"Lepaskan aku! Tolong biarkan aku bebas! Tuan!"Suara rintihan terdengar di sebuah penjara bawah tanah milik Darryl. Seorang pria tua tampak duduk menyedihkan dengan beberapa luka di tubuhnya. Matanya juga tidak bisa melihat. Entah apa yang terjadi, tapi darah terlihat di kedua matanya. Dia benar-benar tampak sangat menyedihkan. Sampai suara langkah tiba-tiba terdengar di penjara bawah tanah. Mendekat ke arah pria tua itu. "Tuan? Apa itu Anda? Jika iya, tolong bebaskan saya. Saya ingin pulang. Saya janji, saya akan membayar utangnya.""Kau tidak akan bisa membayar utang.""Apa? Tidak! Saya bisa melakukannya! Anak saya—""Anakmu sudah pergi, membawa Elena," ucapnya dengan suara penuh kemarahan. Dia menggenggam besi yang memisahkannya dengan pria tua yang menyedihkan. "Anakmu itu lebih memilih Elena dibanding kau, Ayahnya sendiri.""M-mustahil. Tidak mungkin! Marcell tidak mungkin seperti itu!"Tubuh tua dan kurus itu bergerak. Tampak ketakutan mendengar berita tersebut. Tentu saja, it
"Ayah!"Darryl baru saja membuka pintu rumah, ketika suara cempreng Ezekiel menyambutnya. Membuatnya terkejut untuk sesaat ketika mendapat pelukan erat putranya. "Ezekiel, kenapa?""Ayah, kenapa Tante Kathleen tidak ada? Ke mana Tante?"Pelukan terlepas. Ezekiel menjauh, tapi tetap memegangi jas kantor milik Darryl. Mata bulatnya menatap ayahnya dengan penasaran. Dia ingin tahu keberadaan Kathleen karena sejak kemarin hingga hari ini, Ezekiel belum bertemu dengannya. Padahal harusnya Kathleen ada.Sementara Darryl yang mendapatkan pertanyaan tiba-tiba itu, sontak terdiam sesaat. Dia memang belum memberitahu Ezekiel jika Kathleen sedang diinterogasi penyidik dan akan segera dipenjarakan olehnya. Darryl pun hanya bisa menarik tangan Ezekiel dan mengajaknya duduk di sofa. Dia mengusap kepala putranya dengan lembut."Ezekiel, Tantemu sudah pergi dari rumah ini. Mungkin tidak akan kembali untuk waktu yang lama.""Huh? Pergi? Kok tidak bilang-bilang?""Mungkin Kathleen lupa memberitahumu. D
Keesokan harinya. Darryl diam di mobil dengan perasaan gugup. Untuk pertama kalinya, dia merasa perasaannya tidak tenang, memikirkan dia akan bertemu kembali dengan Elena. Semua rencananya berhasil. Setelah lebih dari sebulan dia mencari keberadaan Elena, akhirnya dia menemukannya. Di dalam mobilnya, Darryl bisa melihat sebuah rumah yang begitu sederhana. Tidak ada banyak rumah di sekitarnya. Ada perasaan miris dalam hatinya ketika memikirkan jika Elena tinggal di tempat ini setelah kabur dari rumah. Wanita keras kepala dan tidak tahu diuntung. Jika saja Elena mau tinggal bersamanya, kehidupan wanita itu akan tercukupi. Tidak akan mungkin tinggal di rumah kecil seperti ini. Rasa kesal merayap di dada. Darryl sedikit emosi. Namun dia berusaha mengendalikan dirinya. Mengingatkan jika niatnya datang untuk menjemput Elena tanpa adanya paksaan. Darryl menekan mati-matian emosi serta egonya yang terluka akibat Elena. Dia pun akhirnya keluar dari mobil dan merapikan penampilannya. Darryl
'Kathleen yang mengatakannya!'"Sialan!" umpat Darryl sambil memukul stir mobilnya dengan keras saat dia teringat dengan perkataan Elena. Kathleen lagi. Apa yang dikatakan wanita itu, sampai Elena begitu marah padanya? Lalu apa maksudnya bercumbu? Darryl tidak bisa menemukan jawabannya, karena dia tidak pernah merasa demikian. Satu-satunya cara untuk mendapat jawaban adalah menemui Kathleen. Saat lampu di perempatan jalan berubah menjadi warna hijau, saat itu juga Darryl langsung melajukan mobilnya kembali menuju ke tempat di mana Kathleen berada. Setelah beberapa hari ditahan, Kathleen pasti masih menjalani pemeriksaan polisi, mengingat sidangnya juga belum diadakan atau belum dijadwalkan. Namun satu hal yang Darryl tahu, polisi telah menghubungi keluarga Kathleen di luar negeri. Darryl sebagai orang yang dekat dengan Kathleen, tentu saja dia mendapat telepon atas pertanyaan dan kebingungan keluarga Kathleen. Akan tetapi, dia tidak menjawab banyak dan meminta janji temu antara mere
