Share

Jangan Sakiti Aya

Ya ampun Ay ... lo beruntung banget, bisa nikah sama pak Alister. Lo tahu enggak, pas undangan lo nyampe ke anak-anak di RS, beuh ... mereka heboh, gonjang-ganjing dunia persilatan. Termasuk si Sarah juga kepanasan tuh denger lo dinikahin anak keluarga Byantara,” cerita Dewi heboh.

Saat ini Dewi sedang berkunjung ke kamar rias pengantin yang ada di salah satu hotel bintang lima taraf internasional. Rencana pernikahan kedua Alister memang digelar dengan begitu mewah meski dengan waktu persiapan yang relatif singkat.

Aya masih mematut diri di cermin, menatap datar pada dirinya yang sebentar lagi akan resmi dipersunting suami orang. Benarkah Aya akan tetap melanjutkan kegilaan ini demi uang 10 miliar? Mendadak hati wanita itu jadi gusar. Terlebih usai melihat respons orang tuanya tempo hari, mereka seperti tidak peduli pada bagaimana perasaan Aya. Selagi pernikahan ini menguntungkan mereka maka hal lainnya tidak penting lagi.

“Rumah sakit gonjang-ganjing heboh nyinyirin gue, gitu maksudnya?”

“Ada sih beberapa yang nyinyir, yang ngatain lo pelakor juga ada. Tapi menurut gue sih ya, mereka kayak gitu karena isi aja sama lo. Yakin gue, kalau mereka ada di posisi lo tetap bakal diembat juga kesempatan emas ini. siapa juga sih yang bakal nolak kalau dilamar pak Alister?”

Dewi membayangkan jika itu dirinya yang mendapat lamaran Alister, pasti saat ini dia sedang menebar senyum kebahagiaan kepada seluruh dunia. bukannya malah cemberut dan bad mood seperti yang ditunjukkan Aya sekarang.

“Omong-omong kok lo tahu semua berita di rumah sakit? Lo kan lagi diskors sama kayak gue.”

Aya sedikit heran, sejak diberhentikan oleh dokter Rasyad, Aya sama sekali memutuskan hubungan dengan teman-temannya di sana. dia malas saja mendapat kata-kata prihatin yang terbang ke aplikasi chatting-nya hampir setiap hari. Sebagian besar dari mereka mengungkapkan rasa bela sungkawa atas kasus mal praktik yang dialami Aya. Kesannya seperti sedang  menunjukkan rasa peduli dan solidaritas pada sesama rekan satu profesi padahal semuanya bullshit!

Aya tahu sebagian besar orang di rumah sakit itu bahagia karena AYa mendapat musibah, apalagi rival abadinya—Sarah. Mungkin sekarang dia sedang berpesta dan semakin besar kepala.

“Sebelumnya maafin gue ya, Ay, karena enggak langsung ngasih tahu masalah ini sama lo. Sebenarnya sejak minggu lalu gue udah balik lagi kerja. Dokter Rasyad manggil gue dan katanya masa skors gue dipercepat karena gue enggak begitu terlibat dalam kasus salah diagnosis itu. Pas gue tanya tentang lo, dokter Rasyad enggak mau bahas apa-apa.”

Dewi agak tidak enak menceritakan tentang ini pasalnya hanya gadis itu yang selamat dari masalah kemarin, sedangkan Aya semakin terperosok terlalu dalam hingga dampaknya berlarut-larut seperti ini. Aya mengembuskan napas berat, dia meneguk air mineral di meja riasnya dan langsung menghabiskan sebotol hingga tandas. Aya minum dengan penuh nafsu, Dewi jadi ngeri melihatnya.

“Enggak apa-apa, Dew, itu emang bukan salah lo. Nasib gue aja kali yang sial.”

“Jangan ngomong gitu dong, Ay, gue jadi merasa enggak enak gini. Soalnya malam itu gue yang mohon-mohon minta lo gantiin si Rustan.”

“Emang tapi kan tetep gue yang salah diagnosis jadi elo enggak berkontribusi apa-apa dalam kasus pemecatan gue. Santai aja.”

