"Aku harus bersembunyi...." Malam itu menjadi malam yang menakutkan bagi Keola karena dia harus menghindar dari kejaran orang jahat. Jaeden yang menjadi pemimpinnya berusaha untuk membunuh Keola. Malam yang gelap tak menyurutkan semangat Keola untuk berlari. Namun naas, dia tertangkap, dan dia tidak bisa bergerak karena kepungan dari pria-pria bertubuh besar itu. Niat Jaeden lenyap saat hendak membunuh Keola, tetapi ide gila muncul untuk menikahi Keola. Semua orang terkejut, Jaeden memiliki alasan sendiri saat melihat wajah polos Keola. Menjadi istri tawanan yang tidak pernah bisa lepas dari genggaman Jaeden, Keola berusaha untuk pergi dan membalaskan dendam akan rasa sakit yang selama ini ia terima. Akankah Keola bisa bebas dari hidupnya yang saat ini kelam?
Lihat lebih banyak"Tolong... Pergilah! Menjauh dariku!"
Darah segar keluar dari pergelangan tangan Keola. Rasa sakit seketika menjalar keseluruh tubuh. Namun, tak membuat Keola berhenti untuk terus berlari menghindar dari pria-pria bertubuh besar yang sedang mengejarnya.
Keola harus berlari sejauh mungkin jika dia ingin nyawanya terselamatkan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini, sepulang dari merayakan pesta dirinya diikuti. Tiba-tiba mulutnya dibekap dan dibawa ke tempat yang sepi dan gelap.
Instingnya yang kuat bahwa dirinya berada dalam bahaya mencoba meronta, tetapi pergelangan tangannya menjadi korban goresan pisau tajam. Keola berhasil lepas, lalu menyusuri lorong sempit untuk mencari tempat persembunyian.
"Aku harus bersembunyi. Sial... Siapa orang-orang itu?" Walaupun dirinya seorang perempuan, tetapi nyalinya cukup besar.
Brak... Brak... Brak....
Satu pintu ke pintu yang lain, Keola singgah dibeberapa rumah untuk meminta tolong. Namun, tidak ada satu pun rumah itu yang mau membukakan pintunya.
"Tolong... Tolong aku, aku mohon bukakan pintunya."
Brak... Brak... Brak...
Akhirnya satu pintu terbuka, seorang pria paruh baya dengan setelan piyamanya dan rambutnya yang acak-acakan menatap heran kearah Keola.
"Tolong aku... Ijinkan aku masuk," ujar Keola dengan nada rendah. Takut-takut jika pria-pria itu mendengar suaranya.
Namun, pria paruh baya itu hendak menutup pintu. Pria itu sama takutnya melihat darah bercucuran dari tangan Keola.
"Tidak, jangan libatkan aku. Aku tidak mengenalmu."
Keola frustasi, dia harus berlari lagi saat salah satu pria bertato terlihat di ujung lorong.
"Oh Tuhan apa yang sebenarnya telah terjadi?" Keola mulai takut, air matanya mengalir deras dikedua pipinya.
Untuk yang kesekian kalinya, dia mendial nomor telepon yang bertuliskan nama "Daddy" dari ponselnya. Tidak ada sahutan, panggilannya diabaikan. Entah ke mana lagi Keola harus mencari bantuan.
Polisi... Ya, dia harus menelepon polisi. Karena panik dia sampai lupa untuk meminta bantuan kepada polisi.
Keola berbelok ke lorong yang lebih sempit. Dia mengistirahatkan kakinya sejenak dan menyandarkan punggungnya ke dinding yang sudah berjamur.
Kedua tangannya gemetar, hampir tidak bisa mengetikkan sesuatu di atas toots ponselnya.
Sreetttt....
TERTANGKAP!!!
Wajah Keola memucat seolah darah tidak berhasil mengalir ke seluruh nadinya. Pria itu dengan wajahnya yang buas seolah hendak menerkam gadis mungil yang kini dalam dekapannya, otot-otot tangannya pun menekan tubuh Keola. Keola melihat sebilah pisau yang menyilaukan matanya, pasti sedikit tergores saja bisa memberikan rasa perih yang dahsyat.
