Dimas memarkirkan mobilnya dengan asal.Kemudian turun dari mobilnya dan tampak Laras sedang membaca majalah di teras."Apa wanita ja--" Dimas tidak mengucapkan kata kasar yang ingin dia ucapkan itu.Entah mengapa dia malah mengingat wajah Dinda yang penuh kemarahan beberapa saat lalu saat dia mengatakan itu."Wanita ja?" tanya Laras yang bingung dengan maksud dari putranya itu."Apa Dinda sudah kembali?" Akhirnya Dimas pun menyebutkan nama wanita itu dengan benar."O," Laras pun mengangguk, "sudah, baru saja," belum juga Laras selesai berbicara tapi Dimas sudah pergi.Membuat Laras hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku putranya tersebut.Tapi sesaat kemudian Laras pun tersenyum mengingat Dimas pulang-pulang langsung bertanya tentang Dinda.Ini adalah sebuah hal yang cukup baik tentunya dia pun kembali duduk dan melanjutkan kembali membaca majalah.*****Saat Dimas masuk ke dalam kamar tepat Dinda juga keluar dari kamar mandi.Dimas berdiri di depan daun pintu yang sud
Brak!Dimas menggebrak meja bar tender.Dia memijat kepalanya hingga berulangkali.Rasanya dia sulit sekali melupakan apa yang barusan terjadi.Entah mengapa dirinya begitu menginginkan Dinda.Apa lagi sentuhan bibir Dinda sungguh membuatnya panas bukan main.Ada perasaan kesal karena saat tadi malah menolak.Padahal Dinda sudah menawarkan dirinya.Gengsi terlalu tinggi membuat Dimas sendiri yang akhirnya tersiksa seperti saat ini.Apa yang dia lakukan sepertinya bertolak belakang dengan batinnya."Kau sudah terlalu banyak minum," kata Chandra yang duduk di samping Dimas.Tidak hentinya Dimas meneguk minuman itu, dan Chandra merasa itu sangat berlebihan."Sudah terlalu banyak minuman ini ku teguk, tapi tidak juga bisa membuat ku tenang," jawab Dimas.Kemudian dia pun kembali meneguk minuman itu.Gelasnya pun kembali di isi.Yang dia cari saat ini bisa merasa tenang setelah meneguk sebanyak mungkin minuman itu.Namun, anehnya bukanya merasa tenang malah pikirannya semakin kacau bukan ma
Pagi harinya Dinda pun terbangun.Tapi dia merasa ada yang aneh.Tubuhnya terasa berat seperti ada beban yang menimpanya.Ternyata ada tangan yang melingkar di pinggangnya.Dinda terdiam sejenak dalam pikirannya.Hingga sesaat kemudian ada dengkuran halus yang terdengar dan merasa napas hangat yang berhembus pada bagian punggungnya.Perlahan ia pun bergeser dan melihat ke belakang.Ternyata Dimas di sana yang masih tertidur pulas.Dinda pun bingung karena tak tahu kapan Dimas pulang.Hingga sudah berada di sana bahkan masih tertidur pulas.Dinda sudah terlalu kelelahan menangis hingga membuatnya langsung tertidur.Dan untuk Dimas yang memeluknya Dinda juga tak menyadari entah sejak kapan.Dinda pun segera bergeser dan tanpa sengaja membuat tangan Dimas terjatuh dari tubuhnya.Saat itu tidur Dimas pun terusik dan dia pun membuka matanya.Dimas melihat Dinda yang sudah duduk di ranjang sambil bergerak turun.Tapi Dimas memegang tangan Dinda.Dinda pun tersadar jika Dimas sudah bangun.T
"Ayo kita pulang," Dimas pun memeluk Moza.Dia bisa melihat wajah Moza yang penuh dengan ketakutan."Moza, nggak mau satu mobil bareng dia!" Moza pun menatap Dinda penuh kebencian.Lagi pula apa yang dia alami saat ini itu karena Dinda.Ya, Moza mengatakan ini adalah salah Dinda."Kenapa?" tanya Dimas."Kenapa tadi malam, Papi nggak datang di acara itu?" Air mata Moza menetes dengan sendirinya.Dia kesal karena tadi malam adalah acara makan malam bersama dengan Megan untuk merayakan ulang tahun Maminya tersebut.Seharusnya mereka makan malam layaknya keluarga bahagia.Tapi apa?Dimas tidak hadir sama sekali.Dan itu sudah pasti karena istri barunya.Dinda adalah penyebabnya!Moza akan semakin membenci Dinda setelah hari ini.Bahkan keinginannya untuk meminta kedua orang tuanya bersama kembali hancur berantakan.Lagi-lagi Dinda adalah penyebabnya.Sampai kapan pun Moza tak akan pernah bisa menerima ini semua.Dia sangat membenci Dinda dan itu untuk selamanya."Maaf, Papi ada pekerjaan
