Masuk"Ceritakan padaku, Key. Apa yang terjadi denganmu?"
Keola menangis tergugu dalam pelukan sahabatnya. Tubuhnya gemetar, tangan dan kakinya sedingin es. Dia baru saja lepas dari maut mematikan. Ya... Akhirnya dia bisa jauh dari cengekeraman Jaeden. Keola tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia terus berada dalam mansion itu, pasti dia akan gila.
Galena memeluk erat tubuh Keola. Dia hanya bisa menjadi penenang, dan dia tidak ingin memaksa Keola untuk cerita apa yang telah terjadi dengannya. Jika Keola siap dia pasti akan membuka suara dan mencurahkan semuanya.
"Tenanglah, kamu aman bersamaku."
Galena yakin telah terjadi sesuatu sampai-sampai membuat Keola ketakutan seperti ini. Mungkinkah keluarganya atau teman kerjanya? Untuk sementara Galena hanya bisa menepuk punggung Keola agar tenang.
"Bisakah kau menolongku? Aku ingin menelepon keluargaku," cicit Keola dengan isak tangisnya. Galena melepaskan pelukannya, dia menatap lekat kedua manik mata Keola.
"Tentu saja."
Galena bangkit lalu mengambil ponsel yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya. Dia menyerahkan ponselnya.
"Oh sial, apa kamu tidak menyimpan nomor keluargaku?" Galena memasang wajah kebingungan, jika diingat-ingat dia tidak pernah menyimpan nomor keluarga Keola.
"Tidak ada, Gal. Kamu tidak menyimpan nomor keluargaku," seru Keola lagi sangat kecewa.
"Lalu bagaimana?" Keola hanya diam, Galena pun ikut panik saat ini. "Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa kamu ketakutan?"
Keola menekan beberapa angka, di dalam hatinya berharap nomor yang ia ketik adalah salah satu nomor keluarganya.
Tersambung...
["Hallo?"]
"Kiel?" ucap Keola nyaring.
["Key? Untuk apa kamu meneleponku? Mengapa nomormu baru?"] Kiel, saudara laki-laki Keola mengoceh di seberang sana. Hubungan Keola dengan Kiel tidak bisa dibilang baik, keduanya sering adu mulut jika sudah bersatu.
"Ini nomor temanku. Kiel tolong aku! Sampaikan pada Daddy, aku...."
["Ah merepotkan, bilang saja sendiri. Jangan ganggu aku,"] ucap Kiel kesal. Detik itu juga Kiel memutus panggilan telepon. Setelah itu Keola tidak bisa menghubungi Kiel.
Keola semakin panik, dia tidak bisa tenang jika belum menghubungi ayahnya. Karena hanya ayahnya yang bisa menolong Keola. Hubungannya yang tidak pernah baik dengan Kiel berimbas buruk disaat Keola sangat membutuhkan bantuan.
Kiel selalu jahat padanya, menelantarkannya, bahkan bisa menyakiti Keola. Itulah salah satu alasan Keola memilih pergi dan tinggal jauh dari rumah. Keola tidak ingin terus bertengkar dengan Kiel. Namun, disaat genting seperti sekarang, tidak ada yang bisa membantunya.
"Sudah tenanglah, kamu aman di sini." Galena memeluk tubuh Keola lagi.
Setelah suasana sedikit tenang, akhirnya Keola bisa memejamkan kedua matanya dan berangsur tidur dengan nyaman di kamar Galena. Keola sangat kelelehan setelah dia berlari sangat jauh dari mansion Jaeden ke rumah sahabatnya. Bahkan dia baru menyadari bahwa kedua telapak kakinya terluka, dia tidak tahu apa saja yang sudah ia injak hingga telapak kakinya berdarah-darah.
Untung saja dia punya teman baik di tanah rantau ini, Galena selalu membantunya dan baru saja gadis itu memberi salep ke telapak kaki Keola. Keola bisa tidur dengan tenang dan nyaman, Galena menggenggam kedua tangannya seolah memberi rasa aman padanya.
***
Brak... Brak... Brak...
Keola dan Galena terbangun sesaat mendengar suara dentuman keras dari luar rumah. Sinar matahari yang menerobos masuk dari sela-sela gorden menyilaukan pandangan mereka.
