Share

5. Drama Pagi Hari

Abel yang masih terbawa mimpinya masih saja terisak dan tanpa sadar dia memeluk tubuh Leon erat. "Tolong aku, aku takut!" ucapnya dengan suara bergetar.

Leon mengepalkan tangannya, dia sungguh membenci suara tangisan wanita. Kedua matanya terpejam Leon mencengkram tubuh Abel yang memeluknya. Anehnya tidak membuat gadis itu merasa sakit justru semakin menempel kepadanya.

"Hentikan tangisan jelekmu itu, aku tidak segan merobek mulutmu saat ini juga!" ancam Leon.

Tidak ada respon, tangisan Abel pun sudah terhenti. Leon lantas menatap ke arahnya ia sedikit terheran saat melihat gadis itu sudah kembali tertidur lelap. Leon menghembuskan napas panjang, ia berdecak kesal.

"Menyusahkan!"

Leon mengangkat tubuh Abel membaringkannya di ranjang. Ia menatap lama wajah lelap gadis itu yang beberapa menit yang lalu berteriak dan menangis ketakutan. Kini terlihat seperti bayi yang sangat lelap dengan tidurnya. Leon mengusap wajah kasar dia tidak akan terpikat dengan Abel, tidak akan pernah!

Leon menarik selimut sampai batas leher Abel, mengambil laptop dan berkas kerjanya melanjutkan perkerjaannya di sofa. Leon sudah berusaha untuk tidur, tetapi matanya sangat susah untuk terpejam. Leon sudah terbiasa menghabiskan malamnya dengan pekerjaan dia hanya bisa tidur selama tiga jam dalam satu hari.

Leon turun membuat coffe untuk menemani malam panjangnya. Sedangkan Abel, dia cukup terkejut saat terbangun dalam keadaan dia di ranjang. Dengan cepat dia memeriksa tubuhnya melihat pakaiannya masih lengkap membuatnya cukup tenang. Abel mencari keberadaan Leon di seluruh penjuru kamar, tetapi tidak dapat ia temukan.

Sampai Abel melihat berkas kerja dan laptop yang masih menyala di sofa. Tak lama pintu terbuka memperlihatkan Leon yang kembali dengan secangkir coffe di tangannya. Abel segera melihat jam yang sudah menunjukkan pukul dua pagi.

Abel menghampirinya sembari berkacak pinggang dengan tatapan mata galaknya. "Hei, Tuan muda. Kau tidak melihat jam berapa sekarang? Apa yang kau lakukan, bukannya tidur malah minum kopi. Kau ingin mati muda, hah!" cetusnya. Omelan yang tanpa sadar dia ucapkan.

"Bukan urusanmu!" cetus Leon, dia kembali fokus dengan laptopnya membuat Abel menghembuskan napas kesal.

"Tidak, hentikan pekerjaan bodohmu ini! Apakah orang kaya sepertimu suka menyiksa diri sendiri. Cepat tidur, atau aku akan melaporkanmu pada Kakek Abi!" ancam Abel.

Leon menatapnya tajam, mengulas senyum miring dia mendekati Abel yang semakin berjalan mundur. "Kau takut? Bukankah baru saja kau mengancamku?" Abel mendorong tubuh Leon dengan kuat.

"Siapa yang takut? Aku tidak takut. Terserah kau akan tidur atau tidak, tapi yang jelas saat ini aku sudah sangat mengantuk. Tapi tempatku kau gunakan untuk bekerja bagaimana bisa aku tidur!" Protes Abel.

"Tidurlah di ranjang."

Abel menghembuskan napas kesal, susah sekali membujuk orang seperti Leon untuk tidur. Dia memutar otak sampai ia teringat jika Kakek Abi pernah bilang. Leon sangat susah untuk tidur karena dia menderita insomnia. Abel berpikir apa yang bisa dia lakukan agar dirinya bisa membuat Leon memaksakan dirinya untuk tidur tanpa harus mengancam keselamatannya.

"Tuan muda, orang yang tidak pernah tidur di malam hari adalah teman dari kelelawar. Apakah Anda satu spesies dengan mereka?" Leon menghunuskan tatapan tajamnya membuat Abel menunjukkan cengiran lebarnya.

"Makanya tidur dong! Kalau nggak mau ...," ucap Abel terpotong saat tiba-tiba Leon mendorongnya sampai terjatuh di ranjang kedua matanya melotot dengan cepat menahan tangannya pada tubuh Leon yang menindihnya.

"A-apa yang kau lakukan! Lepaskan aku." Ucapan Abel tergagap. Ia merasa gugup dengan jarak sedekat ini. Terlebih netra hitam Leon yang menatap intens ke arahnya.

