Lea duduk di tepi ranjang sambil menatap test-pack di kedua tangannya. Saat ini tidak ada yang bisa dipikirkannya, kehamilan ini bahkan tidak membuatnya bahagia.
Brak!
Lea terperanjat ketika pintu kamarnya dibuka kencang. Tanpa sadar Lea berdiri dari duduknya lalu melangkah mundur ketika Lius, suaminya, berjalan ke arahnya.
"Lius, sakit, lepaskan aku." Kedua tangan Lea mencengkeram tangan Lius di lehernya. Ia berusaha melepaskan diri, tetapi tenaga Lius di lehernya begitu kuat. Ia hampir kehabisan nafas di buatnya.
"Bukankah ini impian mu?" ucap Lius dengan suara dan napas yang berat. Lalu Lius melempar tubuh Lea ke atas kasur di samping mereka.
Lea terperangah sambil berusaha beranjak, menatap Lius yang berdiri tinggi menjulang di hadapannya.
"Sudah puas kau menikahiku?" Lius memegang rahang Lea dan membuat Lea mendongak untuk menatap dirinya. "Dengan cara licik kau menghalalkan segala cara hingga tega menyakiti kakakmu sendiri. Menjijikan." Lius mendorong wajah Lea.
"Lius, kau salah paham denganku. Aku sama-"
"Salah paham katamu?" potong Lius dan memandang rendah Lea yang kesakitan di hadapannya. "Kau itu suka berpura-pura, ya?"
Namun, sebelum sempat Lea menjawab Lius lebih dulu menarik dirinya, membawa tubuhnya dengan paksa menuju kamar mandi.
__________________
Pagi harinya, Lea terbangun dengan rasa sakit di seluruh wajahnya. Dia membuka mata dan menatap kosong langit-langit kamar. Kejadian tadi malam adalah kejadian terparah yang ia rasakan selama menjadi istri Adelius.
Lea tidak pernah tahu apa yang membuat Lius begitu membencinya dan tidak pernah menganggap Lea sebagai istrinya. Padahal Lea sudah mengorbankan dirinya untuk menikah, namun pengorbanan yang ia lakukan rasanya seperti sia-sia.
"Bersihkan dirimu. Jangan berlagak seperti seseorang yang tengah tersiksa," ucap Lius dengan dingin dan kejam.
Lea menoleh pada Lius dan menatap suaminya nanar. Matanya terasa panas saat teringat apa yang Adelius lakukan padanya semalam.
Lius dengan tega menyiramnya dengan air dingin, lalu setelahnya mengunci dirinya yang basah kuyup di dalam kamar mandi tanpa memberinya satu helai kain untuknya mengeringkan tubuhnya.
"Jelaskan, apa salahku sampai kau tega melakukan ini?" Lea memberanikan dirinya, tanpa menatap suaminya.
Mendengar itu, Lius menghentikan gerakan tangan nya. Berbalik menatap penuh kebencian pada wanita yang menjadi istrinya itu.
"Masih berani pura-pura ternyata. Pelajaran semalam rasanya belum cukup membuatmu jera." tatapan dingin itu membuat Lea mengeratkan genggaman nya pada pada selimut.
"Dengar wanita licik, aku sudah tahu semua kebusukanmu hanya demi berhasil menikah denganku," berbicara penuh dengan penekanan.
"Apa yang aku lakukan? Aku hanya menjadi pengganti kakakku, demi menyelamatkan nama baik keluarga kita."
Lius yang mendengar itu mencengkeram kuat rahang Lea, matanya menatap tak suka wanita di hadapannya kini.
"Jangan bersembunyi dengan kalimatmu itu, dasar wanita busuk!"
Lius menghempaskan Lea hingga membuatnya tanpa sengaja terbentur pada kepala ranjang. Lea mengaduh lirih sembari memegangi belakang kepalanya.
Lius membelakanginya," Aku sudah tahu semuanya, semua hal jahat yang telah kau lakukan pada kakakmu di belakangku!"
"Kau yang menyuruh orang-orang untuk menyekap nya, membuat semua orang panik mengira dia kabur dari pernikahan nya. Lalu dengan begitu kau bisa duduk di kursi pelaminan kakak mu itu tanpa takut di salahkan." Lea menggelengkan kepalanya dengan keras, sama sekali tak pernah melakukan apa yang dituduhkan oleh suaminya.
