Semua tentang urusan pernikahan sudah semuanya diatur oleh Richard. Dia hanya tidak ingin ibunya nanti malah akan curiga dengan pernikahan dirinya yang memang sekedar transaksi semata.
"Apa bos sudah yakin akan menikah dengan orang asing?" tanya Robi salah satu kaki tangan dari Richard. "Kenapa? Apa ada masalah?" tanya Richard melihat kearah Robi yang terlihat tidak suka dengan sosok Madiya. Richard sudah yakin memilih Madiya jadi calon istrinya karena memang wanita itu tidak akan berani berbuat apapun padanya. Yang paling penting Madiya ada di dalam kendali dirinya sekarang. Wanita itu tidak akan mungkin bisa mengkhianati dirinya dan bekerjasama dengan musuhnya. Ini yang paling penting sebenernya. "Nyonya Ana meminta saya untuk mencaritahu data diri dari calon istri bos. Sepertinya memang dia belum sepenuhnya percaya." Richad sudah menduga itu semuanya. Ibunya pasti akan mencari celah tentang pernikahannya. Mungkin dia akan menikah secara resmi dengan wanita sewaannya itu. Dengan begitu ibunya tidak akan mencurigainya lagi. "Buatkan semua berkas pernikahan antara aku dan juga Madiya. Kamu minta data dirinya semuanya pada wanita itu," perintah Richard. "Baik kalau begitu bos." Richard mengambil gelas yang berisi air minum untuk dirinya sendiri. Melihat kearah dekorasi tempat dia akan melangsungkan pernikahannya. Awalnya dia berniat menikah pura-pura saja dengan Madiya. Tapi pada akhirnya dia akan melangsungkan pernikahannya secara resmi. Hanya Richard yang tau kalau mereka memang menikah resmi karena Richard belum sepenuhnya percaya pada Madiya kalau wanita itu bisa saja memanfaatkan dirinya kalau sudah jadi istrinya. *** Madiya ikut mendekorasi tempat yang akan menjadi pernikahan dirinya nanti. Dia sudah menyiapkan foto prewedding mereka yang akan terlihat indah. Semuanya sudah dia susun dengan baik. Madiya hanya tersenyum tipis sekarang. Walaupun dia akan menjadi istri sewaan dari Richard, dia cukup merasa tenang sekarang. "Permisi Bu Madiya." Madiya menoleh kearah orang yang memanggil namanya. Dia terlihat heran karena orang yang memanggilnya adalah orang yang berjas hitam. "Iya kenapa?" tanya Madiya menoleh kearah orang tersebut. "Bisa kita bicara sebentar Bu Madiya, karena kebetulan ada hal pribadi yang ingin saya bicarakan dengan Bu Madiya." Madiya nampak heran dengan orang tersebut. Memangnya apa yang akan dibicarakan secara pribadi dengan orang tersebut. Madiya merasa sedikit curiga karena takut kalau dia orang yang berniat jahat padanya. "Apa yang ingin anda bicarakan?" "Sebelumnya perkenalan saya adalah Robi Priawan. Saya adalah asisten dari Pak Richard. Kebetulan saya di suruh oleh Pak Richard untuk meminta data diri ada," terang Robi menjelaskan semuanya dengan sopan kepada Madiya. Madiya yang baru saja mengetahui kalau orang yang ada di depannya adalah asisten dari Richard, akhirnya dia memberikan kartu identitasnya pada pria itu. "Ini kartunya." "Terimakasih banyak Bu Madiya. Kalau begitu saya akan memberikan pada Pak Richard dulu, nanti baru saja kembalikan," ujar Robi. Madiya hanya mengangguk, lalu dia kembali menyusun bunga kembali dengan rapih. Dia memang suka sekali semua jenis bunga. Walaupun yang dia pegang sekarang adalah bunga mati khas dekorasi. Ketika sedang mendekorasi seperti ini, Madiya malah melamun. Ada hal yang membuat dia merasa sedih, di saat dia menikah seperti ini bahkan Madiya belum bisa menemukan di mana ibunya sekarang berada. Madiya juga terlihat enggan mengundang ayahnya untuk datang ke tempat ini. Madiya cukup sadar diri karena dia tidak mau nanti malah ayahnya akan bertanya macam-macam tentang pernikahannya. Toh dia menikah juga hanya pura-pura saja. "Ikut denganku!" Richard tiba-tiba menarik tangan Madiya dengan cepat. Madiya sedikit terkejut tapi mengikuti langkah Richard yang terburu-buru. Sebenarnya pria itu akan membawa dirinya ke mana. Sampai akhirnya mereka berada di tempat yang