Meskipun berusaha tegar, Dewi tahu Aya kecewa sangat dalam. Dia kehilangan berbagai kesempatan emas dalam kariernya hanya karena kejadian waktu itu.

“Yang terpenting kan sebentar lagi lo bakal jadi menantu orang nomor satu di Asia, Ay. Nanti kesempatan yang lebih besar bakal lebih mudah lo dapetin.”

Aya angguk-angguk lemah, “Ya, semoga saja,” harapnya tanpa meyakini doa Dewi itu akan terwujud.

Menantu orang terkaya di Asia? Ah, rupanya itu titel baru yang akan segera Aya sandang. Mulai hari ini dan seterusnya gerak-gerik Aya akan banyak dipantau baik oleh masyarakat maupun oleh pihak-pihak yang mau menjatuhkannya.

“Selamat keluar dari zona nyaman, Rayasa, ini kan yang lo mau?” batin Aya menertawakan kebodohannya yang dengan sadar akan segera menyeburkan diri ke lembar permasalahan.

***

“Weiss, calon manten,” goda Vincent begitu memasuki kamar calon pengantin pria.

Alister baru selesai dirias sedemikian rupa, mulai dari satu set pakaian dan sepatu kulit mahal sudah terpasang dengan apik di badan atletis pria berlesung pipi itu.

“Lo ngiri?” sahut Alister berbalik menghadap Vincent sambil membenarkan kancing kemeja di bagian lengan.

“Jelas, gue sekali aja belum pernah nikah lah ini udah mau dua kali. Respect suhu!”

 Vincent mendekati Alister, pria itu diminta ke sana oleh orang tua Alister karena sebentar lagi acara pemberkatan akan dimulai. Di hari spesial ini, Vincent akan didapuk sebagai pendamping pengantin pria. Tentu saja dia sudah tampil menawan dengan jas formal berwarna putih dan celana bahan hitam. Dia siap mengantar kawan anehnya itu menuju gerbang pernikahan yang di luar nalar.

Kenapa Vincent sebut ini di luar nalar? Karena tujuan pernikahan ini memang di luar nalar. Entah itu tujuan pengantin laki-laki maupun tujuan pengantin perempuan. Yang satu menikah karena perlu uang banyak, yang satunya lagi menikah karena ingin menyiksa istri pertamanya. Coba, kurang gila apa mereka? Hanya Alister dan Rayasa yang bisa melakukannya.

“Makanya cepet nikah, enggak bosen lo jomlo terus dari zaman kuliah?”

Setali tiga uang dengan sahabatnya, rupanya sang pewaris takhta ini juga cukup pandai dalam hal ejek mengejek. Vincent sampai tertawa sumbang mendengarnya.

“Sok tahu banget lo! Kata siapa gue jomlo dari zaman kuliah, hah? Gue pernah pacaran beberapa kali, Cuma emang semua cewek ngebosenin aja. Makanya gue putusin mereka semua. Sekate-kate lo ngatain gue kayak gitu.”

“Gue bercanda, emosian banget heran,” kata Alister sambil terkekeh.

Vincent menatap penuh selidik pada temannya itu. Ada yang aneh dengan Alister, begitu pikir Vincent. Karena tidak mau terbebani dengan pikirannya maka dari itu Vincent langsung bertanya.

“Bahagia banget kayaknya lo, ada apa nih?” Vincent memicing curiga.

“Enggak ada apa-apa.”

“Alah lo mau bohongin siapa sih, Al? Buaya mau lo kibulin, ya enggak bakal bisa. Roman-romannya lo kayak pengantin baru yang bener-bener bahagia dengan adanya pernikahan ini. Apa mungkin lo emang udah demen sama tuh cewek  freak?”

“Elo yang sok tahu, ngapain juga gue suka sama cewek aneh itu.”

“Eh, aneh-aneh gitu juga temen gue dari orok, tuh.”

“Iya, gue tahu, mau berapa ratus kali lo bilang hal itu ke gue, hm?” balas Alister bosan sekali mendengar perkataan serupa berulang kali dari Vincent.

