Share

Bab 2

Author: Ipak Munthe
last update Huling Na-update: 2023-11-25 23:55:23

Mendengar itu, Moza sontak berbalik. "Papi?" paniknya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Moza?" tanya Dimas.

"A--aku," ucap Moza sembari memikirkan kebohongan pada ayahnya ini.

Tak mungkin, ia bilang bahwa dirinya baru saja menyakiti perempuan yang dinikahi sang papi, kan?

Bisa-bisa, Dimas akan berpikir dirinya begitu kejam.

"Aku hanya ingin menyapa 'ibu' baruku," lanjutnya pada akhirnya, "tapi, dia tak sengaja terpleset."

Ada keheningan di sana.

Namun, Dimas akhirnya mengangguk, menerima alasan sang putri.

Melihat itu, kekhawatiran Moza sirna.

Dia pun menyembunyikan senyumnya. "Kalau gitu, Moza pergi dulu, ya, Pi," ucapnya berlalu.

Namun sebelum benar-benar pergi, ia mendekati sahabat yang sudah jadi istrinya ayah itu sebentar. "Adinda, kupastikan mulai hari ini kehidupanmu akan seperti di neraka karena tetap memilih jadi istri ayahku!" desisnya pelan--meninggalkan Adinda yang menahan gemetar di tubuhnya.

‘Apakah ini benar-benar Moza yang dulu menjadi sahabat baiknya?’ batin Adinda pedih.

Perasaan dan juga tubuhnya benar-benar sakit.

Hanya saja, Adinda tak bisa melakukan apapun, selain memikirkan persahabatannya yang hancur saat ini.

“Demi uang, kamu rela membuat dirimu serendah ini?" Suara berat sang suami tiba-tiba menyadarkan Adinda dari lamunannya.

"Tu-tuan Dimas?” ucapnya sembari memperhatikan pria itu.

Seketika, Adinda sadar bahwa Dimas begitu tinggi dengan tubuh tegap dan bahu yang lebar.

Tatapan matanya juga tajam, seolah siap mencabik-cabik mangsanya.

"Puas melihatku?" ucap Dimas mendadak.

Jarak keduanya mendadak begitu dekat, hingga Adinda menahan napas.

"Saya tahu bagi wanita miskin sepertimu, harga diri tidak begitu penting." 

"Hanya saja, mengapa kamu rela menikahi pria yang jauh lebih tua darimu?" cecar pria tampan itu lagi, "bahkan ayah temanmu sendiri."

Jantung Adinda mencelos.

Meski sakit hati, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan pria yang angkuh ini, senyuman yang diberikannya pun ia buat dengan terpaksa.

"Saya, memang orang miskin, Tuan Dimas yang terhormat. Tapi, tidak ada hak anda untuk menghina saya!" tegas Adinda.

Sejak kecil, perempuan itu dibesarkan begitu keras oleh sang Ayah angkat.

Ia tidak melawan Kinara karena utang budi dan rasa hormat pada wanita itu.

Bahkan, dengan kebaikan serta pertolongan yang selalu diberikan Moza kepada Adinda, tidak membuatnya kehilangan rasa terima kasih.

Namun, untuk Dimas? Tidak ada alasan sama sekali untuk dirinya takut!

Bukankah kedudukan suami istri setara di dalam pernikahan?

Di sisi lain, senyum miring tersungging di wajah Dimas. "Ternyata, kau punya nyali juga, ya" ejek pria tampan itu.

"Anda dan saya, sama-sama manusia, kecuali Anda hewan buas yang memiliki empat kaki. Mungkin, saya takut," papar Adinda tenang.

"Kau!" Dimas naik pitam. "Berani sekali, kau menyamakanku dengan hewan!"

Adinda menggeleng cepat. "Tidak. Aku tidak berkata demikian. Justru, Anda yang mengatakannya barusan," jawabnya menahan senyum.

"Kau benar-benar wanita tidak tahu bagaimana caranya sopan santun! Bagaimana bisa Ibuku memintaku untuk menikahi wanita sepertimu!"

"Biasanya, seorang Ibu melakukan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Mungkin, Ibu menganggapku adalah wanita yang baik," jawab Adinda lagi.

"Lancang sekali, Kau!”

