Di sisi lain, Dimas masih terus saja memikirkan tindakan Adinda padanya tadi.
“Sial!” lirihnya.Pria itu benar-benar bingung mengapa sang ibu memilih perempuan macam Adinda.Meski sudah nyaris berkepala empat, tetapi banyak perempuan yang mengejar Dimas dan rela melemparkan tubuh mereka di ranjangnya.Sayangnya, Dimas tak pernah tertarik.Dia masih mencintai mantan istrinya dan ingin kembali dengan ibu dari Moza itu.Dulu, pernikahan mereka terjadi saat Dimas dan Megan masih sangat belia, yakni saat usia 17 tahun. Hal itu karena Megan terlanjur mengandung Moza.Dimas pun mencoba bertanggung jawab.Sayangnya, Megan justru meninggalkannya setelah melahirkan–demi mengejar karir di luar negeri.Tahun lalu, mantan istrinya itu kembali dan meminta maaf.Keduanya nyaris bersatu. Hanya saja, sang ibu selalu mencegahnya.Namun, begitu ditanyai alasannya, Laras selalu menolak memberi tahu. Bahkan, bawahannya tak berhasil menyelidiki alasan sang ibu.Puncak frustasi Dimas adalah ia harus menikahi wanita muda pilihan ibunya yang bahkan seumuran dan sahabat putri kandungnya! Jika tidak, harta warisan Keluarga Hermawan akan disumbangkan ke panti asuhan.“Tak bisa kubiarkan. Aku akan mengakhiri pernikahan ini secepat mungkin,” janji Dimas dalam hati.Sementara itu, tanpa disadari Dimas, ibunya kini sedang menemui Kinara di ruang pribadinya.Diletakkannya amplop coklat berisi lembaran tebal rupiah di meja. "Ini sebagian bayarannya."Ibu angkat dari Adinda itu sontak tersenyum. Diraihnya amplop coklat itu."Astaga. Ini uang?" Mata Kinara berbinar melihat rupiah yang begitu banyak. "Sebanyak ini?"Seumur hidupnya, wanita itu tidak pernah melihat uang sebanyak itu.Sebenarnya, Kinara masih bingung mengapa nyonya yang dilayaninya itu menginginkan Adinda sebagai menantunya.Teringat beberapa minggu lalu, Laras tampak begitu tegang kala memintanya untuk membuatnya secangkir teh."Saya akan memberikan uang kepadamu jika kamu bersedia menikahkan anakmu dengan putra saya," paparnya tiba-tiba, "Tak hanya itu, utangmu selama ini juga akan saya anggap lunas. Hidupmu akan terjamin!"Kinara sontak berdebar. Dia memang tak peduli pada Adinda mau bahagia atau tidak.Yang terpenting adalah uang!Apalagi, utangnya cukup banyak semenjak suaminya kecelakaan saat bekerja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.Kapan lagi bisa mendapatkan penawaran menarik seperti ini bukan?Hanya dengan menikahkan anak pungutnya, semua beres!Tanpa pikir panjang, Kinara pun langsung menyetujuinya dan hari ini adalah penyerahan uang yang dia tunggu-tunggu.Hanya saja, kedua orang itu tak menyadari jika Adinda kebetulan melihat transaksi itu.Tadinya, dia yang berniat menghampiri ibu angkat yang kedatangannya terlihat dari jendela kamar.Dia berpikir bahwa Kinara datang untuk menjenguk dirinya setelah resmi tinggal di rumah keluarga barunya.Namun, ia justru melihat kejadian dirinya “dijual” pada keluarga sang suami.Segala macam emosi menumpuk di diri Adinda saat ini.Jika saja tak teringat kebaikan sang ayah angkat, mungkin Adinda mengamuk.Sembari mengepalkan tangan, Adinda pun kembali menuju kamarnya.Dia termenung cukup lama–sendirian di sana.Ceklek!Gagang pintu tiba-tiba bergerak. Ternyata, ibu angkat Adinda datang ke kamarnya.Adinda sendiri hanya diam sambil menatap wanita kejam itu yang mulai mendekat ke arahnya."Bagaimana rasanya menjadi istri dari konglomerat? Bahagia bukan?" tanya sang ibu angkat penuh senyum."Ibu sungguh luar bisa tega," jawab Adinda spontan.Alih-alih tersinggung, Kinara justru tertawa kecil. "Seharusnya, kamu berterima kasih kepada Ibu."Kinara pun menunjuk sekeliling kamar. "Lihat, kamu bisa hidup mewah di sini!" lanjutnya, lalu dengan cepat mencengkram erat dagu Adinda."Kau harus bisa menghadapi, Tuan Dimas! Karena itu adalah tugasmu. Jika tidak, artinya kau tidak tahu balas budi pada suamiku. Ingat itu, Adinda!”Setelah mengatakan itu, Kinara pun melepasnya tangannya.Tak dia pedulikan Adinda yang menahan tangis sambil menunduk.Gegas, ia memilih untuk pergi. Namun saat membuka pintu kamar, ternyata ada Dimas di sana.Kinara sempat terkesiap, tetapi ia dapat mengendalikan diri.Segera, ia menundukkan kepalanya, kemudian pergi dari kamar tersebut."Mau anak itu mati di tangan Dimas pun, aku tidak peduli karena yang terpenting bagiku adalah uang," kata Kinara dalam hati sembari membayangkan amplop coklat yang diterimanya.*****Di sisi lain, wajah Dimas tampak begitu dingin.Dia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.Namun, Adinda belum menyadari kehadiran Dimas. Perempuan itu sebenarnya masih syok dengan apa yang dilakukan sang ibu angkat.Prang!Dimas sengaja menjatuhkan sebuah laptop, hingga sebuah benda yang pecah.Adinda sontak tersadar. Perempuan itu segera melihat wajah Dimas yang kini tersenyum sinis."Kau dan Ibumu pasti bahagia sekali, bukan?" tanya pria itu, "kalian sudah mendapatkan apa yang kalian inginkan.”Alih-alih marah, Adinda memilih untuk diam.Sejujurnya, dia lelah sekali harus berdebat dengan Dimas.Kalau bisa, Adinda juga lebih memilih menikah dengan kekasihnya saja dibanding pria tua yang selalu saja menuduhnya dengan sangat kejam.Menyadari wanita di hadapannya hanya terdiam, Dimas tampak kesal. "Kalau kuberi uang seratus juta, kau pasti suka rela tidur denganku, ‘kan?" ucapnya tanpa sadar.Adinda hanya tertawa. "Untuk apa membayar lagi? Bukankah Nyonya Laras sudah membeliku?" tantangnya tanpa takut."Ternyata, kau pintar. Aku–""--Terima kasih sudah mengakui kepintaranku. Tapi, aku sudah bosan mendengar pujian itu karena banyak orang sebelum Anda yang juga mengakuinya!" potong Adinda dengan rasa penuh percaya diri.Dimas pun mengangkat sebelah alisnya mendengar jawaban Adinda.Entah apa yang ada di benak pria itu yang tiba-tiba tersenyum miring sambil terus menatap wajah Adinda.Tiba-tiba saja, Dimas naik ke ranjang dan mendekati Adinda. "Baiklah. Karena kau sudah dibayar oleh Ibuku, tentu saja aku tidak mau rugi!" ucapnya.Tiba-tiba saja Dimas melangkah maju mendekati Adinda, seraya tangannya mengusap pipi Dinda lembut.“A-apa yang kau lakukan?” Sontak saja Adinda menepis tangan Dimas.“Apa lagi?” Dimas semakin mendekat ke arah Adinda, bahkan tubuh keduanya sudah saling bertubrukan seraya lengannya melingkar di pinggang Adinda.“Tentu saja, melakukan hal yang biasa dilakukan pengantin baru,” bisiknya dengan nada rendah.