Brak...
Suara itu semakin nyaring, keduanya beradu pandang. Seketika tubuh Keola menegang dan ketakutan. Melihat Keola yang resah, Galena memberanikan diri untuk melihat keluar. Dia bangkit, tetapi sebelah tangannya ditahan oleh Keola.
"Jangan, tetap di sini dan kunci pintunya. Ki-kita harus kabur sekarang." Keola meracau, tubuhnya gemetar dan tiba-tiba berkeringat dingin.
"Hei hei, kita akan aman. Aku akan menelepon polisi," ujar Galena kembali menenangkan Keola.
"Tidak. Kamu tidak tahu siapa dia, dia orang yang sangat kejam." Keola mencengkeram kedua tangan Galena yang tetap kekeuh ingin keluar dari kamar.
Keola berharap orang di luar sana bukan Jaeden ataupun anak buahnya yang menakutkan. Keola berpikir jernih, tidak mungkin Jaeden bisa menemukannya di sini. Keola kabur saat tengah malam dan tidak ada orang yang tahu keberadaannya di rumah ini.
Namun, sayang sekali Keola tidak tahu siapa Jaeden yang sebenarnya. Pria itu bisa saja menggunakan kekuasaannya dan koneksinya untuk mencari Keola. Bahkan dilubang semut pun Jaeden bisa menemukan Keola dengan mudah.
Keola melupakan bahwa Jaeden bukan pria biasa, usahanya akan sia-sia jika dia tidak hati-hati dan terburu-buru memutuskan sesuatu. Semuanya akan gagal karena Jaeden bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan Keola kembali.
Dubrak...
"KEYYY... LARIIII...."
Keola terperanjat saat mendengar teriakan Galena. Secepat kilat dia bangkit dari duduknya, lalu menuju jendela untuk melarikan diri dari sana, akan tetapi saat membuka jendela dia bisa melihat jejeran anak buah Jaeden telah mengepuh rumah ini.
Keola mundur dua langkah, wajah orang-orang itu sangat menakutkan seolah akan melahap Keola detik itu juga.
Disisi lain, Jaeden dengan wajahnya yang memerah segera berlari menuju kamar yang pintunya terbuka setengah. Pasti Keola ada di dalam sana, tanpa menunggu lagi Jaeden harus menangkap Keola. Jaeden pun memerintahkan Dhruv untuk menahan Galena yang juga hendak melarikan diri.
"I got you."
Jaeden tersenyum miring, sedangkan Keola memelotot tajam ke arah pria itu. "Lepaskan!"
Sayangnya Jaeden menebalkan telinganya, dia menyeret Keola keluar dari kamar itu. Jaeden gelap mata, dia marah karena berani-beraninya Keola pergi dari mansion. Jaeden cukup terpukau dengan gadis yang saat ini dalam genggamannya berhasil keluar dari tembok mansion yang cukup tinggi itu.
"Key...." Galena berusaha menangkap Keola, usahanya nihil karena kini pria yang tak ia kenal mencekik lehernya.
"Hei, jauhkan tangan kotormu itu dari sahabatku." Keola murka saat melihat wajah Galena sudah memerah dan kehabisa napas.
Jaeden menarik tubuh Keola, kini keduanya sangat dekat dan lebih tepatnya Jaeden memeluk pinggang Keola yang ramping. Keola menatap lekat kedua manik mata Jaeden dengan penuh kebencian. Kedua tangannya memukul dada Jaeden, tetapi pria itu tidak bereaksi sedikit pun. Kini Keola kehabisan napas, tubuhnya yang saling berdekatan membuat Keola sangat tegang.
"Berani-beraninya kamu kabur dariku?" seru Jaeden sangat sinis. "Kamu pikir bisa melarikan diri dariku? Aku bisa dengan mudah menemukanmu lagi."
"Apa maumu, huh?"
"Sudah aku bilang, jangan pernah menginjakkan kakimu keluar dari mansion."
"Kamu bukan siapa-siapa bagiku. Kita orang asing...."
"Kita bukan orang asing. Kita akan menikah hari ini juga." Tubuh Keola menegang, Jaeden mencengkeram pinggangnya hingga rasanya sangat panas di kulit Keola.