Dikuasai emosi, Dimas tanpa sadar mengangkat tangannya.

Dia sendiri terkejut dan tak menyangka akan melawan perempuan.

Dengan cepat, tangan pria itu ditangkapnya sebelum mendarat di pipi Adinda.

Untungnya, Adinda belajar bela diri sejak kecil.

Kini keduanya pun saling menatap dengan tajam.

"Jangan pernah kasar padaku karena aku juga bisa lebih kasar padamu!" tegas Adinda.

Dimas sontak mengendalikan diri. Dihempaskan tangan Adinda, lalu berkata, "Kau berani mengancamku?"

"Apa perlu aku menjawabnya lagi?" tantang Adinda balik, "pernikahan kita memang dadakan, tapi yang terpaksa bukan hanya Anda. Saya juga!”

“Jadi, jaga sikap Anda, Tuan Dimas terhormat!"

Mendengar itu, pria 37 tahun itu menahan keterkejutannya lagi.

Dimas tak menyangka jika Adinda tidak selemah yang dipikirkannya.

Wanita ini mampu mengimbangi dirinya.

Dimas sontak tersenyum miring. "Luar biasa! Baru kau wanita yang berani berbicara lancang padaku!" ejeknya.

Namun, Adinda tetap tenang. "Terima kasih, Tuan sudah mengakui kehebatanku,” ucapnya seolah ucapan Dimas adalah pujian.

"Ck! Kau benar-benar menguji kesabaranku!" Dimas pun menarik lengan Adinda dan melemparkannya pada ranjang.

Sayangnya, Adinda malah tertawa sinis.

Dia merasa lucu karena seorang pria seperti Dimas ternyata bisa melakukan kekerasan pada wanita.

Seingatnya, Moza selalu membicarakan sang ayah sebagai pria gentleman. Apakah sahabatnya itu salah mengira?

Sementara itu, Dimas tampak heran dengan reaksi yang ditujukan oleh Adinda.

"Apa wanita ini sudah gila?" gumamnya tanpa sadar.

Mendengar itu, Adinda langsung menjawab, "Aku masih waras. Hanya saja, aku merasa lucu."

"Ternyata, pria yang dipuja-puja di luar sana seperti Tuan Dimas, bisa melakukan kekerasan terhadap wanita!” tambahnya, “mereka pasti akan menyesal mengidolakan orang macam Anda.”

Adinda lalu bangkit dari atas ranjang dan kini berdiri saling berhadapan dengan Dimas.

Cukup lama keduanya bertukar pandang, sampai Dimas akhirnya memilih pergi.

Rasanya, pria itu tak tahan menghadapi istri kecilnya yang lancang luar biasa!

Terlebih, Dimas dapat mendengar Adinda kembali tertawa tak lama setelahnya.

“Dasar perempuan aneh!” ucapnya dalam hati dan menuju ruang kerjanya secepat mungkin.

Di sisi lain, Adinda terdiam.

Dia menahan degup jantungnya.

Luar biasa! Dia baru saja melawan suaminya sendiri ... dan ayah temannya.

Sudah kehilangan sahabat, Tuan Dimas pun tak menganggapnya.

Mendadak, Adinda teringat pada sang kekasih.

Bagaimana cara menjelaskan pernikahan dadakannya ini pada sang kekasih?

Jika bukan demi keluarga, dia jelas tak akan pertahankan pernikahan ini!

"Saya tahu ini berat bagimu."

Mendengar suara perempuan yang cukup familier dari belakang, Adinda sontak tersadar dari lamunan.

"Nyonya Laras ...," sapa Adinda sembari perlahan bangkit, menyadari yang bicara dengannya adalah ibu dari Dimas ... sekaligus ibu mertuanya sendiri.

Laras menggeleng kala mendengar panggilan Adinda padanya. "Jangan panggil saya Nyonya. Sekarang, saya juga ibumu."

Adinda memaksakan senyuman tipis, tapi dia tidak membalas atau membenarkan panggilannya. Dia masih merasa canggung.

Melihat hal itu, Laras meraih tangan Adinda dan menepuk punggung tangannya pelan. "Apa pun yang dikatakan Dimas dan juga cucuku, aku harap kamu membuat

Dimas jatuh hati padamu dan tidak membiarkan perempuan lain merebutnya." Wajahnya serius. "Termasuk ibu Moza sekalipun."