Namun, belum sempat ia menjelaskan, dering ponsel Adelius lebih dulu mencuri perhatian. Setelah menerima panggilan, Lea bisa melihat raut wajah suaminya itu langsung berubah panik, membuat Lea mengerutkan dahinya.
"Saya akan segera kesana, jaga dia baik-baik dan jangan sampai melakukan hal yang membahayakan-"
"-Ah, dan satu lagi. Jangan tinggalkan Lisa sendirian, aku takut dia melakukan hal itu lagi," ucapnya sebelum benar-benar mengakhiri panggilan nya.
"Kak Lisa? Apa kakakku sudah kembali?"
Lius menatap tak suka Lea dengan pertanyaan yang baru saja di lontarkannya.
Lius tak menjawab pertanyaan Lea dan langsung pergi meniggalkan Lea dengan tanda tanya besar. Jika Lisa ada di sini maka Lea harus menemui Lisa dan menuntut semua penjelasan dari kakaknya itu.
Lea langsung turun dari ranjangnya dan bergegas secepat mungkin. Tidak memerdulikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Lea harus mengetahui keberadaan Lisa.
Maka itu sekarang Lea sudah berada di rumah sakit setelah membututi kepergian Lius. Di rumah sakit, Lea terus mengekori kemana Lius pergi hingga ia memasuki kamar rawat. Lea berdiri di depan pintu kamar rawat dan menutup mulutnya ketika melihat suaminya tengah mencium kakaknya dengan mesra.
Lea bisa melihat bagaimana perhatiannya Lius pada Lisa, hal yang tak pernah ia dapatkan di dalam pernikahannya. Hatinya terasa begitu sakit melihat semua itu, hingga Lisa membuka percakapan yang membuat Lea mengerutkan dahi.
"Jangan menyalahkan adikku, aku rela mengalah demi kebahagiannya," ucap Lisa dengan begitu sendu.
Lea semakin tak mengerti dengan keadaan saat ini, kenapa bisa kakaknya berucap seperti itu di depan suaminya?
"Berani sekali kamu menampakkan wajah di sini," teriak Lasmi begitu mengejutkan Lea yang tengah tertegun di depan pintu.
Bahkan Adelius juga Lisa pun ikut terkejut dengan kehadiran Lea juga Lasmi di depan ruang rawat Lisa.
Plak.
"Mama," lirih Lea memegangi pipinya yang terasa panas itu.
"Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu, anakku hanya Lisa. Bukan wanita menjijikkan yang tega mencurangi kakaknya sendiri."
Lea menangis mendengar ucapan ibunya, ia hanya mampu menggelengkan kepalanya mendengar tuduhan demi tuduhan yang diberikan padanya hari ini.
"Ma, aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menuruti permintaan Mama dan Papa waktu itu."
"Jadi kamu menyalahkan kami atas apa yang kamu lakukan di belakang kami? Begitu?"
Plak!
Semakin terasa panas pipi Lea saat ini, bahkan sudut bibirnya pun sudah robek akibat dua tamparan keras itu.
"Papa." Lea menatap nanar pria paruh baya di hadapannya.
"Apa salah kakakmu sampai kamu tega menyekapnya dan menyuruh orang untuk menodainya? Licik sekali pikiranmu itu," seru Wardi penuh rasa marah.
"Aku tidak melakukan apa pun yang kalian tuduhkan padaku, aku bahkan tak tahu apa pun dengan hilangnya kakakku."
"Pa,Ma cukup, jangan menyalahkan Lea lagi."
Lasmi langsung berbalik dan melangkah masuk mendekati Lisa. Ia memeluk putrinya, wajahnya tampak terluka dengan apa yang terjadi pada putrinya itu.
"Bahkan dengan semua yang sudah kamu lakukan, kakakmu masih melindungimu. Tidak kah kamu malu dengan itu?"
Wardi benar-benar tak habis pikir dengan putri keduanya itu, ia sudah malas jika harus terus berdekatan dengan Lea dan berurusan dengannya. Ia memilih masuk dan bergabung dengan istri juga putri sulungnya.
Lea berdiri mematung di depan pintu, seorang diri menatap gambaran keluarga bahagia di depan nya. Persis seperti keluarga yang di impikan nya, ada suami juga orang tua yang selalu menyayanginya.
Namun, Lea hanya bisa menangis meratapi nasibnya.
"Kenapa masih diam di sini? Kau ingin mati?"
