“Kau bisa tetap menjadi istri ku, tapi ada syaratnya.”
“Sebutkan.” Tantang Lea.
Lius menyeringai untuk kesekian kalinya.
“Gugurkan bayi ini.”
Lea terdiam, ia terpaku mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh suaminya. Bagaimana bisa Lius meminta dirinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri?
“Mudah bukan?” menjauhkan wajahnya dari telinga Lea.
Lea hanya diam, matanya menatap tak percaya sosok laki-laki di depannya kini. Lius menyunggingkan senyumnya, senyum merehkan istri yang berada di hadapannya.
“Bahkan binatang buas sekalipun, mereka tak akan pernah melukai anak-anaknya. Lalu bagaimana bisa seorang ayah meminta anaknya untuk dimusnahkan?”
“Kau menyamakan aku dengan binatang?” menunjuk dirinya sendiri.
“Tidak, sama sekali tidak. Karena binatang jauh lebih baik daripada kau, Adelius Dharmendra yang terhormat."”tegasnya.
Tak terima dengan penghinaan itu, Lius mengangkat tangannya hendak melayangkan tamparan untuk keseian kalinya. Beruntung pak Erik datang dan segera membawa Lius keluar dari ruang rawat Lea.
“Lepas, lepaskan aku!” berontaknya.
Pak Erik tak perduli, ia terus menarik Lius menjauh dari Lea saat ini. Bagaimanapun dirinya baru tahu jika ada calon penerus keluarga Dharmendra, dan ia harus melindunginya.
“Kau memihaknya pak Erik? Lepaskan!”
“Saya mohon tenangkan diri anda, Tuan.”
Lius mendorong tubuh pak Erik hingga menjauh darinya, menarik nafas dalam-dalam ia mencoba menenangkan dirinya.
Huft..
Huft..
Huft..
“Sebaiknya urungkan niat anda, bagaimanapun juga nona Azalea tengah mengandung anak anda.”
Tak terima dengan pernyataan itu, Lius mencengkeram kerah baju pengacaranya.
“Aku tidak sudi harus hidup dengan wanita yang suka menjajakan tubuhnya pada banyak pria.”
“Apa anda punya bukti untuk pernyataan barusan, Tuan? Kalau tidak, ini bisa jadi pencamaran nama baik seseorang.”
“Tidak perlu bukti lagi. Selama pernikahan aku sama sekali tak pernah menyentuhnya, lalu bagaimana bisa dia sekarang hamil anakku?”
“Apa kau pikir sperma ku punya sayap yang bisa terbang masuk kedalam sel telur milik perempuan murahan itu?” lanjutnya.
Pak Erik terdiam, ia memikirkan kembali apa yang baru saja di dengarnya. Kalau memang benar semua seperti yang Lius ceritakan, maka keluarga Dharmendara sedang dalam bahaya.
“Segera urus percaraian kami, tapi ingat jangan sampai papa sama mama tahu.” Ancam Lius.
__________________________
Lea terus memikirkan ucapan suaminya itu, membunuh anaknya demi hidup bersama suaminya. Bukankah itu sesuatu yang sangat egois?
“Bagaimana aku bisa keluar dari ini semua?”
“Aku harus bisa melindungi anakku ini, bagaimana pun juga bayi ini tak bersalah.”
Lea menatap pintu ruangan yang masih tertutup rapat. Terbesit niat untuk dirinya pergi jauh saat itu juga.
Namun baru saja ia menurunkan satu kakinya, perutnya kembali terasa begitu kram hingga ia mengurungkan kembali niatnya.
Dalam diamnya, Lea terus berdoa untuk keselamatan kandungan juga dirinya. Ia merasa masih harus bertahan demi calon buah hatinya agar memiliki keluarga yang utuh dan bahagia.
Pintu perlahan terbuka, muncullah sosok paruh baya dari sana.
“Pak Erik?”
Yang di sapa pak Erika hanya membungkukkan badannya ke arah Azalea, menghindari kontak mata dengan istri dari tuan mudanya.
“Maafkan saya, Nona.” Masih dengan membungkukkan badannya.
“Untuk apa, Pak? Anda sama sekali tak menyinggung saya.” Ucap Lea.
Pak Erik benar-benar menyesal tak bisa menjaga Azalea seperti yang seseorang pinta padanya. Permintaan ynag sangat sulit untuk di tolaknya.
“Ijinkan saya bertanya, Nona.” Cicitnya begitu takut. Ia melirik sekilah Lea yang tengah menatapnya juga.
“Apa, apa anak dalam kandunga itu benar-benar keturunan keluarga Dharmendra?” tunjuknya pada Lea.
“Hahaha, lucu sekali kalian semua ini. Kalian terus bertanya bukan siapa bapak kandungnya, sedang kalian sendiri bisa menyimpullkan jelas tentang itu.” Panjang lebarnya.
“Anda bisa membawakan kami bukti untuk kandungan itu, jika memang tuan Adelius bersalah saya sendiri yang akan menyeretnya kepada anda.”
“Keluar,” lirihnya.
“Nona,” panggil pak Erik.
“Keluar saya bilang, tinggalkan kamar ini!” teriaknya.
_____________
Adelio yang mendengar kabar tentang gugatan cerai adiknya merasa begitu senang, rasanya ingin sekali ia terbang kembali ke negaranya malam ini juga.
Seseorang ikut tersenyum saat menatap manisnya senyum Adelio yang tak pernah di tunjukkan pada khalayak umum.
“Lo yang ambil ini keputusan, jangan menyesal untuk semua yang akan terjadi nantinya.” Gumam Lio.
“ Gue sendiri yang akan bikin loe nangis darah karena sudah melepaskan wanita sebaik Azalea.” Gumamnya menyeringai.
Adelio meletakkan kembali gelas wine miliknya, menatap kosong pada langit-langit kamar yang menjadi saksi bisu rasa bahagiannya.
Ia terus tersenyum , menghiasi wajah tampannya itu dengan senyuman yang tak pernah luntur.
“Menurutmu apa aku harus kembali sekarang?”
“No, tidak untuk sekarang. Tunggu sampai si bodoh itu benar-benar menjadi bodoh.”
Adelio nampak berfikir keras, dahinya berkerut seakan ada beban besar yang tengah di pikulnya.
“Apa maksudnya?”
“Tunggu dia membunuh bayi itu!”
Sony geram dengan wajah berani Jo terhadapnya, ia pun marah dan terjadilah pertarungan disana.Dengan menahan sakit, Jo terus melawan. Juli tak terima melihat putranya hampir kalah, ia pun segera mendekati Divya dan mengancam Jo disana.“Berani kau memukul putraku, maka gadis ini akan aku pukul balik.”Divya hanya bisa menangis, menjerit bahkan memohon saat melihat Jo habis babak belur di tangan Sony. Belum lagi luka di perutnya kembali terbuka dan mengeluarkan banyak darah.Jo sudah tak sanggup, ia jatuh dan hilang kesadaran.Divya yang panik mendorong Juli dan berlari kepada JO.“Kalian biadab, binatang kalian semua.” Makinya.Divya memeluk tubuh Jo kedalam pelukannya, gadis itu menangis tersedu-sedu memohon pada Jo untuk kembali membuka mata.Sony sangat puas, ia pun meninggalkan ruangan dengan tawa senang diikuti Juli di belakang.Tak ada ranjang yang layak, semua tempat nampak kumuh tak terawat. Hanya ada ranjang usang yang kemarin digunakannya.Dengan susah payah Divya menarik tu
Namun tekat bulat Jo membuat laki-laki itu segera kabur dan mengabaikan teriakan Brian.Brian panik, kondisi Jo masih belum pulih. Belum lagi lukanya baru saja kembali dijahit, Brian benar-benar dibuat sangat panik.“Kamu coba kejar dia, papa akan kembali ke atas dan memberitahu semuanya.”Mengangguk, Brian segera menyusul dengan menggunakan mobilnya.Di dalam taxi, Jo mencoba melacak keberadaan Divya dari ponsel pintarnya. Namun sayang sejak tadi tak kunjung dia menemukan titik lokasi keberadaan Divya.“Permisi, Tuan. Tujuan kita kemana ya?” tanya supir taxi.“Jalan XX depan bangunan kosong.”Taxi melaju dengan kencang membelah kemacetan, namun fokus Jo masih dengan ponsel di tangannya.Setibanya disana, Jo berjalan menyusuri jalan sepi tanpa penghuni.“Kenapa titik lokasinya ada disini? daerah ini bukankah sudah tidak berpenghuni?” gumam Jo.Sepanjang jalan kakinya