"Menyerahlah, atau aku cabik-cabik tubuhmu," ucap pria itu di belakang telinga Keola. Tentu saja Keola ketakutan, dia belum pernah berada disituasi mencekam seperti ini.
"Jangan macam-macam denganku, atau orang tuaku akan membunuhmu."
"Hahaha membunuhku?"
"Kau siapa huh? Aku tidak pernah berurusan dengan kalian semua!" Keola meronta, dia harus melarikan diri. Namun, tenaga pria ini sangat kuat.
"Kamu memang tidak, tapi orang tua yang kau sayangi itu sudah macam-macam denganku. Sekarang aku akan balas dendam lewat dirimu."
"Tidak tidak, apa yang akan kau lakukan?"
Keola dibanting ke tanah, rintihannya memuaskan pria kejam yang ada di depannya saat ini. Sayangnya pencahayaan yang minim membuat Keola tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas.
"Bos, kau menangkapnya," ucap salah satu anak buah pria itu.
Habislah sudah, Keola dikepung oleh pria-pria jahat ini. Yang bisa Keola lakukan saat ini adalah bersimpuh dan memohon agar dilepaskan. Keola tidak bisa melawan semua pria ini dengan kekuatannya yang lemah, dia bagaikan seonggok tikus yang dikeliling banyak kucing. Keola tidak berdaya.
"Bunuh dia sekarang juga," titah pria yang dipanggil bos tersebut.
"Tidak, jangan bunuh aku. Ampuni aku, aku tidak punya salah dengan kalian." Keola bersimpuh, kedua tangannya ia satukan di depan dada sebagai permohonan.
"Aku ada pilihan untukmu." Keola mengangguk saat si bos membuka suara, "Kau pilih mati, atau menjadi wanita penghibur untuk semua pria di sini."
Keola ternganga, orang bodohlah yang akan memilih salah satu dari pilihan tersebut. Lebih baik dia mati jika harus mengorbankan kehormatannya. Namun, dia belum siap meninggalkan dunia ini, dia masih ingin hidup.
Jaeden Faxon pemimpin organisasi The Shadow wilayah timur tertawa penuh kemenangan, pria itu berbalik arah dan membiarkan anak buahnya mengambil alih untuk mengeksekusi Keola.
"Tuan jangan seperti ini." Keola meraih kaki yang dipanggil bos itu, Keola memeluknya berharap ada sedikit rasa kasihan terhadapnya.
"Tuan, aku akan melakukan apapun yang anda suruh."
Brukkk.... Pria itu menendang tubuh Keola hingga terpental.
"Cepat bunuh dia!"
"Aahh Tuan, tidak... Jangan dekati aku, jangan bunuh aku!!!"
Jaeden tersenyum penuh kemenangan. Sebentar lagi putri dari musuhnya akan dibunuh, dan keluarga Rosendale akan berduka atas putri tunggalnya yang telah tiada. Jika bukan karena James Rosendale, ayah Keola yang selalu ikut campur menggagalkan usahanya, dia tidak akan berbuat kejam seperti ini.
"Tuan...."
Dengan sisa-sisa tenaganya, Keola mendorong, menendang, memukul, bahkan menggigit pria-pria di depannya saat ini sampai ujung bibirnya robek. Saat ada celah dia mengambil kesempatan untuk lari.
"Tuan...."
Langkah kaki Jaeden terhenti, dia teringat akan seseorang saat Keola meneriaki namanya. Lampu jalan yang awalnya redup, tiba-tiba menyala terang. Jaeden berbalik, lalu mendapati Keola yang berlari ke arahnya. Jaeden mematung, tubuhnya gemetar seolah mendapat sinyal untuk meraih tangan Keola.
Wanita ini sama seperti....
"Tuan...."
Keola mengulurkan tangannya berharap ada seseorang yang melindunginya. Tubuh Keola lemah, napasnya memburu dan sesak karena ketakutan. Pandangannya menggelap, langkah kakinya mulai limbung dan akhirnya terjatuh.
