Kepedulian Reina yang terlihat jelas di mata Daskar membuat dirinya terdiam. Perempuan itu memang sangat tulus ketika memiliki hubungan pertemanan dengan siapa saja. Terbukti dengan bagaimana sikap dia pada Allesa.
"Allesa baik-baik aja?" tanya Reina mengalihkan suasana yang membuat hatinya menjadi sedih dan juga terpukul.Lebih baik dia mempertanyakan yang jauh lebih penting daripada mengurusi hatinya yang selalu merasa kosong ketika peduli pada keadaan Daskar. Lagian Daskar juga selalu tidak peduli dengan dirinya sendiri. Jadi rasanya akan percuma saat dia yang menaruh perhatian pada Daskar yang jug acuh."Baik aja. Sekarang dia udah sama Tuan Algazka." Daskar menjawab penuh keyakinan. Bukan untuk menenangkan hati Reina, tapi memang demikian keadaan Allesa yang baik-baik saja."Beneran baik--baik aja kan? Allesa nggak ada luka kan?" Reina yang kembali memastikan keadaan Allesa. Kebetulan dia belum bertemu dengan Allesa sejak kejadian hari itu.Adam yang datang saat itu sebagai detektif sudah duduk di ruang tengah yang telah Algazka persilahkan untuk masuk. Bisa ditebak kalau Adam adalah detektif baru yang dipindahkan ke bagian titik daerah dimana tempat Algazka berada.Dan benar saja kalau tadi dia telah memperkenalkan diri sebagai detektif baru. Pantas Algazka baru melihatnya. Dan melihat sosok Adam sudah membuat Algazka tahu kalau otak lelaki itu pasti kritis, pintar, senang menjebak, dan dia bukan datang dari sosok yang mudah diajak kerja sama seperti detektif sebelumnya yang bisa Algazka suap dengan uang."Sudah melihat jasad-jasadnya?" tanya Adam yang telah meletakkan beberapa penemuan jasad yang sudah dia abadikan di sebuah foto.Dan foto itu dia berikan pada Algazka yang sudah melihat secara sekilas."Sudah.""Apakah anda mengenalnya, Tuan Algazka?" tanya Adam dengan sorot penuh selidik namun sangat tenang.Setiap gerakan Algazka dia baca. Gerakan santai, tidak
"Ihhhh, jangan mesummm!!" Allesa yang lagi-lagi menjauh dari Algazka.Jantungnya yang masih berdebar dan bikin Allesa jadi kesal. Seharusnya Algazka tidak tega melakukan apapun apalagi hal yang selalu berhasil membuat jantungnya berdebar.Allesa yang sudah mendorong Algazka agar minggir dan kini dia duduk di atas kasur. Sementara Algazka pun juga sudah duduk di hadapan Allesa. Wajahnya tersenyum kecil melihat Allesa yang selalu salah tingkah.Sifat polosnya semakin membuat Algazka yakin kalau dia adalah lelaki paling beruntung."Kamu kok pulang cepet?" tanya Allesa kemudian."Kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Algazka yang sudah membuat Allesa berdecak kesal."Aku nanya. Jangan sensitif. Lagian tadi kamu pagi kayak buru-buru banget soalnya. Padahal aku pikir kamu nggak kerja." Allesa menjelaskan apa adanya.Hal itu membuat Algazka jadi terdiam sejenak. Pikirannya kembali melayang mengingat apa yang tadi terjadi di kantor. P
"Alando? Bener kan itu nama lo?" tanyanya dengan nada yang bertanya-tanya meski dia melemparkan tatapan yang penuh dengan keyakinan,Bisa dibilang cukup percaya diri melihat lelaki yang dia sebut namanya dengan cukup lantang.Alan yang mendengar itu masih diam walau tatapan mereka saling melempar satu sama lain. Dan langkah perempuan itu semakin mendekati Alan yang duduk lalu dia mendudukkan dirinya di seberang posisi Alan."Gue inget lo." Alan menanggapi dengan sorotan tajamnya. Namun sikap dia tetap santai. "Lo Karla, temannya Nastazie." Alan melanjutkan dengan senyuman tipisnya.Jawaban Alan membuat Karla terkesima. Rupanya Alan masih ingat dengan pertemuan mereka."Gue nggak nyangka kalo lo masih ingat sama gue. Padahal waktu itu kita cuma ketemu beberapa jam di club.""Ingatan gue masih tajam. Apalagi soal malam itu.""Malam yang mana?""Malam saat gue menghabiskan waktu dengan temen lo!"Sementara
"Ihhh, jangan manggil kayak gitu!" Allesa protes."Oke, Allesa." Algazka yang sudah merubah panggilannya. Tahu kalau Allesa tidak suka setiap dia memanggil dengan nama panjang karena aura Algazka pasti berubah.Hal yang memang Allesa tidak pernah sukai. Nada Algazka memang otomatis berubah saat dia memanggil dengan panggilan Allesandra."Aku udah ganti. Allesa, hem?" Algazka yang sudah merubah panggilannya dengan nada lebih hangat."Iyaaa!""Jangan protes, oke? Kamu simpan uangnya atau kamu pakai apapun itu. Aku nggak akan nanya kamu mau apain uangnya." Algazka berusaha menjelaskan dengan lebih tenang.Memberikan pengertian pada Allesa yang kini dia jadikan sebagai istri sah."Itu udah jadi milik kamu dan aku juga nggak masalah kasihnya, Allesa. Aku akan kasih kamu setiap bulannya atau setiap minggu ...""Nggak usah, nggak usah!""Nggak usah apa?""Nggak usah setiap bulan atau setiap minggu." A
Ucapan Allesa yang meminta uang dengan ekspresi wajah polosnya jadi membuat Algazka tersenyum. Dia langsung mengeluarkan hp dari saku celananya dan menyerahkan sama Allesa."Kenapa?" tanya Allesa bingung."Ketik nomor rekening kamu disini. Aku nggak tau nomor rekening kamu. Kamu punya kan nomor rekening yang terhubung sama mobile banking?" tanya Algazka yang dijawab Allesa dengan anggukkan kepalanya.Selama ini Allesa memang punya. Hanya saja dia belum menggunakan aplikasi bankingnya lagi. Bagaimana bisa mau menggunakan, hp Allesa kan sudah dihancurkan oleh Algazka dan dia yang juga tidak membawa apa-apa ke rumah Algazka.Baru-baru ini saja Algazka memberikan Allesa hp meski dia belum melakukan install mobile banking yang dimaksud oleh Algazka. Jadi nanti Allesa tinggal mengunduh saja aplikasinya.Namun yang menjadi masalahnya kenapa Algazka tidak bertanya apa-apa. Padahal Allesa sudah meminta uang. Seakan-akan Algazka tidak keberatan sam
"Gasa Group!" Argantara mengepalkan tangannya dengan tatapan tajam atas apa yang telah dia lihat. Nama Gasa Group yang telah dia ketahui siapa pemiliknya. Argantara Ragadian. "Gasa Group. Gasa. Ga ... Arga ... Arga ... Gasa ... Sa ... Allesa?!" Algazka menemukan sesuatu dari singkatan nama Gasa Group yang ternyata adalah perusahaan yang dimiliki oleh Argantara. Lelaki yang Algazka benci karena dia pernah hadir di dalam kehidupan Allesa. Dan belum lagi lelaki itu pernah berniat menikahi Allesa yang sudah menjadi milik dia. Sebuah perasaan yang sejujurnya Algazka masih tidak mengerti diantara mereka. "Gasa ... Arga ... Allesa?!" Algazka mendengus kesal. Dia sudah menemukan arti penting dibalik nama Gasa yang kemungkinan dari Arga dan Allesa. Meski itu datang dari tebakannya, tapi siapa yang bisa menilai kalau ternyata tebakan dia tidak benar. Algazka yakin seratus persen atas pecahan kata yang dia kumpulkan. Ternyata sudah terpecah inti dibalik nama dari Gasa Group. "Brengsek!" A