Keola ketakutan, tetapi rasa bencinya sangat besar terhadap Jaeden. Baru pertama kali ini Keola bertemu dengan pria gila dan kejam. Sesaat lalu Jaeden hendak membunuhnya, namun tiba-tiba pria itu ingin menikahinya. Benar-benar pria gila!
"Aku tidak sudi menikah denganmu," balas Keola dengan berani. Jaeden tetaplah Jaeden yang harus mendapatkan apa yang ia inginkan.
Tiba-tiba Jaeden mendorong tubuh Keola hingga terjatuh. Jaeden menghampiri Galena dan beralih menyeret sahabat Keola itu.
"Apa yang akan kau lakukan, pria gila?" teriak Keola saat Jaeden menyodorkan sebuah pisau tajam ke leher Galena.
"Ini adalah hukumanmu karena kabur dari mansion."
Srek....
Darah segar berwarna merah itu mencuat dari leher Galena. Keola berteriak histeris, sedangkan Galena yang tegang dan sedikit demi sedikit mulai merasakan perih di lehernya yang menjalar ke seluruh tubuh.
"GALENA...."
"Itu bukan luka tusuk biasa, tetapi ada racun di tubuh Jaeden. Sepertinya pisau yang menusuk perutnya dibaluri racun," terang Clara menjelaskan penyebab ambruknya Jaeden. "Untung saja tidak mematikan, tetapi namanya racun harus ditangani dengan baik. Aku sudah mengeluarkan racunnya, tolong awasi dengan baik. Jika terjadi sesuatu segera hubungi aku, untuk sekarang dia sudah stabil. Aku harap dia akan baik-baik saja seterusnya.""Terimakasih Dokter Clara," ucap Keola sembari membalas genggaman tangan Clara. "Keola panggil saja aku Clara, kita berteman kan." Keola tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keola benar-benar tidak bisa tidur, kedua matanya terus mengawasi Jaeden. Rasanya dia bertanggung jawab atas keselamatan suaminya saat ini. Seperti kata Clara harus ada yang mengawasi Jaeden jika tiba-tiba terjadi hal buruk pada pria itu. Keola bersedia mengambil peran untuk menjaga Jaeden. "Nyonya." Nancy muncul dari balik pintu kamar. "Ini teh jasmine untukmu." Nancy menaruh secangki
Citttt....Suara decitan dari ban mobil terdengar nyaring. Jaeden menghentikan mobilnya seketika saat mobilnya dihadang oleh kendaraan lain. Jaeden memukul kemudi, berani-beraninya ada yang menghalangi jalannya.Jaeden tidak langsung keluar, dia menunggu lawannya untuk keluar terlebih dahulu dari mobilnya. Benar saja sesuai dugaan Jaeden bahwa Noah sang pemimpin wilayah barat muncul di hadapannya. Benar-benar mencari mati, suasana hati Jaeden saat ini sedang tidak baik, dia akan membuat Noah menyesal dan akan melampiaskan amarahnya kepada rivalnya itu. "Apa maumu?" Jaeden berterus terang, sebenarnya dia malas meladeni pria sombong di depannya ini. Noah meludah ke samping kiri, seolah jijik melihat wajah Jaeden. Hal itu sudah biasa, Noah selalu iri pada Jaeden karena selalu mendapat sanjungan dari ketua aliansi yang tak lain Gibson ayah angkat mereka berdua. Ya, baik Jaeden maupun Noah sama-sama anak pungut yang menumpang hidup di bawah ketiak Gibson. Namun, Gibson lebih menyayangi
"Akhirnya kau datang juga." Pria berkacamata itu membolak-balik kertas di hadapannya, tatapannya sangat serius, auranya benar-benar membuat siapapun yang ada didekatnya gemetar takjub. Pria yang umurnya sudah tak lagi muda, tetapi memiliki tubuh yang bugar dan wajahnya yang masih terlihat seperti umur empat puluh tahunan. Padahal dia sudah berumur enam puluh tujuh tahun ini. Jaeden memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, gemetar seperti tikus yang terkepung oleh banyaknya kucing. Satu-satunya manusia yang Jaeden takuti. Gibson Harbert Faxon, pemimpin The Shadow yang sangat disegani. Manusia pertama yang memungut Jaeden setelah dibuang oleh kedua orang tuanya dan menjadikannya manusia seperti sekarang ini. Bengis, tidak punya hati, dan menakutkan. Jaeden menganggapnya seorang ayah, dan status itu harus ia bayar sangat mahal. Awalnya memang seperti itu sebelum Jaeden sadar bahwa Gibson mengumpulkan anak-anak terlantar untuk dijadikan budaknya, agar tunduk dan patuh melaksanakan tug