Adinda mengerutkan kening, bingung kala melihat tatapan tak suka Laras saat menyebut ibu Moza.

Sayangnya, belum sempat bertanya lebih lanjut, Laras sudah menepuk bahunya lembut dan meninggalkan kamar itu.

Adinda pun bergumam lirih, "Sebenarnya, ada apa ini ...?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Tety Vivo
Agak gak masuk akal dengan usia sang pria...masak usia nya 37 tahun sudah punya putri usia 20 tahun, berarti nikah diusia 17 tahun si pak dimas...Hehhee
goodnovel comment avatar
Riska Niawati Lature
senang dgn alur ceritanya...
goodnovel comment avatar
Ipak Munthe
hai Kakak, ketemu lagi, hehehe
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Istri Tangguh Tuan Angkuh    Bab 267

    Kadang kala mendengar kebagian orang lain kita juga ingin merasakan seperti mereka. Namun, saat bahagia itu tiba tentu saja ada perjalanan yang penuh kerikil yang harus dilewati. Begitu pun juga dengan Dinda, awalnya dia juga menolak pernikahan paksa ini. Tapi takdir tetap saja membawanya untuk menjalaninya. Pernikahan yang tidak dia inginkan itu pula yang membawanya bertemu pada kedua orang tuanya. Hingga sadar bahwa dia tak lagi sendirian melewati semuanya. Belum lagi cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh Dimas begitu besar. Meskipun perbedaan usia yang terbilang cukup jauh tapi bukan menjadi masalah untuk hidup terus berdampingan. Hingga kini mereka memiliki anak kembar yang lucu dan menggemaskan. Meskipun Dinda adalah ibu tiri untuk sahabatnya sendiri, tapi tidak membuat kedua merasa canggung. Moza yang awalnya menentang pernikahan ayahnya dan sahabatnya memilih untuk berdamai dengan keadaan. Apa lagi kenyataan pahit yang harus dia terima, bukan anak kan

  • Istri Tangguh Tuan Angkuh    Bab 266

    Tuuut!!! Terdengar suara kentut yang cukup keras dan berasal dari Dinda. Membuat baby twins D seketika terjaga dan menangis keras. Padahal sudah payah Dinda menidurkan kedua bayinya itu. Tapi karena perkara kentut yang tak bisa dikondisikan malah membuat kedua bayi itu terusik. "Sayang," Dimas yang telah menunggunya sejak tadi di kamar pun memilih untuk segera menyusul ke kamar anaknya. Ternyata kedua anaknya tengah menangis keras. "Ada apa? Apa anak-anak rewel?" tanya Dimas. "Ini gara-gara kentut, tadi mereka udah tidur. Tapi Dinda malah kentut, mana suaranya keras banget. Bikin anak-anak kebangun," kesal Dinda. "Ahahahhaha," Dinda pun tertawa lucu mendengar ucapan Dinda, "kamu ini ada-ada saja, ayo tidurkan anak-anak dengan cepat, apa iya kita kalah sama pengantin baru itu," ujar Dimas. "Pengantin anak itu?" Dinda sepertinya bingung dengan maksud Dimas. "Sahabat mu itu dan Chandra, itu saja tidak tau!" "O, kirain tadi siapa. Ya, biarin aja mereka kan udah lam

  • Istri Tangguh Tuan Angkuh    Bab 265

    "Baiklah, kamu tidur duluan, Mas mandi dulu, gerah," kata Chandra. Kiara mendengar suara gemerincing air dari kamar mandi. Saat itu Kiara pun segera keluar dari kamar. Dia pun pergi ke kamar Ibunya yang bersebelahan dengan kamarnya. "Ada apa?" tanya Diana. Awalnya Diana mengira jika saja Kiara sudah tidur. Ataupun mungkin saja terjadi hubungan antara suami dan istri dan rasanya itu sangat wajar. "Apa Mikayla rewel, Bu?" tanya Kiara yang hanya ingin membuat sebuah pertanyaan asal. Padahal dia sudah melihat sendiri jika saat ini anaknya tengah begitu terlelap dalam tidur di atas ranjang dengan Farhan yang juga berbaring di sampingnya. "Cucu Ibu baik-baik saja, kamu mendingan balik ke kamar mu, biasanya juga cucu Ibu tidurnya sama, Ibu," ujarnya. Karena Mikayla tidak minum asi, sehingga tidak sulit jika pun terus bersama dengan dirinya. "Oh," Kiara bingung harus beralasan apa lagi agar tetap berada di sana. Tapi jika bisa dia ingin tidur di kamar ini saja bersama