Jaeden segera berlari dan menangkap tubuh Keola. Tubuh Keola sangat dingin, lemah, dan tak berdaya. Dada Jaeden seakan tercubit saat melihat kondisi Keola. Anak buahnya segera mendekat, mereka tidak perlu bersusah payah lagi untuk membunuh Keola. Keola tak sadarkan diri, akan lebih mudah jika membunuhnya tanpa ada penolakan.
"Bos, serahkan pada kami," ucap Dhruv, asisten kepercayaan Jaeden.
"Hentikan!"
"Ada apa, Bos?"
"Aku tidak akan membunuhnya," tegas Jaeden dengan napas yang memburu.
Semua orang terkejut terutama Dhruv yang tidak pernah melihat wajah bosnya sesendu saat ini. Dhruv memicingkan kedua matanya sembari menatap Keola yang saat ini berada dalam dekapan Jaeden. Tidak mungkin hanya karena seorang gadis lemah Jaeden tidak menaati perintah aliansi. Jaeden bukanlah orang yang mudah iba terhadap orang manapun. Bahkan seorang anak kecil pun bisa ia habisi.
"Maksud anda? Kita harus membunuhnya agar ketua tidak marah besar. Tugas ini antara hidup dan mati," terang Dhruv agar Jaeden tidak lupa dengan perjanjiannya dengan sang ketua.
"Jangan sentuh dia!" Jaeden memebelalakkan kedua matanya saat Dhruv mendekat. "Aku tidak akan membunuhnya, tetapi aku akan menikahinya."
"APA???"
Tentu saja ini keputusan yang sangat tiba-tiba. Keola yang bermarga Rosendale adalah musuh bubuyatan dari organisasi, karena itu dia harus dibunuh untuk membalaskan dendam. Namun, menikahinya? Keputusan Jaeden sangat-sangat gila, ini akan menimbulkan masalah yang sangat besar.
"Aku akan menikahinya. Dhruv uruslah semuanya, ini perintah dariku!"
"Ceritakan padaku, Key. Apa yang terjadi denganmu?"Keola menangis tergugu dalam pelukan sahabatnya. Tubuhnya gemetar, tangan dan kakinya sedingin es. Dia baru saja lepas dari maut mematikan. Ya... Akhirnya dia bisa jauh dari cengekeraman Jaeden. Keola tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia terus berada dalam mansion itu, pasti dia akan gila. Galena memeluk erat tubuh Keola. Dia hanya bisa menjadi penenang, dan dia tidak ingin memaksa Keola untuk cerita apa yang telah terjadi dengannya. Jika Keola siap dia pasti akan membuka suara dan mencurahkan semuanya. "Tenanglah, kamu aman bersamaku." Galena yakin telah terjadi sesuatu sampai-sampai membuat Keola ketakutan seperti ini. Mungkinkah keluarganya atau teman kerjanya? Untuk sementara Galena hanya bisa menepuk punggung Keola agar tenang. "Bisakah kau menolongku? Aku ingin menelepon keluargaku," cicit Keola dengan isak tangisnya. Galena melepaskan pelukannya, dia menatap lekat kedua manik mata Keola. "Tentu saja." Galena bangki
"Tuan, Ketua menanyakan misi akhir kita kemarin." Dhruv menyela aktifitas Jaeden yang sedang membolak-balik sebuah dokumen. "Kau tidak melaporkannya?" Jaeden balik bertanya, keduanya saling pandang.Dhruv gelagapan seraya menggelengkan kepalanya. "Anda belum memerintahkan apapun....""Aku akan melaporkannya."Tampak Jaeden memijit pelipis, dia sedang mempertimbangkan sesuatu agar rencananya berjalan lancar. Dia tidak bisa melapor dengan tangan kosong. Dia harus memiliki bukti agar ketua mempercayainya. Untuk yang pertama kalinya Jaeden melanggar perintah dari sang atasan. Hanya untuk melindungi makhluk lemah yang ia temui. "Apa kau sudah siapkan?" Dhruv mengangguk sebagai tanda bahwa ia melaksanakan seperti apa yang Jaeden perintahkan."Apa sesuai kriteria?" Dhruv mengangguk lagi, dia tidak banyak bicara walau di hatinya menyimpan rasa was-was. "Baiklah, kalau begitu nanti malam kita eksekusi."Di sisi lain, Keola menggedor pintu kamar sampai kedua tangannya kesakitan. Namun, tidak
"I caught you."Doorrr....Suara senapan itu menggema di udara. Bruk....Keola terjatuh, dia pingsan. Nancy yang tak jauh darinya segera menghampiri Keola dan menyandarkannya di pangkuan. Nancy menatap sinis kearah Jaeden yang berjalan begitu ringan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. "Jaeden apa yang kau lakukan, huh? Kau menakutinya." Nancy berteriak kencang, tetapi ocehannya sama sekali tidak membuat Jaeden takut. Justru pria itu terkekeh melihat reaksi Nancy yang berlebihan. "Aku hanya bermain-main dengannya.""Dasar anak nakal.""Aku sedang menangkap kelinci ini." Jaeden mengangkat kelinci yang sudah mati di tangannya. Satu pukulan mendarat di punggung Jaeden. Satu-satunya orang yang berani memukul bahkan memarahi Jaeden adalah Nancy. Wanita berumur hampir setengah abad inilah yang merawat Jaeden dari masih bayi, karena itulah Jaeden tidak pernah marah atau pun kesal terhadap Nancy karena dia sendiri menganggap Nancy seperti ibunya. "Jae kalau kau bersikap seperti ini tidak
"Ah silau sekali."Keola menutup wajahnya, sinar matahari menghangatkan seluruh tubuhnya. Perlahan-lahan, dia membuka kedua mata. Pandangan pertamanya saat ini adalah sebuah kamar dengan nuansa hitam putih yang terasa asing baginya. "Di mana aku?" Keola bangkit, seketika rasa perih menjalar dari tangan keseluruh tubuhnya. "Ah sakit sekali tanganku." Keola menahan tangan kanannya yang nyeri. Keola mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi semalam. Setelah berusaha kabur dari kumpulan manusia jahat, Keola tidak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya. "Aku tidak jadi dibunuh? Apakah ini rumah pria itu?"Keola bangkit, dia menatap tubuhnya yang terpasang baju kaos pria yang kebesaran di tubuhnya. Tidak mungkin pria itu yang memasangkannya bukan? Astaga seketika Keola melindungi tubuhnya dengan kedua tangan. Pria itu mungkin telah melihat setiap inci dari tubuhnya. Keola memejamkan kedua mata, dia sangat malu dan begitu ceroboh membiarkan seorang pria tak dikenal membawa dirinya ke
"Tolong... Pergilah! Menjauh dariku!"Darah segar keluar dari pergelangan tangan Keola. Rasa sakit seketika menjalar keseluruh tubuh. Namun, tak membuat Keola berhenti untuk terus berlari menghindar dari pria-pria bertubuh besar yang sedang mengejarnya. Keola harus berlari sejauh mungkin jika dia ingin nyawanya terselamatkan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini, sepulang dari merayakan pesta dirinya diikuti. Tiba-tiba mulutnya dibekap dan dibawa ke tempat yang sepi dan gelap. Instingnya yang kuat bahwa dirinya berada dalam bahaya mencoba meronta, tetapi pergelangan tangannya menjadi korban goresan pisau tajam. Keola berhasil lepas, lalu menyusuri lorong sempit untuk mencari tempat persembunyian. "Aku harus bersembunyi. Sial... Siapa orang-orang itu?" Walaupun dirinya seorang perempuan, tetapi nyalinya cukup besar. Brak... Brak... Brak....Satu pintu ke pintu yang lain, Keola singgah dibeberapa rumah untuk meminta tolong. Namun, tidak ada satu pun rumah itu yang mau mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen