Samantha sedikit merenung memikirkan bahwa kurang dari tiga minggu lagi dia akan menikah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan. Hal itu jelas impian bagi setiap wanita yang jatuh cinta pada pasangannya sehingga ingin menghabiskan seluruh hidupnya bersama orang itu. Namun dalam kasus Samantha, pernikahan justru bagaikan sesuatu yang akan menawan hidupnya.
Samantha tidak mengenal Dante. Sedikit pun tidak. Tetapi dia akan menghabiskan satu tahun penuhnya untuk menjadi istri kontrak pria itu.Entah dosa apa yang telah Samantha lakukan di masa lalu hingga harus terjebak dalam situasi rumit dan konyol seperti pernikahan kontrak. Samantha hanya berusaha untuk berlapang dada menerima semua hal itu. Jika saja bukan demi Elnathan Rayne, Samantha tidak akan bertindak sejauh ini.“Hey, memikirkan apa?” Nicole menyikut Samantha dengan lengannya.“Bukan apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu.” Samantha berusaha tersenyum meski terlihat jelas senyumnya begitu canggung.“Memikirkan soal Elnathan dan rumah? Aku hanya ingin memberi tahumu satu hal, pintu apartemenku selalu terbuka untukmu, Samantha.”Samantha tersenyum hangat. Kali ini senyumnya tidak terlihat canggung lagi. “Sekali lagi terima kasih. Tapi sekarang aku dan adikku tinggal di salah satu apartemen milik Jere. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal itu lagi.”“Syukurlah. Aku sangat lega mendengarnya. Lalu bagaimana soal mobil yang dihancurkan Elnathan? Apa kamu sudah ….”“Kamu juga tidak perlu khawatir soal itu. Aku hampir menyelesaikan permasalahan tersebut dan Elnathan tidak akan dipenjara.”Nicole mengangguk paham. Meski ia sangat ingin bertanya lebih detail, tetapi ia urungkan karena takut membuat Samantha merasa tidak nyaman. Bagaimanapun Nicole menyadari jika mereka berdua tidak begitu dekat, Samantha hanya akan menganggap Nicole adalah wanita yang senang ikut campur jika sampai bertanya lagi.“Samantha, di depan ada seorang pria mencarimu.” July datang menghampiri.Kening Samantha sedikit berkerut. “Siapa?” tanyanya bingung. Apa mungkin Jeremiah—sahabatnya itu? Tetapi sejauh ini Jeremiah tidak pernah mendatanginya di tempat kerja.“Aku juga tidak tahu karena dia tidak memberi tahu namanya. Tapi dia adalah pria tinggi yang sangat seksi.”Samantha semakin dibuat bingung dengan penjabaran July tentang seorang pria yang datang mencarinya itu. Samantha pun memutuskan untuk beranjak menghampiri daripada mati karena penasaran.Sepanjang langkahnya Samantha dibuat cukup gugup. Entah mengapa otaknya tiba-tiba berasumsi jika pria itu adalah Dante. Ya, hanya pria itu yang bisa Samantha pikirkan saat mendengar kata seksi. Dante memiliki wajah yang begitu tampan dan rahang tegas yang membuatnya terlihat seksi.Saat kedua matanya menangkap punggung lebar seorang pria yang berdiri membelakanginya. Samantha mengerang dalam hati sebab dugaannya sama sekali tidak salah. Orang yang datang mencarinya benar-benar Dante Adams.“Tuan Adams,” panggil Samantha dengan pelan dan Dante langsung berbalik hingga membuat keduanya saling berhadapan.“Bukankah sudah kukatakan padamu untuk meluangkan waktumu hari ini? Apa yang kamu lakukan sampai tidak menjawab satu pun panggilan teleponku? Kamu membuatku datang ke mari di tengah jadwalku yang sangat padat!” cecar Dante. Pria itu merasa sangat kesal.