Share

Bab 5

Author: Adny Ummi
last update Last Updated: 2024-01-19 21:46:03

Aku jadi tertawa menyeringai. Lucu sekali anak ini.

"Kan ... kan ... kamu ngejek aku!"

"Astaghfirullahal adziim," ucapku sembari menurunkan kedua sudut bibir. Benar-benar nggak habis pikir dengan perempuan ini. Maunya apa coba? Kok, senengnya cari gara-gara sama suami?

"Aku nggak suka kamu anggap aku kayak anak kecil, tahu!" cetusnya tampak sebal.

"Yang bilang kamu anak kecil siapa, Tasya?" Aku menekan pangkal hidungku sendiri. Sabar ... sabar, Ardian. Aku terus memantrai diri agar tidak terpancing emosi karena sikap wanita ini.

"Huh!" Tasya pun kembali membaringkan tubuhnya dan langsung saja memunggungiku. Aneh banget ni orang. Memang kayak anak kecil kalau kayak begini. Heran!

Aku pun tak mau lagi memperpanjang masalah. Lantas ikut merebah dan kembali menutup mataku dengan bantal.

Klik!

Lampu dipadamkan olehnya.

Kembali aku menghela napas lelah. Tasya ... Tasya ....

***

"Sebenarnya Grandma nggak masalah kalau kalian mau tinggal di sini ataupun di apartemen sana," tutur Grandma setelah mendengar alasan kami kenapa ingin pindah, "tapi yakin kamu bisa mengurus rumah sendirian, Tasya?" Orang tua itu menatap ragu.

Ibu mengulum senyuman, sementara Daddy seperti biasa dengan wajah datarnya.

"Memang apa susahnya ngurus rumah yang kecil? Apartemen Ardian 'kan, pastinya nggak gede kayak rumah ini." Tasya merengut.

"Bukan gitu, Sayang. Kamu 'kan, nggak suka masak dan juga beberes .... Di apartemen 'kan, kalian hanya berdua, nggak ada pembantu," sambung Ibu mertuaku menambahkan.

"Nggak perlu masaklaaah ... beli makanan 'kan, bisa. Soal cuci pakaian bisa ke laundry."

Aku hanya diam mendengarkan mereka berdebat. Sebenarnya aku sendiri tidak terlalu mempermasalahkan walaupun di sini jauh dari kantor. Yang lebih aku pikirkan cuma kenyamanan Tasya. Akan tetapi, justru dia yang sepertinya berkeras ingin pindah. Padahal ia tentu tahu, banyak kenanganku tertinggal di sana. Entah kenapa dia begini.

"Biar saja mereka tinggal berdua di apartemen. Biar Tasya juga belajar jadi istri yang baik. Mandiri, ngurus suami dan ngurus rumah sendiri," timpal Daddy tanpa banyak basa-basi.

"Nah! Bener tu, kata Daddy!" seru Natasya semangat. Ia langsung berdiri dan melenggang menghampiri sang ayah, lalu mencium pipi orang tua itu, kemudian duduk di sebelah Daddy sembari bersandar di bahunya manja.

Aku hanya melirik ke arahnya sebentar.

"Ya, terserah kalian aja kalau gitu." Grandma masih terlihat tidak yakin.

"Ya, sudah. Ibu oke aja," timpal Bu Nay.

Akhirnya semua orang mengizinkan kami untuk pindah. Tasya terlihat begitu semringah di sana. Sebenarnya apa alasan dirinya begitu antusias untuk kami bisa pindah. Entahlah ....

"Halaaah ... Kakak alesan aja itu, Grandma. Pasti maunya biar bebas berdua-duaan dengan Bang Ardian. Mentang-mentang penganten baruuu!" Zack yang tadinya fokus ke televisi pun ikut nimbrung obrolan kami. Sementara adiknya terkikik di sana.

"Sok tahu aja lu, anak kecil!" Tasya melempar sebuah bantal sofa ke arah Zack dan mengenai kepalanya.

"Hahahaaa!" Mikael tertawa terbahak-bahak melihat kakak laki-lakinya tiba-tiba manyun karena terkena lemparan bantal.

***

Akhirnya kami sampai di muka pintu apartemenku. Sambil merogoh dompet dan mengambil kunci, aku berkata kepada Pak Parmin—supir Grandma, "Cukup di sini aja, Pak. Biar saya yang masukin koper-koper ke dalam." Terdapat enam buah koper yang kami bawa. Punyaku cuma satu, punya Tasya, lima. Heran, apa aja yang dibawa, banyak banget.

