Share

Blazing Fire

Jam terus berdetik. Arthur sudah siap pergi ke markas tempat geng-nya berkumpul saat masa putih abu-abu. Arthur mengenakan kaos putih polos yang dipadukan dengan jaket dan celana jeans panjang robek-robek berwarna hitam. Penampilannya yang seperti ini sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia sudah berumur tiga puluh tahun. Arthur terlihat seperti anak muda dua puluh tahunan.

"Kak Arthur mau pergi kemana?" Katya bertanya saat melihat suaminya keluar kamar sambil memutar-mutar kunci motor.

"Mencari janda." Arthur menjawab sembarangan. "Kamu mau ikut?"

Katya menggeleng. Tapi dia tahu kalau suaminya berbohong. Tidak banyak tanya, Katya biarkan Arthur pergi. Justru kalau tidak ada Arthur di sini, Katya merasa jauh lebih aman dan nyaman.

"Pergi deh sana jauh-jauh. Kalau perlu tidak usah kembali sekalian," ucap Katya yang tentu saja sudah tidak ada Arthur di sini.

Karena kantuk belum datang, Katya memilih untuk menonton acara televisi di kamar. Sebelum mengambil remote TV, indera penglihatan Katya lebih dulu menangkap benda pipih canggih yang tergeletak di atas tempat tidur.

"Lho, Kak Arthur tidak membawa handphone nya?"

***

Tepat pukul sepuluh malam, sebuah mobil Honda Jazz hitam berhenti tepat di depan bangunan gudang yang berada jauh dari pemukiman dan jalan raya. Juan keluar dari dalam mobil. Sudah terdapat motor sport yang Juan kenal betul siapa pemiliknya.

Juan melangkah lebar masuk ke dalam gudang penuh kenangan tersebut. Juan berdecih begitu melihat Arthur yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum sombong.

"Selamat datang di Jakarta, Kakak Ipar."

Juan mendengus. Dia tidak sudi dipanggil dengan sebutan 'kakak ipar' oleh laki-laki bajingan di hadapannya ini. Langsung saja dia menendang bangku yang berada di dekatnya.

"TIDAK USAH BASA-BASI! SAYA PERINGATKAN SAMA KAMU, JANGAN PERNAH KAMU BERANI MACAM-MACAM TERHADAP ADIK SAYA!" sentak Juan penuh ancaman.

Arthur melangkah maju mendekati Juan dengan kedua tangan berada di dalam saku celana. "Saya suaminya. Bahkan saya jauh lebih berhak atas dia daripada kamu," ucapnya lalu mengulas senyum lebar.

Juan mendorong kuat bahu Arthur hingga membuat Arthur mundur beberapa langkah. Namun, bukannya marah justru Arthur tetap menampilkan senyumnya. Senyum yang jelas meremehkan emosi Juan.

"BAJINGAN!"

Arthur menghela napas panjang. "Bajingan teriak bajingan. Kamu lupa kalau kamu sudah memutus hubungan dengan Katya? Lupa, ha?"

"ANJING!" Juan mencengkram kuat kerah baju Arthur. "Kamu mau apa sebenernya, ha?!"

"Saya hanya mau adik kamu. Dan thanks, kamu sudah melepaskan dia ke tangan saya."

Dengan emosi menggebu, Juan menghantam wajah Arthur dengan satu tinjuan kuat.

Arthur tersenyum sinis sambil mengusap darah segar yang keluar dari sudut bibirnya.

"Kamu itu tidak lebih dari seorang pengecut!" seru Arthur yang semakin membuat emosi Juan meledak-ledak. "Kakak macam apa yang menjadikan adiknya sendiri sebagai bahan taruhan? Kalau dia memang bukan pengecut."

Juan kembali mencengkram kuat baju Arthur, tapi kali ini Arthur tidak tinggal diam. Mereka saling mencengkram baju dengan sorot mata tajam saling beradu.

"Saya tidak akan pernah bisa melupakan hari itu. Hari dimana kamu menghajar saya habis-habisan atas kesalahan yang tidak pernah gue perbuat," ucap Arthur.

Juan berdecih. "Pengecut teriak pengecut," jawabnya mengikuti ucapan Arthur sebelumnya. "Tidak ada pengecut yang melampiaskan dendamnya kepada orang lain."

Dan ucapan Juan telah berhasil membuat rahang Arthur semakin mengeras. Mereka saling menatap seolah ingin membunuh satu sama lain.