Semua tengah bersantai, berkumpul bersama walau di rumah sakit tempatnya.Lio sengaja meluangkan waktu demi memberi perhatian lebih pada Jo yang sedang terluka. Bagi Lio, Jo sudah seperti anak juga baginya.Lio memesan banyak makanan juga cemilan, ia tak ingin keluarganya kelaparan atau kekurangan makanan.“Adek, jangan diisengin dong Jo nya.” Dengan lembut menegur sang putri.Divya hanya cengengesan saat mendengar sang ayah menegur tingkahnya. Ia pun kembali menyuapi Jo dengan buah anggur di tangannya.Brian fokus dengan laptopnya, sedang Daniel sibuk bermesraan dengan Luna tanpa melihat tempat mereka berada.“Bucin terus, nggak lihat-lihat tempat.”“Dih, sirik aja. Makanya punya pacar,” ejek Daniel.Tiba-tiba saja Divya bangkit dari tempat, berjalan keluar meninggalkan ruang rawat.“Adek, mau kemana?”“Sebentar, Pah. Nggak lama,” serunya sebelum benar-b
Pagi yang begitu cerah, semua orang tengah bersiap untuk menjengur Jo di rumah sakit.Tak lupa Lea juga membawa banyak masakan untuk anak-anak yang sejak semalam menginap disana.“Pakaian untuk mereka sudah siap?”“Sudah, Mom.”Sekar sudah tak sabar mengunjungi Jo disana, ia juga merindukan cucu-cucunya yang sejak semalam tak pulang.Mengendarai dua mobil, mereka melesat menuju rumah sakit.Tiba disana, semua orang dibuat tercengang dengan keadaan di dalam.“Astaga, ini kenapa begini?” seru Rania melihat putra juga keponakannya tengah berlutut dengan memegang kedua telinganya.“Bangun, “ titah Lio pada keduanya.Luna hanya diam, gadis itu tersenyum sembari meletakkan buah yang sedari tadi dipangkunya.“Ada apa? Kenapa panas sekali suasananya?” tanya Sekar pada Luna.“Mereka berdua bikin lukanya Jo kembali terbuka dan harus kembali di jahit, O
Lea berhasil menenangkan suaminya, di dalam pelukan wanita itu Lio terlelap dengan begitu damai.Lea terus membelai rambut Lio, dengan penuh kasih dan sayang ia mengecup kening laki-lakinya.“Maaf jika diamku membuatmu hancur dan seakan dibohongi. Aku sama sekali tidak bermaksud begitu, ayah yang mengingikan semua ini dan bukan aku.” Gumamnya dengan berlinang air mata.Kembali mengingat kejadian lampau itu membuat luka yang masih belum kering kembali basah.Menatap jam dinding, Lea tersadar jika ini hampir tengah malam.Sejak tadi ia tak mendengar suara anak-anak, ia pun juga belum turun untuk melihat mereka semua.“Kemana lagi anak-anak?”Deg, ia pun ingat tentang keadaan Jo saat ini. Dengan cepat ia berusaha menghubungi Brian sang putra.Tak menunggu lama, Brian segera menerima panggilan ibunya.Dengan nada yang sangat cemas, Lea menanyakan tentang keadaan Jo saat ini. Wanita itu benar-benar men
Divya sama sekali tak meninggalkan kekasihnya barang sedikitpun, semenjak tahu kejadian sebenarnya ia menolak meninggalkan sang kekasih lama-lama.Bagi Divya, ia harus memastikan sendiri keselamatan laki-lakinya.Memang belum secara resmi mereka bersama, namun keadaan saat ini sudah membuat kebahagiaan tersendiri bagi dua anak manusia itu.“Sayang, kamu istirahat ya. Dari tadi kamu udah ngurusin aku,” ucap Jo.“Aku akan istirahat, tapi tidak sekarang. Masih ada yang harus aku kerjakan.”“Apa?”Namun Divya tak menjawab, ia terlihat sibuk dengan gawai pipih yang tengah di genggamnya.Jo sebenarnya tahu apa yang saat ini tengah di lakukan kekasih kecilnya, ia tahu apa yang menjadi tujuan dari perbuatan Divya saat ini.Ia tak ingin melarangnya, ia tak ingin kemarahan Divya tak tersalurkan. Namun dibalik itu semua, ia tetap memantau dan mengendalikan perbuatan dari kekasihnya.“Aku ti