  • Istri Tangguh Tuan Angkuh    Bab 264

    Kiara pun kini sudah berada di dalam kamar setelah pesta selesai. Malam ini semua keluarga menginap di hotel milik keluarga Chandra. Dimana pesta pun dilangsungkan di hotel tersebut. Kiara tidak tau apa yang terjadi padanya hari ini akan membawa kebahagiaan atau tidak nantinya Dia hanya sedang berjuang untuk putrinya, untuk terus bersama. Kini dia sedang berada di dalam kamar mandi, setelah selesai segera keluar dengan memakai piyama dan handuk putih yang membalut rambutnya. Saat itu matanya pun tertuju pada sebuah kado milik Dinda yang ada di sudut kamar. Dia sudah penasaran sejak tadi, apa lagi kini hanya sendiri saja di kamar. Membuatnya pun segera mengambilnya dan membawanya ke atas ranjang agar dia bisa duduk dengan nyaman. Tangan Kiara tampak bergerak melepaskan pita kado, kemudian bergerak membuka kotaknya. Mata Kiara pun melebar sempurna setelah melihat apa yang ada di hadapannya. "Tisu ajaib?!" tanya Kiara yang bingung. Meskipun sebelumnya sudah pernah

  • Istri Tangguh Tuan Angkuh    Bab 263

    "Kamu masih ragu?" "Aku nggak tau, soalnya kamu aneh." "Kenapa begitu?" "Entahlah, tapi Mas boleh ngomong langsung ke Ibu dan Ayah. Kalau mereka setuju, Kiara juga setuju." *** Seperti yang dikatakan oleh Kiara, Chandra pun langsung berbicara pada kedua orang tua Kiara mengenai keinginan untuk rujuk kembali dengan Kiara. Dengan cara baik-baik tanpa ada beban yang tersimpan. "Diana, Farhan, terlepas dari masa lalu kita. Kini Kiara adalah ibu dari anak ku. Aku ingin anak ku dibesarkan di lingkungan yang baik-baik, memiliki orang tua yang lengkap." "Untuk itu aku mohon dengan sangat untuk mengijinkan aku dan Kiara menikah lagi, aku pun akan membahagiakannya," pinta Chandra. Farhan dan Diana pun tidak dapat lagi berkata-kata, sebab sudah menyaksikan sendiri seperti apa menderitanya Kiara selama beberapa bulan ini hamil tanpa suami. Mana mungkin dia kembali membiarkan putrinya kehilangan bayinya yang dibawa oleh Chandra. Sebab, kembali bersama adalah cara satu-satunya untuk men

  • Istri Tangguh Tuan Angkuh    Bab 262

    "Boleh saya masuk?" tanya Chandra yang kini berdiri di depan pintu kamar. Kiara pun bingung harus menjawab apa. Iya atau tidak? Apa lagi kini keduanya hanya orang asing, bagaimana mungkin hanya berdua saja di dalam kamar tersebut. "Masuk saja," sahut Diana yang muncul dari arah belakang dan kini dia telah masuk terlebih dahulu dengan membawa makanan hangat untuk putrinya, Kiara. Sesaat kemudian Diana pun segera keluar dan kini Chandra pun mulai melangkah masuk. Kedua tangannya tampak memegang paper bag berisi perlengkapan bayi. Mulai dari susu, diapers, tisu, pakaian bayi dan lainnya. Kiara juga merasa tidak mampu untuk membeli susu formula dengan harga yang begitu mahal. Karena anaknya tidak tidak bisa minum susu formula sembarangan. Selain untuk perkembangan juga karena alergi. Kiara semakin stres memikirkan uang untuk bisa membeli susu formula untuk anaknya sendiri. "Boleh saya menggendongnya?" tanya Chandra lagi. Kiara pun perlahan memberikan pada Chandra

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status