"Kau semakin berani!" bisik Leon semakin membuat tubuh Abel gemetar.

"Ah, aku memang bodoh. Maafkan aku Tuan muda, aku tidak akan menganggumu lagi. Pergilah! Lanjutkan pekerjaanmu, aku akan melanjutkan tidurku. Tolong lepaskan aku, aku berjanji tidak akan menganggu waktu bekerjamu lagi!" ucap Abel dengan senyum terpaksa.

Leon tersenyum miring. "Aku akan tidur berdua denganmu!" Abel semakin dibuat terkejut saat Leon menggendong tubuhnya membaringkannya di ranjang lalu memeluk tubuhnya erat. Leon benar-benar membuat Abel terbujur kaku.

Abel seakan tak bisa berkutik dengan apa yang Leon lakukan. Dia membeku begitu saja, bahkan tak menolak dengan apa yang Leon lakukan. Bibirnya terkunci begitu saja. "A-aku sudah gila, bagaimana mungkin aku membiarkan dia tidur seenaknya memelukku," ucap Abel dalam hati.

Tanpa sadar sudut bibir Abel sedikit terangkat begitu melihat wajah polos Leon saat tertidur terlihat sangat tampan dan menggemaskan. Dia terlihat seperti bayi berbeda saat pria itu terbangun terlihat menyeramkan dan menyebalkan. Tanpa sadar tangan Abel terangkat memgusap wajahnya pelan.

"Astaga, a-apa yang aku lakukan! Aku sudah gila dan lihatlah! Apa Kakek Abi membohongiku, dia tidak terlihat seperti orang insomnia. Dia bahkan tertidur sangat pulas," celoteh Abel.

Abel berusaha sekuat mungkin untuk menyingkirkan tangan Leon dari atas tubuhnya. Akan, tetapi terasa sangat berat bahkan Abel merasa sangat kesusahan. Leon sendiri bahkan tak ada pergerakan sama sekali meskipun ia menguncangkan tubuhnya berulang kali.

"Leon, kau membuatku susah napas!" ucap Abel dengan suara melasnya.

Sekarang Abel merasa dia yang akan terjaga semalaman. Dengan Leon seperti ini Abela tidak akan bisa tidur dengan nyenyak. Leon memang senang menyiksanya!

****

Abel terbangun lebih dulu, lebih tepatnya dia benar-benar terjaga semalaman karena ulah Leon. Abel melihat Leon yang masih pulas dengan tidurnya. Abel dengan hati-hati  menyingkirkan tangan Leon yang menindih perutnya, cukup berat. Abel menghembuskan napas panjang, menyebalkan sekali pria satu ini.

Abel mencepol rambutnya masuk ke kamar mandi setelah cuci muka dan sikat gigi. Abel segera pergi menuju dapur ini adalah hari kedua dia tinggal dan Abel ingin memasak untuk keluarga barunya terlebih ada Kakek Abi di sini. Abel menyapa para pembantu yang sudah aktif di rumah besar ini. Rasanya pagi ini tidak semenyeramkan kemarin mungkin karena adanya Kakek Abi yang membuat Leon tidak akan berani macam-macam.

"Selamat pagi, Nona Abel." Abel tersenyum dia mengambil beberapa bahan masakan yang ingin ia buat.

Tidak ada yang melarang dirinya untuk bekerja mereka membebaskan Abel melakukan apapun. Abel meregangkan otot-otot tubuhnya sebelum tangannya dengan terampil menjadikan bahan mentah itu menjadi sebuah masakan yang sangat lezat. Cukup lama Abel berkutat di dapur sampai hidangan yang dia buat telah matang. Bau harum menyeruak di seluruh ruangan dapur.

"Baunya sangat sedap, Nona." Puji Bi Asih, Membuat Abel tersenyum kecil.

"Bi tolong rendang ini nanti di tata di meja makan ya. Saya mau mandi dulu!" Bi Asih mengangguk, segera mengerjakan apa yang Nona mudanya perintahkan.

Sedangkan Abel tepat saat pintu kamar dia buka bertepatan dengan Leon yang lagi-lagi hanya menggunakan handuk di pinggangnya dan membiarkan dadanya bertelanjang. Abel buru-buru memalingkan wajahnya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air dari rambut basah Leon mengalir di dada bidangnya membuatnya terlihat sangat mempesona.

"Kau! Lagi-lagi kau seperti ini, kau membuat mataku ternodai." Leon menatapnya datar. Namun, saat matanya melihat Kakek Abi menatap ke arah mereka dengan cepat dia menarik tangan Abel dan menutup pintu kamar mereka.

"Ah, lepas! A-apa yang kau lakukan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status