Adinda terkejut dengan pernyataan yang terlontar dari Dimas. Dirinya semakin melangkah mundur, karena saking tergesa-gesanya, Dinda melupakan bahwa dirinya masih menggunakan gaun pengantin, sehingga kakinya terpeleset dan Dinda memegang lengan Dimas, sehingga keduanya terjatuh bersamaan di ranjang.Bugh!“Sepertinya, kau terlalu terburu-buru, Nona,” ucap Dimas yang posisinya sudah berada di atas Adinda.“Menyingkirlah! Atau akan kupukul!” jerit Adinda marah.Namun, bukannya menyingkir, Dimas justru menaikkan tubuh Dinda ke tengah kasur. Dirinya masih mengukung tubuh kecil Adinda. Dimas tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, perlahan-lahan tangannya beralih ke bahu Dinda yang terlihat gemetar ketakutan ketika Dimas mulai menurunkan tali tipis gaunnya yang berada di bahu Dinda.Dinda hanya mampu menggeliat resah, saat gaun yang dikenakannya meluncur turun dari balik bahu, tubuhnya lemah tidak bertenaga hingga tak mampu berbuat apapun. Bahkan saat lengan kekar itu mengurung tubuhn
Adinda menutup mata. Entah mengapa, tiba-tiba ia merasa takut.‘Apakah kali ini aku tak bisa menghindar lagi?’ batinnya panik.Hanya saja, tidak ada pergerakan apapun setelahnya.Adinda lantas membuka kembali matanya.Dilihatnya Dimas yang masih tersenyum miring.“Anda–”“Kau begitu ingin kusentuh?” ucap pria itu, “sayangnya, aku tidak selera dengan penampilanmu saat ini. Sepertinya, butuh waktu untuk mengubahnya.”Adinda jelas kesal. Namun, belum sempat dia melawan, Dimas sudah menarik lengannya. “Ikut aku!" perintah pria itu.Tanpa basa-basi, tubuh Adinda yang kurus itu pun harus mengikuti langkah kaki Dimas yang cepat. Bahkan, dia nyaris beberapa kali hampir jatuh.Untungnya, tak butuh waktu lama, Adinda pun sudah berada di dalam mobil. Tanpa keduanya sadari, Laras menyaksikan apa yang terjadi pada Adinda dari kamarnya di lantai dua."Megan, kau kalah. Adinda adalah wanita yang seimbang dengan Dimas. Anakku itu pasti akan tunduk padanya cepat atau lambat,” ucap wanita tua itu la
Di sisi lain, Adinda yang kini sudah berada di kamarnya pun duduk di lantai.Sepatu hak tingginya diletakkan asal di sampingnya.Matanya menatap kakinya yang sedikit lecet dan itu wajar, mengingat dia berjalan kaki dengan sangat jauh.Saat dia sedang larut dalam pikirannya tiba-tiba pintu pun terbuka menampakkan seorang pria di sana.Dimas baru saja sampai di rumah.Pria itu tersenyum sinis saat melihat wajah Adinda yang hanya melihat dirinya yang melangkah masuk."Dasar lelaki tidak punya hati," gumam Adinda.Tapi Dimas pun memilih untuk tidak perduli pada Adinda, meskipun tahu wanita itu sedang kelelahan setelah berjalan kaki dengan jarak yang sangat jauh.Sesaat kemudian Dimas pun kembali pergi dengan tangannya memegang berkas untuk dia bawa.Adinda menyimpulkan bahwa pria itu pulang ke rumah untuk mengambil berkas yang tertinggal.Untuk memikirkan sesuatu tentang Dimas sepertinya tak akan ada habisnya. Sehingga, dia pun memilih untuk menepikan sejenak pikirannya dan mencari kebera
"Siapa yang membuat kopi ini?" tanya Gilang sambil menunjuk gelas di hadapannya.Setelah membuat kopi, Kiara dan Adinda memang kembali menghadap pria itu."Saya, Pak." Adinda pun menjawab sambil memegang secangkir kopi yang baru saja dia buat lagi seperti yang diperintahkan oleh Dimas sebelumnya."Kalau begitu, hanya kau saja yang masuk," kata Gilang pada Adinda.Perempuan itu terdiam. Sejenak, Adinda melihat Kiara yang berdiri di sampingnya."Aku tunggu di sini aja." Kiara pun memohon pada Adinda. Sungguh, dia sangat tak ingin masuk ke ruangan Dimas lagi.Adinda menghela napas. Dia pun mengangguk setuju saat Gilang mempersilahkan masuk dia pun melangkahkan kakinya.Sedangkan tatapan mata Dimas yang mengarah padanya begitu tajam.Pria itu duduk di kursi kebesarannya sambil tersenyum miring pada Adinda yang kini perlahan meletakkan secangkir kopi buatannya di atas meja.Dimas pun menatap kopi tersebut kemudian kembali menatap Adinda."Siapa yang menyuruhmu meletakkan kopi itu pada mej