"Oh, baik, Den ...," sahut Pak Parmin sembari meletakkan koper yang dipegangnya ke lantai. Lantas pria berusia hampir 60 tahun itu pun pamit dan pergi.

"Lama banget, ih. Cepetan buka pintunya!" rutuk Tasya tidak sabar.

"Iya," jawabku sembari memutar anak kunci kemudian membuka pintu apartemen.

Natasya pun langsung melangkahkan kaki melenggang masuk dan langsung mengedarkan pandangan ke dalam ruangan. Sementara itu, aku meraih koper-koper kami lalu membawanya ke dalam satu per satu.

"Loh, kamarnya cuma ada satu?" tanyanya heran.

"Memangnya kamu kira ada berapa kamar di sini?" tanyaku.

"Aaarrgh! Aku kira ada dua kamar di sini!" protesnya.

Aku hanya terkekeh mendengarnya merajuk dan kesal. Aku sudah mengira, ada maksud terselubung dengan permintaannya untuk pindah kemari. Dia pasti ingin kami pisah kamar.

"Jadi, balik lagi nih, ke rumah di desa?" tanyaku lagi mencandainya.

"Iiish ...!" Ia lalu membuka kamar dan masuk ke dalam, lantas duduk di ranjang. Tak lama kemudian bangkit lagi melihat pemandangan di balik jendela di sana.

Apartemen ini sebenarnya cukup luas, tetapi jelas tidak lebih luas dari rumah keluarga Arnold. Kamar ini berukuran empat kali lima meter. Ada dapur kecil juga. Cukuplah untuk kami memulai hidup berdua. Seperti aku dengan Maira-ku dulu. Hmm ... kembali lagi teringat akan istriku yang tiga tahun lalu meninggal dunia.

Aah ... sebenarnya aku kangen banget sama kamu, Mai ....

.

.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 119 (ENDING)

    "Apa maksud omongan kamu tadi, Ya?" tanya Ardian dengan melempar tatapan setajam peluru, "kalian berduaan seperti ini di dalam kamar. Dan Naura, kamu membuka dadamu di hadapan, Arya. Apa pantas?" Lelaki itu menoleh ke arah sang istri."Ba–Bang, akuu ... aku bisa jelasin semuanya." Naura tergagap di tempatnya."Bang, aku dan Naura mau jelasin sesuatu," sela Arya. Ia lalu mencoba mendekati sang kakak.Namun, Ardian segera menjauh, ia mencoba menenangkan diri dengan menjaga jarak. Lelaki itu mendaratkan bobotnya ke atas sofa single yang ada di kamar tersebut. "Oke, jelaskan!" tegasnya.Arya dan Naura saling mencuri pandang satu sama lain. Mereka sungguh merasa salah tingkah di hadapan Ardian saat ini.Karena kedua orang itu masih saja tidak memulai omongan, kembali Ardian menyeru, "Ayo! Katanya mau menjelaskan ke Abang? Ada apa dengan kalian? Kedustaan dan tipuan apa yang sudah dilakukan kepada Abang?" sindirnya. Ia tadi sempat mencerna apa yang Arya bicarakan.Arya dan Naura terlihat ge

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 118

    "Bang, Abang udah di mana?" tanya Arya kepada Ardian."Abang udah nyampe di Banten ini, Ya. Ini lagi dalam perjalanan ke apartemen.""Oh, nggak jadi ke rumah sakit langsung?" "Abang mesti antar Tasya dan Syirisy dulu ke apartemen, Ya. Syirisy tiba-tiba demam, panas badannya. Gimana kabar Papa Lukman? Nanti abis antar mereka, Abang langsung ke rumah sakit!" "Bang ...." Arya menggantung omongannya."Iya?" "Papa Naura ... udah meninggal dunia," lanjut Arya.Deg!Kontan saja Ardian tertegun dan kaku. Lidahnya terasa kelu seketika karena mendengar berita mengejutkan itu."Kenapa, Yah?" tanya Natasya ketika melihat sang suami yang tiba-tiba terdiam begitu saja."Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun," ucap Ardian dengan lirih.Natasya langsung mengernyitkan dahinya. "Papanya Naura meninggal?" tanyanya memastikan.Ardian refleks menganggukkan kepalanya. Natasya beringsut mendekati sang suami. Ia pun meraih telapak tangan Ardian yang bebas dan menggenggamnya erat. Wanita itu sangat menger

