"N-naila!" Tak hanya Abel Leon pun terkejut saat melihatnya, sejak kapan wanita itu di bebaskan dari penjara. Naila tersenyum tipis, ia menunduk menyapa Abel dan juga Leon. "Lama tidak berjumpa, Abel, Leon!" ucap Naila. Lalu tak lama seorang pria yang tengah menggendong bocah perempuan mendekat ke arah Naila. "Sayang, kamu kenapa aja sih Divia nyariin kamu dari tadi."Perhatian mereka kini teralih pada sosok pria yang baru saja datang. Tak kalah terkejutnya saat melihat jika pria itu ternyata Andara. Andara pun nampak terkejut saat melihat Leon dan Abel. Secepat mungkin ia mengubah raut terkejutnya dengan senyuman tipis. "Lama tidak berjumpa dengan kalian!" Abel tersenyum canggung ia menganggukkan kepalanya pelan. Berbeda dengan Leon yang menatap datar ke arah dua orang tersebut. "Kalian bersama?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja. Andara mengangguk. "Gue sama Naila baru aja menikah satu bulan yang lalu setelah dia terbebas dari penjara." jelas Andara. Abel mengernyit saat me
"Tidak, lepaskan aku! Jangan sentuh aku!" teriak Abela, tangis gadis itu pecah saat orang-orang berpakaian hitam menyeret tubuhnya masuk ke dalam mobil. "Mama, tolong aku!" isaknya. Namun, wanita yang Abela maksud justru tersenyum penuh kemenangan. Terlebih saat seseorang memberikan satu koper berisi uang kepadanya. Abela semakin terisak, dia tidak percaya jika ibu tirinya jauh lebih kejam dari apa yang dia bayangkan. "Sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan, ini uang yang Anda minta!" Pria dengan setelan hitam menatap datar pada wanita paru baya di hadapannya. Dia segera pergi dari sana setelah urusannya selesai, membawa Abela yang terus saja menangis di kursi penumpang. "Buat dia diam! Kalau perlu buat dia pingsan!" sentaknya. Abela semakin ketakutan mendengarnya dia terus melayangkan pukulan pada pria yang berani menyentuhnya. "Lepaskan aku brengsek!" teriaknya. "Diam! Ibumu sudah menjualmu kepada Tuanku jadi mulai saat ini kau harus menurut dengan kami atau hidupmu akan be
David menyerahkan map cokelat ke arah Abela mengenai surat kontrak selama pernikahan Abela dan Leon berlangsung. Abela akan terikat selama satu tahun lamanya dan statusnya sebagai istri Leon tidak akan pernah di publish. Tidak ada satu orang pun yang boleh tahu. Sehingga di luaran sana Leon tetap dengan statusnya yang lajang. "Anda akan menjadi istri tersembunyi Tuan Leon, tidak ada satu pun yang boleh tahu jika Anda adalah istri Tuan Leon. Sampai terbongkar Anda akan mendapatkan hukuman dan satu lagi semua orang harus tahu kalau Anda sudah menikah tapi Anda harus merahasiakan siapa suami Anda sebenarnya. Sampai sini Anda paham, Nona?"Abela tersenyum miris, dia yang sedari tadi menunduk mengangkat kepalanya dengan berani menatap tajam ke arah Leon. "Lalu apa gunanya kita menikah dan apa tidak ada perempuan lain di luar sana yang mau menikah dengan Anda Tuan Leon, sampai Anda harus keluar uang banyak demi membeli saya dari Ibu tiri saya?" sentak Abela. Tangan Abela mengepal, dia bah
Abel mengambil foto dirinya dengan mamanya memeluk foto itu erat. Dia begitu merindukan mamanya, jika mamanya masih ada mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi kepadanya. Abel tidak akan pernah merasakan semua ini, hidupnya tidak akan semenderita ini. "Ma, kenapa mereka jahat sama Abel? Kenapa mereka tega jual Abel ke pria kejam itu! Apa salah Abel sama mereka, Ma? Abel selalu nurutin semua ucapan mereka, Abel nggak pernah ngelawan meraka tapi kenapa mereka sekejam ini sama Abel!" Abel terisak, dadanya terasa sangat sesak. Mama dan kakak tirinya memang sangat kejam, memperlakukan Abel layaknya seorang binatang. Abel tak pernah memiliki kebebasan akan hidupnya. Mereka seakan mengendalikan hidup Abel begitu pun saat ini Leon yang akan mengendalikan hidupnya. Kenapa Abel tak bisa bebas dengan hidupnya sendiri. "Ma, Abel ke pingin ketemu sama Mama. Abel kangen sama Mama, cuma Mama yang sayang sama Abel. Abel takut di sini, Ma. Mereka semua jahat sama Abel!" isaknya. Abel mendengar
Abel menahan napas saat rumah yang dia tempati berubah dalam setengah malam saja. Bagaimana bisa pagi ini rumah sudah di dekor secantik ini dan dari mana asalnya baju pernikahan sudah ada di dalam kamarnya dan para MUA yang sudah siap untuk meriasnya. Semua ini membuat Abel gila!"Nona, silahkan kami akan membantu Anda bersiap!" Abel hanya bisa diam dan lagi-lagi menurut, dia merasa geli saat sapuan make up di wajahnya. Apa yang sebenarnya akan mereka lakukan. Setelah satu jam membantu persiapan dan segala macamnya kini Abel sudah siap dengan gaun pernikahan putih yang dia kenakan dan make up natural di wajahnya. Membuat Abel terlihat sangat cantik seperti barbie. Para MUA sendiri kagum dengan wajah cantik Nona muda mereka. Setelah pekerjaan selesai mereka segera pergi tinggal lah Abel seorang diri dalam kamar itu. Abel bahkan tak percaya jika pantulan cermin yang dia lihat adalah dirinya sendiri. Abel meraba wajahnya, sungguhkah dia akan menikah hari ini? Abel akan menjadi istri or
Abel yang masih terbawa mimpinya masih saja terisak dan tanpa sadar dia memeluk tubuh Leon erat. "Tolong aku, aku takut!" ucapnya dengan suara bergetar. Leon mengepalkan tangannya, dia sungguh membenci suara tangisan wanita. Kedua matanya terpejam Leon mencengkram tubuh Abel yang memeluknya. Anehnya tidak membuat gadis itu merasa sakit justru semakin menempel kepadanya. "Hentikan tangisan jelekmu itu, aku tidak segan merobek mulutmu saat ini juga!" ancam Leon. Tidak ada respon, tangisan Abel pun sudah terhenti. Leon lantas menatap ke arahnya ia sedikit terheran saat melihat gadis itu sudah kembali tertidur lelap. Leon menghembuskan napas panjang, ia berdecak kesal. "Menyusahkan!" Leon mengangkat tubuh Abel membaringkannya di ranjang. Ia menatap lama wajah lelap gadis itu yang beberapa menit yang lalu berteriak dan menangis ketakutan. Kini terlihat seperti bayi yang sangat lelap dengan tidurnya. Leon mengusap wajah kasar dia tidak akan terpikat dengan Abel, tidak akan pernah! Leo
Leon menghempaskan tubuh Abel ke ranjang dia mengambil tisu lalu mengusap tangannya bekas menyentuh Abel tadi. Membuang tisu itu ke sembarang tempat, Abel yang melihat itu merasa kesal. Apakah dia kotoran sampai Leon bersikap sangat berlebihan seperti itu. "Dasar Pak tua sombong! Memang siapa yang mau menyentuhnya lagian dia duluan yang menyentuh tubuhku," gerutu Abel. "Aku sudah memperingatkanmu! Masih berani memakiku, hm?" Jantung Abel hampir lepas saat Leon tiba-tiba mengukung tubuhnya, jarak wajah mereka sangat dekat. Membuat Abel dapat melihat dengan jelas kedua netra gelap milik Leon yang menatapnya sangat tajam. "A-aku tidak memakimu, lepas! A-apa yang kau lakukan." Ucapan Abel tergagap membuat Leon tersenyum miring, tangannya mengusap rambut Abel pelan lalu semakin kuat bahkan sampai terasa seperti jambakan. "Aku benci rambut panjang, kau tahu harus melakukan apa, Baby?" Abel mendesis sakit akan jambakan tangan Leon pada rambutnya dia
Kedua mata Abel terpejam saat Leon semakin mendekat ke arahnya. Jantungnya berdegub sangat kencang saat merasakan benda dingin menari di wajahnya. Kedua mata Abel mencoba terbuka sedikit untuk melihatnya betapa terkejutnya ia saat melihat pisau kecil di tangan Leon. Abel yang akan berteriak suaranya tercekat begitu saja. Tatapan mata Leon sangat menyeramkan. Ya Tuhan apakah hidupku akan berakhir hari ini juga! batin Abel. Leon tersenyum devil, pisaunya menari di wajah Abel satu tangannya bergerak lalu dengan cepat pintu kamar yang hampir rusak itu tertutup dengan rapat. Meninggalkan Abel dan Leon berdua, Abel pasrah. Dia benar-benar tidak perduli jika hidupnya akan berakhir hari ini juga. "Katakan yang sejujurnya, apakah kau mengenal wanita itu?" tekan Leon, pisaunya tepat ia arahkan pada leher Abel. Leon benar-benar akan membunuhnya sedangkan Abel dia memberanikan diri menatap mata tajam Leon. "Siapa? Ibumu? Jika memang aku mengenalnya apakah kau akan membunuhku? Bunuh saja aku L