"Kenapa masih diam di sini? Kau ingin mati?"Kata-kata itu terus terngiang di telinga Lea, air matanya bahkan tak bisa ia bendung hingga mengalir deras dengan sendirinya.Bagaimana bisa Adelius mengatakan hal sekejam itu padanya dan lebih memilih berdiri di samping perempuan lain dari pada istrinya sendiri?Kekesalan suaminya dan sikap penolakan orang tuanya membuat Lea merasa seorang diri hidup di dunia ini. Tidak ada lagi tempat untuknya berlindung.Namun, Lea harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Maka itu ia akan menunggu di taman rumah sakit hingga semua orang pergi dari kamar rawat Lisa dan menuntut penjelasan dari Lisa.Ia tak peduli jika masih ada ibunya di sana.Hingga siang hari Lea akhrinya menemukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Lisa. Ketika Lea baru mencapai pintu rawat Lisa, Lea mendengar ibunya berbicara dengan Lisa.Lea terkejut mendengar percakapan antara ibunya dengan Lisa.Ternyata semua yang te
Lio sempat merasakan pergerakan dari jemari Lea yang berada di genggaman nya, ia sempat terkejut namun detik kemudian bernafas lega."Beristirahatlah, aku akan menjagamu mulai sekarang."Tak bisa berlama-lama membuat Lio memutuskan untuk segera meninggalkan ruang rawat Lea, ia tak ingin adik kembarnya tiba-tiba datang dan melihatnya.Sebelum ia meninggalkan rumah sakit, Lio sudah memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengawasi Lea dari kejauhan. Ia tak bisa langsung berada untuk melindungi Lea, tidak untuk saat ini.Dengan perasaan leganya, Lio benar-benar meninggalkan rumah sakit dan kembali ke negara nya hari itu juga. Belum saat nya untuk Lio berada satu tempat dengan Lea, karena itu akan membahayakan keselamatan Lea juga bayi yang saat ini di kandungnya."Saya pergi, terus awasi mereka dan pastikan dia selalu baik-baik saja."Begitulah titah Lio sebelum benar-benar meninggalkan negara dimana Lea berada.Sedang di
Belum usai tentang kehamilan Lea, kini Lius harus dipusingkan dengan kehamilan Lisa kekasihnya. Ia semakin murka dengan Lea, lantaran masih mengira jika semua ini adalah ulah dari istrinya itu. "Sekali lagi ku tanya, anak siapa yang sedang kau kandung!" teriaknya. Namun Lea tetap diam tidak menanggapi suaminya, hanya air mata yang saat ini bisa mewakili kesakitan atas dirinya. Terdengar Lius menghela nafas frustasinya, sembari bekacak pinggang ia mengatakan fakta tentang kehamilan Lisa kakaknya. Dengan perlahan Lea bergerak bersandar pada kepala ranjang, menatap Lius yang tengah tajam menatapnya "Lisa hamil." Ulangnya sembari menatap wajah tenang istrinya. Hanya itu yang di ucapkan Lius, namun matanya terus tajam menatap pada Lea. "Lalu?" sahutnya yang tak ingin mengambil pusing berita mengejutkan itu. "Lalu katamu? Haha, santai sekali jawabanmu itu!" teriak Lius menunjuk Lea. “Apa kau lupa siapa yang menyebabkan semua kekacauan ini? Apa kau amnesia hingga dengan santainya me
Lisa yang mendengar pertengkaran Lius dengan Lea tersenyum penuh kemenangan, ia menghapus jejak air matanya dengan senyum smirk di wajahnya. Tak hanya itu saja, ia bahkan merasa bangga karena berhasil mempengaruhi Lius dengan fitnah yang di sebarnya. “Bagaimana, Ma?” “Sempurna, kamu memang putri mama terbaik.” Memberikan pelukan pada putri tersayangnya itu. Keduanya merasa menjadi pemenang atas masalah yang sedang di hadapinya, sedang Lea ia jadikan kambing hitam untuk semua akar masalah dari mereka. “Mama yakin, saat ini Lius tengah menghajarnya dengan begitu murka. Bayangan kamu disiksa akan membuat Lius terbakar dengan emosinya.” “Benar, dan aku harap bayi dalam kandungan perempuan busuk itu mati di tangan papa nya sendiri.” Mereka pun tertawa bersama untuk semua penderitaan yang akan Lea hadapi. Lea merasakan kebas pada pipi sebelah kanannya, Lius menamparnya dengan cukup keras. Tak cukup hanya itu, bahkan hinaan dari mulut suaminya itu begitu menyakiti dan menginjak-injak