“Maafkan aku, Tuan Adams. Tadi aku sedang pemotretan dan tidak memeriksa ponselku sama sekali. Aku—”“Sudahlah, tidak usah memberi penjelasan. Sekarang kemas barangmu karena kita harus pergi memilih gaun pengantin. Kutunggu kamu di mobilku.” Dante bergegas pergi sebelum Samantha sempat membuka suara untuk menjawab.Samantha menyemburkan napas berat sementara matanya berkeliling memeriksa area sekitar. Ia hanya tidak percaya Dante menyebutkan ‘gaun pengantin’ dengan begitu jelas. Beruntung tidak ada satu orang pun di sekitar sehingga membuat Samantha merasa sangat lega.“Aku tidak percaya dia menyebut kata-kata itu dengan jelas. Dia yang menyuruhku merahasiakan hal ini, tetapi dia sendiri terkesan seperti tidak peduli.” Samantha menggeleng heran.Detik berikutnya Samantha membuka langkah kembali ke studio untuk mengambil beberapa barang miliknya. Setibanya di sana ia disambut oleh Nicole yang bertanya siapakah yang datang mencarinya tadi.“Dia pria pemilik mobil. Dia datang ke mari karena suatu hal,” kata Samantha pada Nicole. Ia mulai merasa tidak nyaman sebab Nicole terus bertanya.“Apa dia menyuruhmu untuk segera membayar ganti rugi?” tanya Nicole lagi.“Tidak.”“Lalu untuk apa dia datang?”Samantha menyemburkan napas berat melalui mulutnya. Ia sungguh lelah menghadapi pertanyaan Nicole yang tak ada habisnya. “Kamu tidak perlu tahu, Nicole. Aku tidak berkewajiban memberi tahu masalahku padamu, ‘kan? Dan bisakah kamu berhenti menanyaiku macam-macam? Aku merasa tidak nyaman.”Nicole bergumam pelan. “Maafkan aku, Samantha. Aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman.”“Aku tahu. Sekarang aku akan pulang. Jaga dirimu,” ucap Samantha kemudian bergegas meninggalkan Nicole.Samantha memutuskan untuk sedikit berlari agar cepat tiba di tempat parkir. Ia sudah membuat Dante merasa kesal karena tidak menjawab panggilan teleponnya, ia tidak ingin menambah rasa kesal pria itu karena tidak cukup bergegas.Tin! Tin!Dante memberi isyarat kepada Samantha dengan membunyikan klakson mobilnya. Sehingga wanita itu dapat mengetahui di mobil mana sebenarnya Dante berada.“Maaf membuatmu menunggu.” Samantha melontarkan kalimat tersebut saat dirinya baru saja duduk di kursi penumpang di samping Dante.“Apakah kamu memang seperti ini?” Dante bertanya tanpa menoleh ke samping. Matanya fokus menyorot jalanan di depan.“Apa maksudmu, Tuan Adams?” Samantha kebingungan. Ia tidak tahu ke mana sebenarnya topik pembicaraan Dante mengarah.“Kamu selalu meminta maaf. Apa kamu memang mudah meminta maaf atau bagaimana?” Bagi Dante yang sangat jarang mengucapkan kalimat tersebut, tentu membuatnya merasa aneh. “Kamu bahkan meminta maaf demi sesuatu yang jelas bukan kesalahanmu.”Dante masih ingat dengan jelas saat Samantha meminta maaf untuk mewakilkan adiknya. Bagi seorang kakak yang juga mempunyai adik, Dante tidak pernah bertindak demikian. Mengapa ia harus repot-repot meminta maaf sementara yang salah adalah adiknya? Dante jelas tidak mau!“Entahlah. Awalnya aku hanya tidak ingin masalah membesar jika membalas dengan argumen. Kupikir aku bisa meminimalisir masalah dengan meminta maaf. Dan akhirnya menjadi kebiasaan.”Bagi seseorang yang sudah terlanjur dibuat lelah dengan kerasnya kehidupan, Samantha tidak ingin membuang tenaganya lebih banyak lagi dengan berargumen. Tetapi bukan berarti ia akan diam saja ketika ditindas.Dante tersenyum miring. “Pemikiran yang bodoh,” cicitnya pelan.