“Pokoknya tiap gue ketemu lo pasti gue bakal bilang kayak gini. Sebenarnya gue agak keberatan ya lo nikahin Aya dengan tujuan balas dendam kayak gini. Walau kelihatan edan tapi Aya itu cewek baik, Al. Emang sih akhlaknya agak minus tapi dia enggak seburuk itu. Jadi gue mau titip pesan sama lo, tolong jangan sakiti dia selama kalian hidup bersama. Gue juga berharap lo enggak ngerusak dia kalau pada akhirnya lo bakal menceraikan dia di akhir masa tugasnya.”

Vincent terlihat sangat serius ketika mengatakan itu, seperti seseorang yang tidak ingin melihat gadis yang dicintainya tersakiti. Alister menatap penuh tanya, setitik rasa penasaran berhasil membuat pria itu untuk memperpanjang obrolan tentang hubungan Vincent dengan Rayasa ini.

“Lo suka sama Aya, Vin?” tanya Alister langsung ke intinya.

“Muke gile, kagaklah!” bantah Vincent tegas.

“Serius? Tapi gue lihat barusan lo peduli banget sama dia, kayak enggak rela aja gitu dia nikah sama gue.”

“Sulit dijelaskan Al, gue sama sekali enggak ada perasaan khusus sama si Aya. Cuma emang kalau ada yang nyakitin dia gue pasti ada di garda terdepan buat nolongin dia.”

“Perhatian lo ini justru sangat mencurigakan, melampaui perhatian sahabat buat sahabatnya sih kalau menurut gue. Kalau emang lo suka sama dia, kenapa lo malah merekomendasikan dia buat jadi istri kedua gue?”

“Eh, nih orang bahasannya malah makin ngawur. Sumpah deh Al, gue kagak suka sama Aya. Orang kami udah sama-sama dari orok juga. Kalau gue suka sama dia, udah dari dulu gue ajak kawin itu cewek. Kan ini kagak, gue malah sebel sama dia karena sering gangguin hidup gue. Intinya gue enggak mau dia disakiti sama cowok lagi. Itu aja, jadi lo jangan berani-berani sakitin dia. Kalau pernikahan kalian adalah bisnis ya lakukan bisnis itu dengan profesional sampai akhir. Kalau kalian mau saling cinta beneran ya bagus, gue malah seneng.”

Perkataan Vincent menyimpulkan berbagai spekulasi di benak Alister. Salah satunya adalah asumsi bahwa Rayasa pernah disakiti oleh pria lain di masa lalunya sampai membuat Vincent—sahabatnya—separno ini. Jujur Alister cukup penasaran dengan masalah itu namun ia tidak begitu peduli juga.

“Lo tenang aja, Vin, gue enggak ada maksud buat nyakitin itu cewek selagi dia bisa jaga sikap dan marwahnya sebagai istri gue. Dan beberapa kali gue tegasin, pernikahan gue sama Rayasa itu bukan settingan. Perkara ini akan berakhir selamanya atau kandas setelah tujuan gue terpenuhi ya itu urusan belakangan. Biar waktu yang menjawab.”

Vincent angguk-angguk lalu menepuk pundak Alister tiga kali.

“Gue percaya sama lo, Al. oke deh, enggak usah basa-basi lagi, kuy ke tempat pemberkatan. Acara udah mau dimulai.”

Senchaaa

Jangan lupa like, komen, dan simpan di pustaka kalian ya guyss.

| 1
Comments (4)
goodnovel comment avatar
evayludgerda
bagus banget ceritanya. aku jd semangat membaca dan nunggu kelanjutan ceritanya. semangat thor untuk publish lanjutan2 ceritanya. terima kasih yah sudah kreatif menciptakan cerita sebagus ini.
goodnovel comment avatar
Triple Kimia
akhirnya aku donlot juga aplikasi ini lagi, soalnya penasaran sama kelanjutan cerita ini. up terus ya Kaka ...
goodnovel comment avatar
Senchaaa
siappp, nnti sore up
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status