Share

Istri Simpanan CEO Arogan
Istri Simpanan CEO Arogan
Penulis: Maheera

Terjebak

"Selamat datang, Nyonya. Saya tidak tahu kalau Anda pulang hari ini."

Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan Indah, wanita yang menolong Laras.

"Terima kasih. Aku terpaksa memangkas liburan, karena salah satu pelanggan ekslusif menelepon dan mengatakan beberapa pekerja di sini berulah."

"Iya, Nyonya, tapi Anda tenang saja, saya sudah menangani semua." Wanita itu beralih menatap Laras, matanya memindai gadis itu dari kepala hingga kaki, "Dia ....?" tanyanya dengan suara tertahan kepada Indah.

Indah memegang lengan Laras. "Namanya Laras. Mulai hari ini dia akan tinggal bersama kita. Tolong kamu antarkan dia ke kamarnya, beri juga dia pakaian baru dan makanan."

Indah lalu menoleh ke arah Laras yang hanya diam sejak mengikuti Indah. Dia menganggap wanita itu malaikat penolong yang telah membayar semua biaya operasi dan perawatan sang ayah.

"Dia Sumi, kalau kamu butuh apa apa panggil saja dia.  Sekarang aku mau istirahat dulu, kamu ikut dia, ya."Indah tersenyum setelah melihat anggukan gadis tersebut.

Sumi, nama wanita paruh baya itu ikut mengangguk paham. Dia kembali membungkuk ketika Indah berjalan meninggalkan mereka berdua."Mari ikut saya."

Sumi membentangkan tangan kanannya menunjuk ke arah tangga untuk mempersilakan Laras untuk mengikuti langkahnya. Wajah Sumi sangat datar, bahkan tidak terlihat sedikit senyum di rautnya. Apalagi nada suaranya sangat dingin membuat Laras gugup. Wajah wanita itu sama sekali tidak ramah, tampak sinis seolah-olah merendahkan. Apa karena dia terlihat berantakan dan seperti pengemis? Karena itu Sumi  jijik padanya? Begitu prasangka yang memantul mantul di tempurung kepala Laras.

Laras mengikuti langkah Sumi. Mata gadis itu tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat pertama kali masuk ke pekarangan rumah Indah. Sebuah rumah lantai tiga dengan tinggi pagar dua kali tinggi orang dewasa menutupi bagian depan bangunan tersebut. Setelah pagar dibuka oleh seorang laki laki berbadan tegap, baru terlihat seluruh pekarangan dari rumah tersebut. Bangunan yang dicat putih dan memiliki pekarangan yang ditanami rumput yang di pangkas rapi. Dari luar bangunan itu terlihat sangat mewah sekaligus nyaman. Laras berpikir apakah Indah memiliki keluarga yang banyak hingga tinggal di rumah sebesar itu? Akan tetapi, dia tidak berani bertanya karena takut menyinggung perasaan wanita yang telah menolongnya.

Baru penampakan luar saja sudah membuat Laras terkagun kagum, apalagi saat Indah mengajaknya masuk ke dalam rumah. Desain interior yang mewah dan furniture yang terlihat mahal mengisi rumah tersebut.

Langkah Sumi berhenti di lantai tiga. Di sepanjang jalan dari lantai satu dan dua, Laras melihat banyak sekali kamar. Anehnya rumah itu terlihat sangat sepi, seolah olah tidak berpenghuni. Apa rumah ini semacam penginapan, sehingga memiliki banyak kamar? Sekilas gadis itu menghitung setiap lantai memiliki sepuluh kamar, total ada dua puluh kamar bila menggabungkan lantai satu dan dua, sementara di lantai tiga hanya ada empat kamar saja.

"Ini kamar kamu. Di dalam sudah ada kamar mandi dan perlengkapannya. Nanti saya akan antar pakaian dan makanan kamu." Sumi berujar dengan raut datar dan tidak menatapnya, membuat Laras semakin yakin kalau wanita itu tidak menyukainya. Akan tetapi, dia tetap mengucapkan terima kasih sebelum Sumi beranjak pergi.

Sepeninggalan Sumi, Laras masuk dalam kamar. Dia tertegun memperhatikan seluruh ruangan yang dicat dengan nuansa serba putih. Ada satu tempat tidur berukuran besar yang di alasi sprei putih. Satu meja rias juga lemari besar dengan empat pintu yang terbuat dari kayu jati menempel di dinding kamar. Ruangan tersebut juga dilengkapi dengan pendingin ruangan, karena begitu masuk kulit gadis tersebut langsung terasa sejuk. Laras berjalan mendekati jendela besar yang terletak di samping tempat tidur. Tangannya  menyibak tirai putih yang menutupi jendela tersebut, dari sana dia bisa melihat ke arah jalan raya yang sangat padat dengan lalu lalang kendaraan. Gadis itu mengembuskan nafas pelan, mulai hari ini dia berjanji akan bekerja dengan sangat keras agar bisa mengumpulkan uang untuk perawatan ayahnya dan menabung agar bisa memiliki rumah sendiri.

Laras menyudahi lamunannya dan memutuskan masuk ke dalam kamar mandi. Dia tersenyum melihat kamar mandi yang hanya ada di dalam cerita cerita novel fiksi.  Kamar mandi itu sangat luas dan bersih, terdapat sebuah bathup di paling sudut. Tersedia kran untuk air panas dan dingin, juga wastafel dengan kaca yang lebar dan besar sehingga bisa menampilkan wajahnya dengan jelas. Gadis itu bercermin dan meraba mukanya, pantas saja Sumi terlihat tidak menyukainya, dia benar benar tampak kacau. Lingkaran hitam di  bawah kelopok matanya terlihat jelas. Wajahnya kuyu dan pucat, dia seumpana anak kucing sekarat dan buruk karena dicampakkan oleh sang Tuan. Bahkan, dia bisa mencium aroma tubuhnya sendiri yang bercampur dengan lumpur. Laras menanggalkan seluruh kain yang menutup tu-buhnya hingga tampak polos. Dia membuka kran air hangat juga menuangkan sabun cair dalam bathup. Gadis itu mandi sambil menggosok tubuh dengan busa yang tersedia di sana sambil tersenyum.  Rasanya ini adalah pertanda baik untuk kehidupan yang akan datang. Indah sangat baik, pastinya wanita itu juga akan memberikan pekerjaan yang baik pula. Manik mata cokelat terang Laras berbinar terang membayangkan sebentar lagi semua impiannya akan terwujud.

*

"Ini kamu pakai." Sumi menyerahkan gaun terusan bertali sphageti berwarna putih untuk dipakai gadis tersebut. Bagian bawahnya hanya sepanjang setengah paha, terdapat rumbai rumbai halus di bagian bawah mengelilingi pahanya.

"Aku harus pakai ini?" Laras tampak keberatan karena menurutnya pakaian itu terlalu terbuka. Bagian dari pinggul sampai paha transparant, hingga bila dipakai tubuhnya akan terlihat jelas.

"Iya. Ini perintah Nyonya," jawab Sumi dengan nada dingin. Dia juga menunjukkan kain penutup area sensitif untuk Laras.  "Dan ini." Dia mengulurkan pada gadis tersebut.

"Aku tidak bisa memakainya," lirih Laras pelan. Dia matanya bila mengenakan pakaian itu sama saja dia tidak berpakaian.

Sumi mendengkus kesal. "Tidak usah sok suci, bukankah kau datang ke  rumah ini untuk bekerja sebagai pelacur?"

Mata Laras terbelalak, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang amat sangat. "Ti, tidak! Aku memang ingin bekerja, tapi bukan sebagai pela-cur. Ini pasti salah ...."

Sumi menatap gadis itu tajam. Dia mencoba menelisik wajah Laras mencari tahu apakah gadis itu jujur atau tidak.

"Nyonya Indah tidak menceritakan apa pekerjaanmu?" tanya Sumi lagi.

Laras menggeleng pelan, matanya mulai tampak berkaca-kaca. "Aku bertemu Buk Indah di jalan, dia menolong mengantar Ayahku ke rumah sakit. Dia mengatakan akan memberiku pekerjaan dan membayar biaya rumah sakit Ayahku."

Melihat air muka Laras yang memucat, wanita paruh baya itu menghela napas panjang. Sekarang dia mengerti kalau gadis itu sudah diti-pu oleh sang Nyonya.

"Harusnya kau tidak sepolos itu." Suara Sumi berubah lembut. Tadinya dia pikir Laras sama saja dengan gadis-gadis yang datang ke rumah ini. Kebanyakan mereka malas bekerja keras, lalu memilih menjadi pela-cur. Menurut mereka pekerjaannya enak, tidak capek, dan menghasilkan banyak uang, karena itu dia bersikap ketus tadi.

"Lalu bagaimana, Buk? Aku tidak mau jadi pela-cur." Suara Laras terdengar bergetar, air matanya mulai menetes karena rasa takut.

Sumi menggeleng. "Maaf, siapa saja yang sudah masuk ke tempat ini tidak akan bisa keluar tanpa ijin dari Nyonya." Dia berbalik lalu berjalan keluar.

Laras  mengejar wanita paruh baya itu, dia memegang tangannya dan memohon. "Tolong aku, Buk. Aku tidak mau jadi pela-cur." Air matanya semakin banjir di pipi.

"Maaf, saya tidak bisa membantu. Mungkin sudah takdirmu begini."

"Tolong, Buk, tolong saya!" Laras terus memohon, tetapi sia-sia, karena Sumi sudah mengunci pintu kamarnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Indah Wirdianingsih
baru baca mudah2an bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status