"Apa kau sudah menemukan pelakunya?" tanya Jaeden dengan wajah serius, saat ini dia sedang membaca sebuah dokumen yang baru saja Dhruv berikan padanya. "Benar dugaan saya, Tuan. Setelah ditelusuri penyebab kecelakaan itu dari pimpinan wilayah barat. Tapi, dari mana mereka tahu rencana kita?" Dhruv bertanya-tanya, pasalnya tidak ada yang tahu rencana Jaeden untuk menakut-nakuti Keola dengan video kecelakaan kedua orang tuanya. Kejadian itu begitu cepat mengalir, keesokannya berita kecelakaan itu beredar luas. Sehingga membuat Keola semakin marah pada Jaeden. Tentunya James Rosendale juga akan mengira kecelakaan itu perbuatannya, hal ini akan menciptakan perang yang besar. Jaeden menutup keras dokumen tersebut. Amarahnya memuncak, perseteruan wilayah timur dan barat semakin kentara. Noah Addison benar-benar ingin menjatuhkan nama Jaeden di depan ketua aliansi. Itu semua karena perebutan kekuasaan, Noah ingin merebut wilayah Jaeden. "Mungkinkah ada seorang pengkhianat di organisasi k
"Tidak usah banyak bicara. Cepat lakukan tugasmu."Keola dan dokter cantik yang dipanggil Clara itu tampak kesal dengan ucapan Jaeden. Keola menatap sinis pria sombong di sampingnya ini, sedangkan Clara hanya bisa memutar bola matanya karena sudah terbiasa menghadapi sikap Jaeden yang selalu menyebalkan. "Apa yang sebenarnya telah terjadi, Tuan?" tanya Dhruv khawatir. Jaeden malah balik menatap Keola karena lukanya ini atas perbuatan istrinya itu. Keola hanya mengedikkan kedua bahunya, juga bukan sepenuhnya salah Keola. Mereka semua duduk pada alas tikar tempat Keola dan Jaeden berpiknik. Clara melakukan tugasnya dengan sangat lihat, memang sudah profesinya sebagai dokter sehingga Keola tidak heran lagi kedua tangan cantik itu sangat cepat membalut perban. "Lukanya lumayan dalam, kalau bisa jangan sampai terkena air. Dan kalau bisa kau tidak usah mandi biar badanmu bau." Clara menekan setiap katanya, dia selalu kesal jika berhadapan dengan Jaeden. Clara dan Jaeden sudah saling men
"Kau...tidur?" Keola menatap lamat-lamat wajah tenang, tetapi aslinya mematikan. Keola teringat beberapa waktu lalu, dia harus terjebak selamanya hidup dengan pria yang sangat ia benci. Pria di sampingnya ini yang telah membuat keluarganya dan kerabatnya terluka. Keola ingin membalaskan dendam atas rasa sakit kedua orang tuanya, sahabatnya dan rasa sakitnya yang harus mendekam di balik tembok kokoh mansion ini. Baru beberapa hari, tetapi rasanya seperti bertahun-tahun mendekam di neraka. "Aku tidak akan membiarkan kamu menang atas rasa perihku," lirih Keola penuh dendam. Keola mengambil pisau buah yang disiapkan oleh Nancy. Ujung pisau itu berkilau, ketajamannya bisa Keola rasakan perih yang tak terkira. Keola menatap ke depan, dia menghembuskan napas agar bisa bersikap tenang. "Huh...." Baru saja menolehkan badannya ke arah samping, Jaeden sudah duduk dan menatapnya sengit. Keola terkejut, sungguh...sebelah tangannya seketika dicengkeram kuat oleh Jaeden. Apel merah yang ada di