"KAK JUAN! KAK ARTHUR! STOP!"

Teriakan kencang itu berasal dari arah pintu gudang. Katya berdiri dengan napas menggebu menatap takut dan khawatir pada kedua laki-laki di hadapannya.

Tidak sampai tiga detik mendengar suara adik perempuannya, Juan segera melepas kasar cekalan di baju Arthur. Kemudian dia memutar tubuh lantas melangkah hendak keluar dari dalam gudang.

Katya menatap Juan dengan mata berkaca-kaca. Sementara Juan berjalan melewatinya seolah tidak melihat keberadaan Katya di sana. Dan sikap Juan yang seperti itu membuat hati Katya tercabik-cabik. Bahkan untuk melakukan kontak mata dengannya saja, Juan tidak sudi.

"Kak!" Katya segera mengejar langkah lebar Juan. "Tunggu aku, Kak!"

Juan sama sekali tidak menoleh ke belakang dan tetap berjalan menuju mobilnya. Saat hendak membuka pintu mobil, buru-buru Katya menarik tangan Juan.

"Kak Juan mau pergi kemana? Aku mau bicara sama Kakak," ucap Katya sambil menahan sesak luar biasa. Bahkan air matanya sudah mengalir deras membasahi pipi.

"Jangan panggil saya dengan sebutan itu. Saya bukan kakak kamu lagi." Munafik! Juan berucap dengan nada tegas dan terdengar dingin, padahal dalam hati ia ingin sekali mendekap tubuh kecil itu. Namun, Juan memilih untuk melepas kasar cekalan Katya di lengannya.

Katya mengigit bibir bawahnya yang bergetar. Sakit sekali mendengar ucapan Juan. Rasanya seperti ada ribuan nuklir yang meledak secara bersamaan di dalam hati kecil Katya.

"Sampai kapanpun Kak Juan tetap Kakak aku." Katya berucap dengan kepala tertunduk.

Rahang Juan terlihat mengeras. Dia tidak bisa melupakan hari dimana Katya memilih pergi dari rumah dan menikah dengan Arthur. Itu sangat menyakitkan hati. Juan membuang napas kasar sebelum akhirnya dia membuka pintu mobil.

"Aku tahu Kak Juan datang ke sini karena mencemaskan aku!" Teriakan Katya mampu menghentikan gerakan Juan. "Kakak peduli dan akan selalu peduli sama aku. Aku yakin itu," lanjutnya berucap disela-sela tangisnya.

Juan tidak menjawab apapun. Setelahnya dia masuk ke dalam mobil dan segera menjalankan kendaraan beroda empat tersebut pergi meninggalkan Katya yang menangis histeris.

Kesedihan bukan hanya dirasakan oleh Katya. Dibalik kerasnya hati Juan, dia sangat merindukan Katya. Juan ingin memeluk tubuh kecil itu dalam dekapannya dan memastikan kalau Katya selalu dalam keadaan baik-baik saja. Akan tetapi, Juan juga tidak bisa berbohong kalau dia sangat sakit hati karena Katya lebih memilih Arthur daripada dirinya.

Di gudang, Arthur berdecih melihat Katya menangis tersedu-sedu karena kepergian Juan.

"Sungguh drama yang mengharukan," ledek Arthur yang membuat Katya seketika menghentikan tangisnya. Lalu Katya memutar tubuh dan menatap Arthur.

"Drama?" Katya menggeleng tak percaya. pun "Kak Arthur anggap rusaknya hubungan aku sama Kak Juan itu drama?"

Arthur mendengus. Menurutnya ini sangat lebay.

"Aku sama Kak Juan jadi seperti ini karena ulah Kakak. Apa Kak Arthur tidak pernah sedikitpun merasa bersalah?"

Arthur memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia melihat Katya dengan tatapan meremehkan. "Saya? Merasa bersalah? Justru ini yang saya mau. Saya bahagia atas apa yang terjadi di antara kalian."

Katya memalingkan wajah ke arah lain. Harusnya dia sadar sedang berhadapan dengan siapa saat ini. Bahkan Katya merasa kalau yang sedang bersamanya ini bukanlah manusia, melainkan iblis.

Namun, Katya merasa waspada ketika wajah Arthur tiba-tiba berubah. Tanpa sadar, tubuhnya gemetar.

"Tunggu," ucapnya dengan suara berat, "dari mana kamu tahu kalau saya ada di sini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status