sedikit sepi. Richard menatap kearah Madiya dengan sekilas. "Kamu tidak menghubungi keluargamu dan memberitahu kalau kamu akan menikah?" "Aku rasa tidak perlu. Toh aku juga selama ini sudah tidak tinggal bersama dengan mereka lagi," jawab Madiya. Richard terdiam karena memang tidak tahu masalah tentang wanita itu. Selama ini Madiya juga tidak banyak cerita tentang keluarganya. Lagian sebenarnya itu tidak terlalu penting juga untuk Richard. Namun, ini akan sangat mencurigakan jika ibunya sampai tahu. "Kamu yakin tidak akan memberitahu keluargamu? Ingat hari spesial kamu." "Haha, bagiku ini sama saja. Tidak usah dipikirkan tentang keluargaku. Toh kalau pun aku mengundang mereka, pasti tidak akan mau datang." Jika memang itu keputusan dari Madiya, maka Richard tidak akan kepo dengan urusan pribadinya. "Okeh, aku tidak akan ikut campur tentang keluarga kamu. Namun, kalau sampai kedua orangtuaku tanya, kamu sudah punya jawaban tentang hal tersebut?" Skakmat, Madiya sampai tidak memikirkan tentang hal tersebut. Bagaimana kalau memang benar nanti mereka makan akan curiga terhadap dirinya. "Aku akan menjawab kalau mereka sudah tidak ada. Kecuali ibuku yang tidak tau keberadaannya di mana," ujar Madiya dengan santai. Akan lebih baik jika dia memberikan jawaban seperti itu. Richard tiba-tiba teringat dengan sebuah foto yang tempo hari dia lihat. Apa mungkin memang benar kalau itu adalah doro dari ibunya Madiya. "Foto yang waktu itu, apa dia ibumu?" tanya Richard hanya ingin memastikan sesuatu saja. "Iya, dia adalah foto ibuku. Tetapi aku sama sekali tidak tahu keberadaan dia sekarang ada di mana," gumam Madiya. Richard yang mendengar itu tersenyum dengan penuh arti. Ada sesuatu yang membuat dia merasa nyaman. Artinya dia adalah orang yang selama ini dia cari. BERSAMBUNGSebuah pemakaman, Madiya hanya menabur bunga ditemani oleh Richard yang kini ada dihadapannya. Dia menangis karena merasa kasian di sana. "Semoga setelah ini, kamu akan tenang.""Bagaimana pun dia adalah adikmu," ujar Richard merangkul Madiya sambil ikut menaburkan bunga. Haris terdiam kaku sambil melirik kearah makam tersebut. Dia terus saja bungkam dan tidak mau mengatakan apapun juga. Sampai Robi tiba-tiba datang menghampiri Haris. "Ini ikut menaburkan bunga juga.""Aku tidak menyangka kalau dia sudah tidak ada. Semuanya terasa masih mimpi," ujar Haris. Shela ikut melayat di sini, dia langsung memeluk Ratih dengan erat. "Tante yang sabar yah."Ratih hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia menghapus kembali air matanya dengan cepat. Bisa tidak enak kalau terjadi sesuatu di sini. "Iya gak papa.""Ayo kita pulang."Ratih mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sini setelah prosesi pemakaman sudah selesai. Dia hanya melihat dengan sekilas saja. Richard merangkul
Madiya datang ke rumah sakit bersama dengan ibunya setelah mendengar kamar kalau Sabira kena tusuk Nita. Dia tidak menyangka kalau Sabira akan nekat seperti ini. Ketika mereka berdua sudah sampai di rumah sakit, Madiya langsung menghampiri Haris yang sudah berlumuran darah. "Haris, bagaimana keadaan Sabira?" tanya Ratih. Begitu pun dengan Madiya sekarang, dia sangat khawatir dengan keadaan adiknya sekarang. Dia tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi dengan adiknya. "Dia telah ditangani oleh dokter," jawab Haris. Sampai dan lama kemudian, Richard dagang juga ke rumah sakit setelah dia menyelesaikan misi tentang Roy. Haris menatap kearah Richard dengan sekilas. "Bagaimana dengan Roy, dia sudah ditangkap?""Iya, dia sudah ditangkap oleh pihak kepolisian. Dia akan dikenai pasal pembunuhan karena sudah membunuh Nita."Madiya yang mendengar itu pun menutup mulutnya dengan tidak percaya. "Madiya mati?""Iya," jawab Richard. "Innalilahi," ucap Ratih yang sama terkejutnya dengan hal