“Kau bisa tetap menjadi istri ku, tapi ada syaratnya.” “Sebutkan.” Tantang Lea. Lius menyeringai untuk kesekian kalinya. “Gugurkan bayi ini.” Lea terdiam, ia terpaku mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh suaminya. Bagaimana bisa Lius meminta dirinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri? “Mudah bukan?” menjauhkan wajahnya dari telinga Lea. Lea hanya diam, matanya menatap tak percaya sosok laki-laki di depannya kini. Lius menyunggingkan senyumnya, senyum merehkan istri yang berada di hadapannya. “Bahkan binatang buas sekalipun, mereka tak akan pernah melukai anak-anaknya. Lalu bagaimana bisa seorang ayah meminta anaknya untuk dimusnahkan?” “Kau menyamakan aku dengan binatang?” menunjuk dirinya sendiri. “Tidak, sama sekali tidak. Karena binatang jauh lebih baik daripada kau, Adelius Dharmendra yang terhormat."”tegasnya. Tak terima dengan penghinaan itu, Lius mengangkat tangannya hendak melayangkan tamparan untuk keseian kalinya. Beruntung pak Erik datang dan segera me
“Tunggu dia membunuh bayi itu!”Lio tercengang mendengar penuturan saudarinya, bagaimana bisa mengharapkan kematian bayi yang sama sekali tak berdosa itu?“Apa maksudmu dengan berkata begitu, Rania?”Yap, seseorang yang saat ini sedang bersama dengan Adelio adalah Rania saudarinya. Rania mendatangi adiknya setelah menerima kabar tentang rencana yang telah di susun oleh Lio.Merasa tak benar dengan situasinya itu, Rania berusaha untuk menjadi penengah antara kedua adiknya. Namun setelah mendengar semua cerita yang tak diketahuinya, Rania memutuskan untuk membantu Lio.“Tenangkan dulu dirimu, jangan terlalu menonjolkan emosimu itu. “ kesal Rania pada adiknya.Lio menghempaskan dirinya dengan begitu kasar di sebalah Rania, ia mendengus kesal mendengar komentar pedas dari saudarinya.“Lalu apa maksudmu berkata begitu?” malasnya.Rania yang kesal menoyor kepala adiknya.“Saat ini Lius tengah berada di dalam pengaruh Lisa, kakak yakin jika apa yang terjadi saat ini juga campur tangan wanita
Pagi-pagi sekali, Lius berjalan perlahan masuk ke dalam ruang rawat Lea. Ia menatap diam Lea yang sedang tidur meringkuk memeluk perutnya.“Apa aku melakukan kesalahan?” batin Lius mulai bimbang.Ia berjalan masuk, duduk terdiam memandang Lea dari sofa tempatnya. Ada rasa damai saat memandang wajah lelap istrinya, namun ada rasa marah yang juga terselip dalam hatinya.Entah apa yang membuat Lius merasa marah, karena tuduhannya terhadap Lea atau justru ada penyebab lainnya.“Kenapa aku merasa bimbang melihatnya, kenapa dengan aku ini. “ batinnya begitu frustasi.Lius menghela nafasnya dengan kasar, menengadahkan kepalanya dan menutup mata dengan sebelah tangannya.Hari semakin siang, tepat pukul 10.00 pagi seorang dokter masuk dan mendekati Lea yang ternyata masih terlelap dalam tidurnya.“Bagaimana?” Tanya Dokter pada suster yang menemaninya.“Tensi darahnya sudah normal,
Sepanjang perjalanan pulang Lea hanya diam, menatap luar gedung-gedung tingkat yang di lewatinya. Perlakuan Lius hari ini benar-benar sudah keterlaluan, ia hampir saja melukai bayi dalam kandungannya.“Nyonya, kita sudah sampai.” Ucap supir yang menjemputnya.Lea tersadar dari lamunannya, ia segera turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih. Ia disambut oleh pak Erik yang sudah ada di depan rumah.“Selamat datang kembali, Nyonya.”“Pak Erik, kenapa ada disini?”“Karena Mommy yang memintanya.”Lea mengenali suara itu, air matanya mulai menganak di pelupuk matanya. Sosok wanita yang begitu elegant tengan berdiri di depannya, aura dinginnya begitu mendominasi hingga ia pun merasakan sesak dengan keringat dingin membasahi keningnya.Wanita itu mulai berjalan mendekat, membuat Lea semakin memundurkan setiap langkahnya.“Kenapa menghindar? Apa kau takut dengan Mommy mu ini?