“Ya? Kamu bilang apa?” Samantha tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang telah diucapkan Dante. Dilihat dari bagaimana pria itu tersenyum miring, Samantha cukup yakin jika Dante mungkin mencacinya.“Bukan apa-apa. Tapi Nona Rayne, dengan pemikiranmu itu orang-orang akan sangat mudah menindasmu. Mungkin awalnya mereka akan berpikir kamu adalah wanita yang hangat dan baik. Tapi pada akhirnya mereka juga akan menyakitimu tanpa merasa bersalah.”Seperti yang dilakukan Dante sekarang. Pria itu telah menindas Samantha tanpa wanita itu sadari. Dan seperti yang dikatakannya barusan, ia juga tidak merasa bersalah telah menyeret Samantha dalam kebohongan yang telah ia ciptakan. Sungguh pria yang kejam.Samantha tertegun sementara isi kepalanya berputar seperti roller coaster. Sudah tiga puluh menit ia seperti itu sejak mereka tiba di kediaman. Samantha bahkan tak mengacuhkan Dante yang sedari tadi berbicara kepadanya. Daniele Heien, putri kedua dari keluarga Heien. Begitulah Victoria Heien—ibu kandung Samantha—menyebutkan nama putrinya tersebut ketika mereka berbincang di kediaman Adams. Meski Victoria Heien datang dengan serangkaian bukti lengkap, jujur saja Samantha masih sulit memercayai semua ini. Ia telah hidup sebagai Samantha Rayne selama lebih dari dua puluh tahun. Lalu dalam sekejap ia harus berganti identitas menjadi putri dari keluarga konglomerat. Samantha tidak tahu apakah ia harus merasa senang atau sebaliknya. “Honey, apa kamu bahkan mendengarkanku?” Ini adalah kesekian kalinya Dante melontarkan pertanyaan serupa. Namun lagi-lagi ia masih mendapatkan reaksi yang sama dari istrinya itu. Samantha masih sibuk dengan pikirannya yang kacau balau. Samantha menggigit pel
“Samantha, kemarilah.” Margareth tersenyum begitu manis saat memanggil menantunya itu.Samantha hendak berdiri, tetapi Dante menahan tangannya dengan cukup kuat.“Honey, ada apa?” bisik Samantha pelan. Wanita itu sedikit memajukan wajahnya ke arah Dante dan meminta sang suami agar segera melepaskan genggaman tangannya.Dante mengerjap sebentar kemudian menggelengkan kepala dengan tegas. Detik berikutnya pria itu segera menarik Samantha duduk kembali ke kursinya. Ia sadar sikapnya sekarang sangat tidak sopan, tetapi Dante memiliki alasannya sendiri.“Dante! Jangan bersikap tidak sopan! Biarkan istrimu kemari dan memeluk ibunya!” Margareth sedikit menekankan suaranya. Sungguh ia merasa sangat kesal melihat sikap tidak masuk akal putranya itu.Baik Dante ataupun Samantha, keduanya sontak membuka mata lebar-lebar saat mendengar ucapan Margareth barusan. Terlebih lagi Samantha yang merasa sangat terkejut. Apa maksud ibu mertuanya itu?Di tengah rasa terkejutnya, Dante segera menoleh ke ara
Malam harinya, Dante dan Samantha datang ke kediaman keluarga Adams untuk memenuhi undangan makan malam Margareth. Meski sebenarnya Dante merasa tidak berminat—Dante masih curiga pada sikap ibunya yang berubah secara mendadak. Namun pria itu tidak bisa menolak keinginan Samantha yang tampak antusias ingin datang. "Ayolah, Honey. Jangan pasang wajah seperti itu. Tersenyumlah.” Samantha merengek ketika melihat ekspresi Dante yang terlihat kaku. Dante menghela napas pelan, kemudian berusaha menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas. Meski jelas sekali Dante tampak terpaksa, tetapi Samantha tidak ingin berargumen. Setidaknya Dante masih bersedia datang dan saat ini pria itu sedang tersenyum. Orang pertama yang menyambut kedatangan mereka tentu saja Jennifer Adams. Wanita berambut pirang itu terlihat antusias dengan menghamburkan diri memeluk Samantha. “Rasanya sepi tidak ada kalian di rumah ini. Bagaimana kehidupan pernikahan di kediaman sendiri? Pasti sangat menyenangkan, bukan? Kal