Setelah mengantarkan Moza kembali ke rumah dia langsung menuju kantor.Awalnya dia berpikir jika Dinda sudah sampai di kantor lebih awal.Tetapi ternyata tidak.Karena saat dirinya sampai di kantor nyatanya wanita itu tidak ada.Ssstttt!!!Suara desahan Dinda pagi ini terus saja terngiang-ngiang di benak seorang Dimas.Wanita itu seakan begitu menantang dan membuatnya tak dapat melupakan dengan mudahnya.Tak ada raut wajah malu ataupun pura-pura malu.Yang ada Dinda mampu mengimbangi dirinya, membalas setiap sentuhan yang dia berikan.Dimas pun mengacak rambutnya hingga berulangkali.Karena sangat sulit rasanya mengkondisikan pikirannya sendiri.Dimas yang duduk di kursi kebesarannya pun bertanya-tanya kemana perginya wanita itu.Kini dia pun menatap Gilang yang berdiri di hadapannya dengan tajam."Kau yakin dia belum sampai?"Dia yang dimaksud oleh Dimas adalah Dinda.Dan Gilang sudah mengerti."Belum, Pak Presdir.""Kau sudah tahu dia itu siapa?" Dimas memicingkan matanya melihat Gi
Jantung Dinda semakin berdegup kencang saat Laras semakin mendekati dirinya.Namun, ternyata Laras melewatinya dan membuat Dinda pun bingung.Karena sempat berpikir jika Laras menghampirinya.Sesaat kemudian Laras pun mengambil sebuah bingkai foto yang dipajang di meja sudut ruangan.Sejenak dia melihat wajah-wajah yang ada di sana.Kemudian kembali berjalan ke arah Dinda.Dinda bingung saat Laras memberikan padanya."Ambil," Laras pun menggerakkan tangannya karena Dinda tampak kebingungan.Perlahan Dinda pun mengambilnya dan melihat gambar wajah di sana.Dimas, Megan, Moza.Wajah ketiganya ada di sana.Lantas untuk apa Laras memberikan pada Dinda?Dinda sangat kebingungan."Lempar gambar itu pada wajah suami mu!" titah Laras.Deg!Dimas tercengang mendengar ucapan Laras barusan.Apakah ini mungkin?Dia sudah berpikir jika Dinda akan segera berakhir saat ini juga.Akan tetapi ternyata apa yang dia saksikan jauh dari apa yang dia pikirkan.Mencengangkan."Lempar?" tanya Dinda yang tida
Keduanya pun turun dari mobil setelah sampai di tempat tujuan.Perusahaan milik Marcell Wijaya atau yang sering kali disebut Tuan Wijaya.Keduanya disambut oleh seorang asisten dari Tuan Wijaya dan dipersilahkan untuk duduk."Untuk kali ini anda yang datang ke perusahaan kami, ini suatu kehormatan," Tuan Wijaya pun mengulurkan tangannya pada Dimas.Menyambut hangat rekan kerjanya tersebut dan disambut dengan baik."Saya juga senang bisa datang ke perusahaan, Anda," jawab Dimas.Selesai keduanya berjabat tangan kini Wijaya pun melihat seorang wanita yang duduk di samping Dimas.Mata Wijaya tak dapat beralih menatap wajah wanita itu.Mungkin ini untuk kali kedua dia melihat Dinda."Selamat datang juga," Wijaya kembali mengulurkan tangannya pada Dinda.Kali ini Dinda membalas uluran tangan Wijaya.Namun, saat itu Wijaya tampaknya tak ingin melepaskan tangan Dinda.Membuat Dinda yang berusaha untuk melepas tangannya."Maaf," Wijaya menyadari kesalahan apa yang dia lakukan barusan.Dari awa
Namun, saat Dinda akan pergi terasa ada yang menarik lengannya."Kembalikan uangnya!" Dimas pun menggerakkan tangannya meminta Dinda mengembalikan uang tersebut pada Megan.Dinda pun menggelengkan kepalanya dengan cepat.Tangannya memeluk tas miliknya dimana uang nya sudah dia simpan di dalam sana."Nanti saya akan menggantinya!"Dinda pun mengangguk saat mendengar apa yang dikatakan oleh Dimas."Awas kalau bohong!" Dinda pun memicingkan matanya melihat Dimas seakan tengah menimbang sesuatu."Cepat!"Dimas pun tidak dapat bersabar akhirnya merebut dengan paksa.Tampak Dinda begitu kecewa karena uangnya kini sampai di tangan Dimas.Sesaat kemudian Dimas mengembalikan pada Megan."Kau sangat keterlaluan!" geram Dimas.Dinda yang berdiri tak jauh dari Dimas pun tersenyum pada Megan.Tepatnya senyuman mengejek mantan istri Dimas tersebut."Dimas, maksud ku tidak seperti ini," Megan merasa panik karena Dimas malah berbalik marah padanya.Bukan pada Dinda yang seharusnya menjadi sasaran D