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 117

    Natasya lalu bangkit dari tempat tidur dan berdiri tegak menatap dengan sorot mata yang nanar ke arah sang suami. "Kamu dengar apa yang aku katakan, Ar!" serunya tegas. Kelopak mata Tasya terlihat sembab karena menangis semalaman, tetapi sudah tak ada air mata lagi dari sana saat ini.Wanita itu sudah tidak lagi memanggil Ardian dengan sebutan 'ayah' karena sakit hati yang mendera sejak tadi malam."Iya, Ayah dengar. Tapi, kenapa malah kamu yang minta cerai begini, Bun?" Ardian ikut berdiri, kemudian mendekati sang istri hendak meraih tangannya.Natasya menghindar. "Naura sudah mau mundur, karena dia tahu pernikahan poligami ini nggak bakal berhasil. Aku juga berpendapat sama! So, memang harus ada yang mengalah.""Mengalah apa, Bun? Kita di pernikahan poligami ini baru sebentar, 'kan? Belum juga ada setahun," kilah Ardian memprotes apa yang Natasya sampaikan."Ooh, jadi kamu menikmati pernikahan poligami ini, heh?" cibir Natasya, "laki-laki di mana-mana kayak begini ya! Senang ngoleks

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 116

    Ardian berteriak memanggil. Ia langsung bangkit dan kelabakan mengejar Natasya.Arya yang melihat hal itu pun segera mengejar kakak lelakinya.Sampai di lift, Ardian tak sempat masuk ke dalam karena Natasya lekas menutup pintunya."Bang, sudahlah. Biar aja dulu Tasya pulang!" bujuk Arya kepada sang kakak."Natasya mesti paham maksud Abang!" seru Ardian sambil terus menekan tombol lift agar segera terbuka.Tak lama kemudian pintu ruang kecil itu pun terbuka. Lelaki itu segera masuk dan Arya pun turut ke dalamnya.Arya melihat ke arah sang kakak dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin sekali ia mendesak agar Ardian segera menceraikan Naura supaya tidak ada lagi penghalang baginya untuk mendekati kekasih hatinya itu.Sesampai di lantai bawah, lift berdenting, lantas terbuka lebar.Dengan cepat Ardian berlari hendak menuju ke parkiran mobil. Arya berjalan mengekorinya.Akan tetapi, sekali lagi, Ardian terlambat. Natasya sudah membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang area par

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 115

    "Maksud kamu apa, Dek? Kok, tiba-tiba minta cerai?" Ardian menautkan kedua alisnya dan memicingkan mata menatap heran ke arah sang istri muda.Natasya terkesiap. Ia melebarkan bola mata sebab begitu kaget dengan apa yang baru saja dipinta oleh Naura kepada sang suami. 'Beneran ini? Ada apa? Masak cuma gara-gara Ardian sakit dan telat nyamperin, dia langsung minta cerai??' tanyanya dalam hati.Sementara Arya yang sudah mengetahui rencana itu memilih diam dan menunduk. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Naura. Ia bersyukur akhirnya bisa punya kesempatan untuk bersatu dengan sang kekasih hati. Apalagi setelah tahu Arga adalah darah dagingnya sendiri, ia merasa sangat bahagia."A–ku rasa nggak bisa lagi menjalankan pernikahan poligami ini, Bang. Aku nggak sanggup. Lebih baik aku mundur," imbuh Naura tanpa mau melihat wajah Ardian.Ardian menoleh ke arah sang mertua yang seakan membuang muka juga di pembaringannya. Lalu bergiliran ia menoleh ke arah Natasya dan juga Arya. Lelaki itu sea

  • Istri Tajir sang Anak Sopir   Bab 114

    "Ayo, Bun!" seru Ardian kepada Natasya yang ada di belakangnya.Natasya menghela napas lelah. Ia melajukan langkah menyusul sang suami yang sudah berada di lift hotel.Ya, Ardian terbangun pukul setengah 12 malam. Ia baru teringat kalau malam ini dirinya mesti bersama Naura. Ia khawatir kalau Naura kecewa kalau ia tidak datang. Karena jatah Naura berada di kota itu tinggal dua malam saja. Malam ini, dan malam besok. Tentu saja lelaki itu merasa bersalah jika sampai tidak menunaikan kewajibannya. Padahal sudah jauh-jauh Naura berangkat ke kota Pontianak.Sementara Natasya, tadinya ia telah menjelaskan kepada sang suami kalau ia sudah menelepon Naura. Akan tetapi, Ardian yang masih sakit itu tetap berkeras mau mendatangi istri mudanya karena rasa tanggungjawab. Tadinya Natasya marah karena Ardian keras kepala. Namun, akhirnya ia kasihan melihat sang suami yang lemas karena sudah sakit, mesti ditambah pula berdebat dengannya. Akhirnya Natasya mengizinkan sang suami pergi dengan syarat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status