Setelah sepakat untuk memulai kembali hubungan mereka, satu minggu kemudian Dante lantas mengajak Samantha untuk keluar dari kediaman keluarga Adams. Keduanya pindah ke griya tawang yang Dante beli beberapa bulan lalu. Tidak ada yang ingin Dante lakukan selain ingin terus bersama dan menghabiskan waktunya dengan istrinya yang cantik itu. Sebenarnya Dante ingin langsung mengajak Samantha pindah ke griya tawang setelah ia membelinya. Namun ada beberapa ketidakyakinan tersirat di dalam hatinya kala itu. Tetapi kali ini Dante sangat yakin untuk melakukannya dan ia bersumpah tidak akan melepaskan Samantha dari hidupnya. Saat ini Dante masih terlelap di atas tempat tidur mereka yang berukuran king size itu. Dan ketika sinar mentari yang memaksa masuk di celah jendela tak sengaja mengenai kelopak matanya, Dante menggeliat sebentar lalu membuka mata. Ditengoknya ke samping kiri dan ia tidak menemukan Samantha di sana. “Honey …,” seru Dante dengan suara parau. “Hey, di mana kamu?” Karena ti
Dante memutuskan untuk mengantar Samantha pulang ke kediamannya alih-alih mengajak gadis itu ke kediaman keluarga Adams. Satu alasan yang Dante pikirkan adalah karena ingin Samantha menenangkan diri dan beristirahat dengan nyaman tanpa ada yang menganggu. Hingga saat ini gadis itu masih tampak syok dan begitu sedih karena insiden penculikan yang didalangi oleh sahabatnya sendiri.Samantha tak banyak berbicara. Dante juga tak banyak melontarkan pertanyaan pada gadis itu. Sekarang keduanya sedang berpelukan di atas ranjang dengan berbalutkan keheningan.“Aku tidak mengerti mengapa Jere melakukan hal semacam itu. Untuk apa dia menculikku?” Samantha keheranan. Keheningan yang semula membalut ruangan tersebut langsung pecah ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut gadis itu.Dante meneguk saliva dengan sedikit payah. Sejujurnya Dante sudah mengetahui jika keluarga Sinclair telah jatuh bangkrut. Dan alasan Jeremiah menculik Samantha adalah karena pria itu memerlukan banyak uang.Dant
Dante tiba di Panti Asuhan Mida empat jam setelah menerima informasi lokasi dari Jeremiah. Seperti yang pria itu inginkan, Dante datang seorang diri dengan membawa dua buah tas berukuran besar. Dante berjalan sambil mengamati area sekitar, kewaspadaan memenuhi diri pria itu.“Cih! Dasar berengsek. Dia pasti memilih tempat ini setelah menyurvei berkali-kali,” geram Dante.Lokasi yang dipilih Jeremiah sangat jauh dari keramaian. Dante bahkan harus menyetir selama berjam-jam agar tiba di tempat ini. Panti asuhan ini seperti bangunan terbengkalai yang sudah lama ditinggalkan, tidak akan ada yang datang menolong meski seseorang berteriak dengan lantang di tempat ini.Dante terus berjalan hingga akhirnya ia tiba di depan sebuah bangunan tempat Samantha disandera. Dengan kemarahan yang berkobar di dalam dirinya, Dante menendang pintu di depannya itu dan bergegas masuk ke dalam.“Samantha!” teriak pria itu ketika melihat wanita pujaannya tepat di depan mata.Tepat di depannya, Samantha duduk