Pagi hari yang begitu cerah, Richard masuk ke kantor setelah dia berpamitan dengan istrinya. Dia masih memikirkan tentang orang tersebut. "Aku pamit ke kantor dulu.""Kamu semalam tidur hanya sebentar, udah mau masuk kantor?" tanya Madiya. "Iya, kebetulan ada urusan yang harus aku selesaikan. Kamu tahu kalau orang yang sudah membantu Nita kabur itu juga rekan bisnisku," terang Richard memberitahu istrinya. Madiya yang mendengar itu pun sedikit terkejut dan tidak menyangka sama sekali. "Kok bisa?" tanya Madiya. "Aku baru melacak nomor plat mobilnya, semuanya sudah diatur dengan baik.""Syukurlah kalau begitu. Aku akan mengatur semuanya.""Kalau begitu aku berangkat yah," kata Richard sambil memberikan kecupan di kening istrinya dan mengelus perut anaknya. Sebelum akhirnya dia kembali naik ke dalam mobil. "Iya hati-hati di jalan."Madiya mengatakan itu sambil melambaikan tanganmya, dia melihat suaminya yang kini sudah pergi mengendarai mobilnya. Sampai akhirnya Madiya memutuskan un
Haris menatap kearah Sabira yang tadi memberikan nomor ponselnya dengan mudah begitu saja. Dia harus menanyakan langsung. "Kenapa tadi kamu memberikan nomor ponsel kepada istrinya Pak Roy?" tanya Haris dengan nada yang sedikit penasaran. Apalagi dia yakin kalau istrinya pasti menyembunyikan sesuatu tanpa dia ketahui kebenarannya. Sabira yang memang tengah ada di mobil dan hendak pulang setelah acara pernikahan antara Robi dan Shela selesai. Sebenernya tadi Sabira merasa curiga. "Kenapa diam?" tanya Haris. Sabira langsung mengatakan yang sebenarnya. "Kamu merasa gak sih tadi, istrinya Roy itu sedikit agak aneh.""Maksud kamu, bagaimana?" tanya Haris yang merasa heran. "Gelagat itu loh, mengingatkan aku akan sesuatu, dia terlihat sedikit gugup ketika berjabat tangan denganku dan raut mukanya juga terlihat seperti ketakutan begitu," ujar Sabira. "Iya itu wajar Sabira. Kan kalian baru saja bertemu." Haris mengatakan itu dengan santai. Tetapi Sabira punya pikiran lain karena tadi d
Nita sudah siap dengan yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia berjalan bersama dengan Roy sambil menyalami tangan Shela dan Robi. "Selamat yah atas pernikahan kalian berdua."Shela menjawab dengan ramah karena dia tidak tahu sosok Roy yang sebenernya. Shela mengira kalau memang itu teman dekat suaminya.Roy menatap kearah Robi yang sedari tadi diam saja, dia langsung menepuk pundak pria itu dengan pelan. "Selamat yah bro.""Iya," jawab Robi dengan singkat. Lalu mata Robi melihat kearah wanita yang dibawa oleh Roy barusan. Dia merasa heran sendiri karena melihat wanita yang dibawa oleh Roy sangat sederhana dengan pakaikan yang tidak mencolok sama sekali. Sedangkan Robi tahu kalau selera Roy adalah wanita yang sedikit modis. "Kamu bawa sekertarismu buat datang ke sini?" tebak Robi karena mungkin saja Roy tidak mempunyai pasangan makanya dia membawa wanita itu. Roy menggelengkan kepalanya, lalu dia mendekap wanita yang ada disampingnya itu dengan mesra. Dia hanya ingin memperlakukan
Acara pernikahan antara Robi dan Shela. Madiya sudah siap dengan baju yang memang dia gunakan dengan baik. Kebetulan ini adalah pemberian dari mertuanya. "Mana suamimu, kok belum muncul?" tanya Ratih ketika melihat anaknya hanya datang sendiri. "Richard tadi sedang menerima telepon dari seseorang bun. Dia masih mencari kebenaran Nita yang kabur dari lapas," jawab Madiya. Ratih yang mendengar itu pun sedikit terkejut. "Jadi sampai sekarang Nita belum ditemukan juga?" "Iya bunda, sampai sekarang Nita belum ditemukan sama sekali."Ratih yang mendengar itu pun jadi ikut khawatir. Apalagi dia tahu kalau Nita orang yang nekat, dia bahkan tidak yakin kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Apa Richard sudah berusaha untuk mencarinya?""Iya tentu saja. Dia sudah berusaha untuk mencarinya.""Sampai sekarang belum ditemukan?" tanya Ratih. "Iya Bunda." Madiya hanya menjawab dengan jujur saja. Sampai tak lama kemudian, muncul Richard yang menghampiri dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya