Kami tak membawa banyak barang. Jam sembilan pagi, kami telah sampai di bandara. Marni terkagum-kagum melihat bandara yang amat luas karena menjadi pemandangan baru baginya.Beberapa kali dia menutup telinganya saat mendengar suara pesawat yang lepas landas atau pun yang baru mendarat. Dia jadi pusat perhatian orang-orang."Jangan tutup telingamu!" bisikku. Aku mulai risih melihat beberapa orang yang tersenyum geli melihat ke arah Marni."Bunyinya sangat keras, Mas. Memekakkan telinga." Dia menyahut."Namanya di bandara yang begini, tapi jangan ditunjukkan terlalu jelas, kalau kau baru pertama melihatnya. Malu."Aku membawa Marni ke konter Chek-in. Jadwal keberangkatan kami sebentar lagi. Aku sempat cemas, apa Marni akan baik-baik saja nanti? Karena bagi sebagian orang yang baru naik pesawat, mereka akan Ketakutan dan cemas luar biasa."Pesawat mana yang akan kita naiki?" tanya Marni dengan tatapan berbinar, seakan benar-benar tak sabar untuk mencobanya. Mudah-mudahan saja.Aku serasa
POV Anto Wanita itu masih menggulung dirinya di dalam selimut. Setelah membuat kekacauan, aku memaksanya mandi dan menggosok gigi agar bau muntahan tak lagi menguar dari bajunya. Sempat merajuk karena enggan mandi, akhirnya dia menyerah setelah kuancam takkan memberinya makan siang. Oh, Marni. Tak bosan-bosan aku melafazkan namanya dalam hati, setelah menikmati tingkah ajaibnya.Tak bisa dielakkan, kami menjadi pusat perhatian di dalam pesawat, Marni tak hanya muntah satu kali. Dia seakan menjadikan pesawat sebagai tempat pelampiasan mabuknya yang luar biasa. Bahkan ibu-ibu yang risih, mengomel panjang. Dia mengatai Marni kampungan, sedangkan aku tak memiliki tenaga untuk membeli, karena kepalaku ikut pusing dengan tindakan Marni. Setelah lemas karena mabuk, dia lesu dan tidur sejenak.Aku bernafas lega saat sampai di bandara dan bisa menghirup udara segar. Tak lupa mampir dulu ke toilet bandara, mengganti pakaian dan membersihkan sisa kekacauan Marni yang lengket di bajuku.Kami mem
"Om ...." Dia mencicit lagi.Cup! Sebuah kecupan kucuri darinya. Wajahnya semakin memerah."Mas ....""Bagus." Aku tersenyum. "Marni, kami mau mendengarkan aku?"Dia mengangguk, anggukan yang amat pelan, yang membuat laki-laki dewasa sepertiku menjadi gemas. Kuambil tangannya, lalu menautkan jemari kami."Ini yang seharusnya kita lakukan. Kau adalah istriku, aku suamimu, saat kau bertanya bagaimana anak itu tercipta, dia tercipta dengan cinta."Marni masih enggan mengedipkan matanya. Kelengahannya itu kugunakan untuk mendekatkan wajah kami. Aku ingin tau, bibir mungil yang biasanya mengeluarkan kata-kata ajaib dan sering mengatakan kalimat bodoh itu, bagaimana rasanya. Sekali pun aku belum pernah mencobanya. Kudaratkan ciuman kecil, Marni berusaha menolak dan mendorong dadaku, tapi aku takkan membiarkan dia kabur lagi. Kupegang tangannya, sehingga wanita itu berhenti untuk menggeliat."Kau percaya padaku?"Dia mengangguk."Aku takkan menyakitimu. Yang perlu kau lakukan, adalah diam d
POV Anto"Jadi, untuk tiga bulan ke depan, Bapak dan Ibu kurangi dulu aktivitas seksualnya. Karena flek yang keluar bisa jadi berasal dari iritasi mulut rahim. Saat hamil, terjadi lonjakan hormon dan peningkatan aliran darah ke leher rahim atau serviks. Hal ini membuat serviks menjadi sangat sensitif dan lebih mudah teriritasi, sehingga akhirnya mengeluarkan flek. Iritasi ini biasanya muncul setelah aktivitas hubungan suami istri."Marni hanya melongo dengan apa yang disampaikan Dokter kandungan. Mungkin karena dia mendengar istilah baru yang belum didengarnya selama ini. Sedangkan aku? Frustasi. Baru mulai menikmati malah sudah disuruh berhenti. Apa Bu Dokter tak tau bahwa aku baru saja buka puasa setelah menganggur berbulan-bulan. Ya, tentu saja dia tak tau."Saya sudah melarang Mas Anto untuk melakukannya, tapi dia merayu saya, lalu terjadilah hubungan badan."Apa ini? Pengakuan Marni yang sukses membuat Bu Dokter tertawa dan dua perawat tersenyum geli. Pengakuan yang terkesan bod
Selepas Maghrib, kamu kedatangan tamu. Aku mengenal laki-laki yang berusia empat puluhan itu, Pak Joko. Laki-laki yang sama-sama di PHK di tempat kami bekerja dulu, dan sama-sama diterima di tempat yang baru.Pak Joko membawa istrinya ke rumah. Yang kutahu, dia adalah istri mudanya, sedangkan istri pertamanya telah diceraikan saat dia ketahuan selingkuh dengan wanita yang menjadi istrinya yang sekarang.Aku sempat mendengar desas desus itu, saat Pak Joko terpikat dengan gadis ABG yang ditemuinya di sebuah klub malam. Tapi aku tak menyangka, akan bertemu dengan istrinya. Dia masih berusia belasan tahun, akan tetapi berpenampilan seperti wanita dewasa pada umumnya."Ini istriku, Mawar." Pak Joko memperkenalkan istrinya. Mawar yang dari tadi menatap lekat padaku, membuatku risih, apalagi saat berjabat tangan, dia tak kunjung melepaskan. Kutarik tanganku agak keras, untuk menyadarkan istri Pak Joko bahwa kami telah bersalaman terlalu lama."Ini istri saya, Marni." Yang ditunjuk malah asi
POV AntoDi hari pertama bekerja, aku merasa semangat baru membuncah di dalam hatiku. Sebentar lagi aku akan mempunyai teman baru dan suasana baru. Bekerja di perusahaan itu, tak seindah yang orang lihat. Sikut kiri kanan demi mendapatkan perhatian dari si bos dan mendapatkan jabatan, sudah biasa terjadi.Kupandangi tampilan diriku di depan cermin. Sudah rapi, rambut yang diberi gel dan disisir sempurna, baju kemeja lengan panjang dipadukan dengan celana bahan warna hitam. Hari pertama akan memberi kesan pada semua orang yang mengenal kita, jadi kita tak harus memperlihatkan yang terbaik.Marni muncul dari dapur, apron bunga-bunga kecil terpasang di dadanya. Dia tersenyum sambil memamerkan rantang warna biru yang berisi bekal makan siang. Walaupun dia merasa sebagai Marni SMP, dia tetap lihai dalam memasak."Ini, Mas!""Apa lauknya?""Ikan goreng sama sambal terasi."Sejujurnya aku tak suka dengan sambal terasi, bukan dengan rasanya, tapi baunya. Bahkan setelah beberapa kali cuci tan
Hari pertama bekerja, kami disambut dengan acara pembekalan, layaknya karyawan yang baru masuk, kami dibekali dengan berbagai hal. Acara perkenalan berlangsung seru, ada sekitar tiga ratus karyawan baru yang sama masuk denganku.Kulihat jam dinding kantor, sebentar lagi jam kerja usai. Aku rindu rumah, rindu menggoda Marni yang terkesan bodoh tapi menggemaskan.Bus karyawan sudah menunggu kami. Aku melihat Pak Joko yang mengkode diriku agar segera naik dan duduk di sampingnya. Sepertinya pria itu belum puas bercerita."Cukup lelah, ya, Anto. Atau karena aku sudah mulai tua.""Bapak masih muda, belum lima puluh tahun."Pak Joko tersenyum. Dia menepuk pahaku membuat aku agak kaget. "Kau laki-laki yang gagah dan kuat, beruntung Marni mendapatkanmu."Pak Joko tersenyum penuh arti yang bagiku sangat aneh. Aku sangat risih disentuh, bagiku tepukan di paha itu adalah sikap yang tak sopan."Ngomong-ngomong, di hari terakhir pembekalan, kita akan dibawa ke alam terbuka, sekaligus memperkenalk
POV AntoMarni telah tidur sejak jam sembilan yang lalu, dia paling tidak tahan saat melihat kasur. Baru masuk kamar saja sudah menguap.Aku masih geram dengan pengakuan Marni. Apa maksud Mawar mengatakan itu semua pada Marni yang polos dan tak mengerti apa-apa? Apakah dia ingin Marni sepertinya? Yang diperlakukan seperti piala bergilir. Untung saja Marni mengatakannya sehingga aku bisa meluruskan kembali. Ingin kudatangi rumah wanita itu, akan tetapi bertemu dengan Pak Joko membuatku tak nyaman. Benar kata orang, kita tak bisa menyimpulkan seseorang sebelum mengenalnya lebih dekat. Dulu aku menganggap Pak Joko sebagai pria yang sangat perhatian, walaupun beberapa rekan kerja menjauhinya entah dengan alasan apa.Kami baru saja pindah ke sini, tak mudah mendapatkan rumah nyaman yang membuat Marni amat senang tinggal di dalamnya. Mungkin aku yang harus lebih ketat menjaga Marni, misalnya menyruhnya mengunci pintu tanpa menerima satu pun tamu jika aku tidak di rumah.Bunyi bel menggangg