"Minum!" titah Adinda dengan tatapan matanya yang berapi-api.Apa yang dilakukan oleh Dimas sangat tidak manusiawi dan Adinda bukan wanita lemah yang bisa dijadikan budak dengan sesukanya.Ingat pagi tadi juga Dimas sudah membuatnya berjalan kaki sejauh tiga kilometer.Membuat kakinya lecet dan terasa nyeri.Lantas sekarang pria itu lagi-lagi berulah dan itu sudah sampai pada batas kesabaran Adinda yang hanya manusia biasa."Semua ada batasnya. Dan, anda sudah terlalu jauh melewati batas itu!" papar Adinda.Dimas pun tak tinggal diam dia mencengkram tangan Adinda yang berani memegang rahangnya.Akan tetapi saat itu kaki Adinda langsung bergerak cepat dengan mendorong kursi yang masih di duduki oleh Dimas.Kursi tersebut pun berputar dan membuat cengkraman Dimas pun terlepas.Meskipun kaki Adinda terasa sakit tapi dia tidak perduli lagi.Baginya pelajaran berharga untuk membuat Dimas mengerti jauh lebih penting.Dan Adinda pun akhirnya dengan cepat memutar kedua tangan Dimas ke belakan
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Napas hangat Dimas begitu terasa di tengkuk leher Adinda.Dinikmatinya momen-momen saat Adinda memohon padanya untuk dilepaskan.Tapi, pria itu jelas tak mungkin melepaskannya.Karena, memang inilah yang diinginkan oleh Dimas: melihat wajah Adinda yang penuh dengan ketakutan, serta tidak berdaya dalam menghadapi dirinya.Jika sebelumnya Dimas hanya mengancam, tapi tidak dengan kali ini.Tidak akan ada lagi ampun untuk wanita kurang ajar itu."Tuan Dimas, jangan lakukan ini pada ku," mohon Adinda, tidak ada hentinya.Dimas justru tersenyum. Srak!Dengan cepat, tangan kekarnya merobek pakaian Adinda dan melemparkan dengan asal.Adinda pun semakin panik saat tubuhnya tanpa sehelai benang itu pun terpampang nyata di hadapan Dimas.Dia mencoba untuk menarik selimut agar menutupi tubuhnya.Namun, sia-sia karena malam ini Dimas sepertinya dikuasai oleh kemarahan.Kedua tangan Adinda pun ditekan erat. Gelengan kepala wanita itu justru membuat senyum miring tampak muncul di bibir Dimas.Dibe
Siraman itu sepertinya berhasil.Kelopak mata Adinda kini tampak bergerak, hingga perlahan terbuka.Dengan kepala yang terasa pusing, dia pun mencoba untuk mendudukkan tubuhnya."Akh," rintih Adinda merasa sakit di sekujur tubuhnya.Sekujur tubuhnya terasa remuk karena Dimas, belum lagi kesucian yang telah dia jaga selama 20 Tahun lamanya pun direnggut paksa.Rasanya sangat miris sekali hidupnya.Menikah dengan paksa dan orang itu bukan seseorang yang dia cintai.Kemudian, pria yang menjadi suaminya adalah seorang duda beranak satu.Belum lagi perbedaan usia yang sangat jauh.Ditambah lagi pria itu sangat kasar dan tidak tahu bagaimana cara menghargai seorang wanita.Dosa apa yang ia lakukan sehingga harus mendapatkan jalan hidup yang begitu terjal.Karena saat ini Adinda bukan hanya lelah badan. Tetapi, juga lelah perasaan.Adinda pun menarik selimut untuk menutupi dirinya.Kemudian mengusap wajahnya yang basah karena siraman air yang dilakukan oleh Dimas.Matanya melihat Dimas yang