ya," sahutnya kemudian."Kalau begitu, aku mau pil ini beberapa lagi untuk berjaga-jaga."Satu per satu, dengan hati-hati Sebastian memasukkan pil ke dalam wadah kaca dan menyerahkannya pada Eva tanpa satupun pertanyaan.Sebastian tahu apa yan
Maria tentu saja tidak menanggapi, dia hanya berbaring di sana dan tidak bergerak. Eva meraih tangan Maria sedangkan Sebastian menarik kursi untuknya. Eva duduk dan membelai kerutan di tangan wanita tua itu. Koma yang lama telah menyebabkan penurunan berat badan yang begitu dramatis sehingga Eva merasa seperti hanya mengelus kulit dan tulang. Hatinya terasa sakit."Maaf, Maria, butuh waktu lama bagiku untuk datang menjengukmu," dia meminta maaf, "Tolong jangan marah kepadaku. Kau tahu kan betapa ketatnya aturan di Malik mansion — butuh waktu lama bagiku untuk menyelinap keluar. Tapi kau biasanya pasti akan memarahiku jika aku ketahuan gara-gara menyelinap."Tiba-tiba Eva tersenyum, mengingat betapa khawatirnya pengasuhnya itu setiap kali dia pulang melewati jam malam. Wanita yang lebih tua itu biasa ikut kesal ketika Eva mengeluh bahwa rumah Malik seperti penjara."Apakah kau akan bangun jika tahu kalau aku menceraikan Aiden?" dia bertanya.Eva menatap wajah Maria yang tenang. Jika Ma
"Apakah kau yakin itu bukan karena dia menginginkan pil?""Eh ..." Alfred tergagap."Lihat inventaris di rumah sakit dan cari tahu apakah ada persediaan obat yang hilang," perintah Aiden."Ya, Tuan."Alih-alih bergegas pergi, Alfred ragu-ragu. Dengan gugup, dia berdehem, "Tuan, orang-orang yang membuntuti Nyonya Eva mengatakan bahwa mereka telah kehilangan jejak." Saat Alfred berbicara suaranya menjadi semakin pelan, tapi Aiden tetap mendengarnya."Kehilangan dia? Sekelompok pria tidak berguna! Temukan istriku bahkan jika kalian harus menghancurkan seluruh kota."Aiden mengambil foto dan merobeknya dari atas ke bawah. Dia melempar sobekan ke arah Alfred, dan satu irisan di wajah Alfred muncul karena disebabkan oleh potongan kertas.Sementara itu, Eva dan para pria yang menggodanya tiba di sebuah klub. Musik keras dan sorakan memenuhi udara saat mereka masuk. Seorang pelayan menuangkan sebotol sampanye ke dalam gelas. Pelayan lain mengatur setumpuk gelas seperti menara dan menuangkan bo
"Aku selingkuh, Aiden," teriaknya, "Lihat sekelilingku dan pilih pria favoritmu! Bagaimana dengan pria kuat dan tinggi dengan tubuh yang bagus ini? Atau pria yang merayu banyak wanita sekaligus dan membual tentang kehebatannya di atas ranjang? Yang mana yang harus aku pilih, Suamiku? Tolong bantu aku memilih salah satu dari mereka."Dengan intim Eva bersandar ke Tom dan melihat ke kamera dengan senyum mempesona. Aiden merasakan sesuatu meledak di otaknya."Jangan coba-coba untuk melakukannya!""Ah, Tuan Malik yang terhormat, jika Anda tidak segera menceraikan saya, saya akan menyelingkuhi Anda setiap hari," dia mengancam, "Namun, bukankah saya istri yang baik karena telah memperingatkan Anda sebelum hal perselingkuhan ini terjadi?"Bukankah sudah kukatakan kalau kau akan menyesali ini, Aiden," tambahnya lagi, "Tapi cukup bicaranya, aku ingin mencoba salah satu dari pria ini … sekarang. Jadi, adios. Sampai jumpa lagi, Suami brengsekku."Eva meniupkan ciuman lalu menutup telepon.Aiden
"Berhenti! Tolong hentikan itu!" jeritan mengerikan bergema di seluruh klub.Eva menoleh untuk melihat pengawal Aiden membungkuk di atas Tom. Celana Tom sobek dan kakinya berlumuran darah. Para pengawal berlumuran darah di tangan mereka dan mereka memegang sesuatu yang terlihat seperti kulit manusia.Eva merasa mati rasa dari kulit kepala hingga telapak kakinya. Apakah mereka mengupas kulit kaki pria itu? Hanya karena dia duduk di pangkuannya? Eva merasa sakit. Itu sungguh tindakan yang mengerikan! Mencoba untuk tidak muntah, Eva berjalan menuju Aiden."Apakah kau marah, Aiden? Apa kau begitu marah sampai kau ingin mati?" tanyanya, "Jika kau mati malam ini, apakah aku akan menjadi janda?"Eva harus mengakui bahwa menjadi janda akan menyelesaikan masalahnya semudah bercerai. Tak bergerak, Aiden menatapnya. Dia tidak pernah terlihat begitu marah seperti ini, pikir Eva."Aku baru saja menunjukkan kepadamu beberapa kerugian dari menolak perceraian kita. Ini baru pertama kalinya aku seling
"Eva jangan lupa kalau kau adalah seorang Nyonya Malik," kata Aiden, mengklaim Eva sebagai miliknya.Aiden membenamkan kepalanya di cekungan leher Eva lalu menarik napas dalam-dalam. Aroma yang akrab segera memenuhi hidung. Aroma itu mengalahkan inderanya, membuatnya bergairah dan membangkitkan sesuatu yang ada di bawah sana.Aiden menarik diri dan melihat ekspresi cemas Eva."Ngomong-ngomong, ini sudah larut malam dan aku tiba-tiba menjadi kurang tertarik untuk mengetahui itu obat apa," kata Aiden.Pria itu menyelipkan tangannya di bawah rok Eva lalu naik ke paha. Kemudian dengan tiba-tiba dia merobek kain halus yang ada di bagian intim tersebut hingga terlepas dari tubuh pemiliknya."Aiden, kau bajingan!"Eva mengumpulkan kekuatan, mencondongkan diri menjauh dari pintu. Dia mendorong sekuat tenaga hingga berhasil menciptakan jarak beberapa inci di antara tubuh mereka. Namun, sebelum dia bisa bergerak lagi, Aiden mendorongnya kembali ke pintu. Eva menekan tubuhnya lebih kuat lagi, ket