Dua hari berlalu setelah Darryl menemui Elena. Dia disibukkan kembali oleh pekerjaan dan juga kasus yang menjerat Kathleen. Orang tua Kathleen pun telah tiba dan ingin bertemu dengannya secara langsung untuk bicara. Lagi-lagi, Darryl tidak bisa bertemu dengan Elena hari ini dan harus menyelesaikan urusannya. Dia ingin semuanya tuntas hingga tidak ada lagi masalah seperti ini di kemudian hari. Bagaimana pun, Darryl dan orang tua Kathleen memiliki hubungan dekat sebagai mertua dan menantu. Akhirnya, di sinilah Darryl sekarang. Menunggu di privat room yang telah dia pesan di restoran sebelumnya. Dia duduk sambil menanti kedatangan mantan mertuanya untuk membicarakan soal kelakuan Kathleen. Darryl merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia juga tidak bisa menampik kalau dia harus menjelaskan semuanya dan memberi pengertian. Darryl diam dan menunggu agak lama di kursinya sampai beberapa menit kemudian, pintu ruangan dibuka dan mantan mertuanya muncul bersama seorang waitress. Dia yang sedang
"Anakku. Anakku."Darryl tidak bisa berhenti bergumam sambil menatap kaca mobil. Dia memerhatikan penampilannya sebelum kemudian melirik ke arah rumah Elena. Hari ini, Darryl memutuskan untuk datang lagi. Dia ingin menyelesaikan kesalahpahaman sekaligus memastikan apakah Elena benar-benar hamil anaknya atau tidak. Dia juga berharap Elena mau bicara dengannya. Setelah mempersiapkan diri dan mental, Darryl akhirnya turun dari mobil. Dia berjalan gugup menuju pintu rumah. Tidak seperti waktu itu, keadaan rumah tampak sepi. Tidak ada Elena. Wanita itu sepertinya waspada dan takut dia datang lagi. Darryl merasa sedih. Elena sampai tidak mau melihatnya, tapi dia tidak bisa menyerah. Dia akan terus memperjuangkan wanita itu. Begitu berdiri di depan pintu rumah, Darryl langsung mengetuknya. Namun dia tidak bicara dan memilih diam. Saat tak ada jawaban, Darryl kembali mengetuk pintu. Dia berharap Elena ada di dalam dan mau membukanya. "Ya, siapa? Tunggu sebentar!"Mata Darryl melebar saat d
"K-kak Marcell!"Elena yang melihat kedatangan Marcell, terkejut bukan main dan segera melepaskan pelukan Darryl. Dia tidak mau sepupunya salah paham, tapi belum dia sempat mendekati Marcell, pria itu tiba-tiba berlari dan langsung memukuli Darryl. Elena menjerit kaget karena kejadian berlangsung sangat cepat. Apalagi saat Darryl jatuh begitu saja."AKH! KAK MARCELL BERHENTI!" jerit Elena yang mencoba menarik Marcell. Dia ingin memisahkan dua orang itu. Elena tidak mau rumahnya jadi arena perkelahian, apalagi Darryl tampak bernafsu untuk membalas pukulan Marcell. "Sialan, kau berani padaku?""Kau pikir aku takut! Aku akan membalas apa yang kau lakukan selama ini! Bajingan!" balas Marcell sambil berteriak. Matanya melotot. Dia menunjukkan kemarahan yang besar. "CUKUP! Hentikan! Jangan berkelahi di rumah!" teriak Elena yang masuk ke antara Marcell dan juga Darryl. Dia berusaha menengahi mereka. Menatap satu persatu dengan mata melotot. Elena tampak kesal. "Ini bukan arena perkelahian!
Marcell duduk sendirian di ruang tengah. Dia dari tadi diam sambil memikirkan tentang kedatangan Darryl. Rasa kesalnya semakin menjadi. Apalagi Elena belum keluar. Wanita itu mengunci dirinya dari tadi siang sampai jam makan malam sekarang. Entah apa yang dipikirkan Elena, tapi Marcell benar-benar tidak suka dengan sikap lunak sepupunya terhadap Darryl. Seandainya saja Marcell menyadari kalau mobil hitam yang mencurigakan dan yang dilihatnya beberapa hari lalu adalah orang suruhan Darryl, dia pasti bisa mengelabuinya. Sayangnya dia terlalu bodoh dan tidak menyadari itu. Gara-gara ayahnya. Darryl benar-benar sangat licik. Memanfaatkan kematian ayahnya untuk mengetahui lokasinya."Sialan!" umpat Marcell sambil mengusap kasar wajahnya dan mendesah. Dia berusaha mengenyahkan rasa kesalnya dan segera bangkit dari duduknya. Marcell melangkah mendekati kamar Elena dan bersiap mengetuknya. Dia ingin wanita itu segera keluar. Namun baru saja tangan Marcell terangkat dan hampir mengetuk pintu