Menjelang pagi, Kimberly tidak mampu lagi menahan rasa dingin yang menyerang. Dia juga tidak bisa tidur nyenyak karena ranjang yang keras yang membuat punggungnya sakit. Sebelum matahari terbit, dia terpaksa bangun karena sudah tidak betah berada di atas ranjang.
Bingung ingin melakukan apa, Kimberly mengambil pakaian hangat dan memutuskan untuk keluar dari rumah menikmati pagi pertamanya di Woodstock. Dia berjalan tanpa arah mengelilingi area peternakan yang berada tidak jauh dari rumah utama yang dirinya dan Richard tinggali.
Langkahnya terhenti di depan kandang, saat melihat hewan ternak yang ada di dalamnya. Ada sapi, domba, kuda dan puluhan ayam dengan suara yang berisik yang anehnya dia sukai. Semua suara itu seakan membawa pergi kegalauan dirinya.
Kimberly memejamkan mata dan menikmati semua suara itu, hingga dirinya terkejut saat mendengar suara seorang wanita dari belakang punggungnya.
“Anda sudah bangun?”
Kimberly menoleh dan melihat seorang wanita tua sedang tersenyum ramah menatapnya. Melihat pakaian yang dipakai wanita itu, dia yakin jika wanita itu adalah pelayan keluarga Jackson.
“Udara di sini sangat dingin, tidurku sedikit terganggu sehingga aku memutuskan untuk keluar,” ujar Kimberly memberi alasan.
“Apakah penghangat kamar Anda kurang terasa? Saya akan menaikkan suhunya jika Anda masih merasa kedinginan.”
“Tidak perlu karena sebenarnya semalam aku tidak tidur di kamar utama.”
“Lalu Anda tidur dimana?” tanya wanita tua itu tampak cemas.
“Aku tidur di kamar yang ada di ujung sederet dengan kamar utama karena semua kamar tampaknya penuh dengan barang,” jawab Kimberly.
“Astaga Nyonya, kamar itu belum saya bersihkan karena Nyonya Johana berpesan untuk menyiapkan satu kamar.” Wanita itu terlihat merasa bersalah dan tidak enak pada Kimberly.
“Tidak apa-apa, itu bukan salahmu. Richard butuh istirahat setelah perjalanan panjang kami, sedangkan tidurku sering kali berisik jika terlalu capek, jadi daripada aku mengganggu tidurnya, lebih baik aku tidur di kamar yang berbeda.”
“Jika Anda butuh sesuatu, Anda bisa memanggil saya. Tempat tinggal saja tidak jauh dari rumah utama, kapanpun saya siap melayani Anda seperti saya melayani keluarga Jackson selama ini.”
Kimberly mengangguk dan tersenyum menanggapi perkataan wanita tua tersebut. “Siapa namamu?”
“Nama saya Timmy.”
“Senang bertemu denganmu, Timmy. Kedepannya aku akan selalu merepotkanmu.”
“Itu sudah menjadi tugas saya, Nyonya. Saya senang membantu Anda.”
“Apakah kamu sudah lama bekerja untuk keluarga Jackson?” selidik Kimberly dengan rasa ingin tahu.
“Saya sudah sangat lama bersama keluarga Jackson, bahkan sebelum Tuan Richard lahir.”
Kimberly terbelalak tak percaya dengan jawab wanita itu. “Benarkah? Berarti kamu sangat tahu karakter Richard? Apakah dia memang keras kepala dan dingin?”
“Dulu Tuan Richard adalah anak yang ceria yang ramah, tetapi semenjak kematian Nyonya Patricia, sifat Tuan Richard berubah seratus delapan puluh derajat. Namun dibalik sikap kerasnya, dia adalah pria yang baik.”
Kimberly mengalihkan tatapannya dari Timmy, menatap hewan ternak di depannya untuk menghindari wanita tua itu membaca ekspresi wajahnya yang sedih. “Jujur aku belum begitu mengenal Richard, pernikahan kami sangat mendadak. Aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi istri yang baik.”
“Bukan ingin mengajari Anda, tetapi yang Tuan Richard butuhkan saat ini adalah ketulusan. Selama ini, semua orang yang dekat dengannya selalu mempunyai kepentingan tersembunyi, untuk itulah dia tidak mudah percaya pada seseorang. Hanya ketulusan yang bisa membuat Tuan Richard percaya lagi pada seseorang dan tidak menganggap dirinya hidup sendiri di dunia ini,” terang Timmy.
“Terima kasih, saranmu sangat membantuku sehingga aku tahu bagaimana harus bertindak.”
“Sama-sama Nyonya. Tuan Richard sangat beruntung mendapatkan Anda. Selain cantik, Anda juga lembut dan penuh perhatian,” puji Timmy.
Kimberly hanya tersenyum samar tanpa benar-benar merasa senang dengan pujian wanita itu. “Aku tidak sebaik itu, aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang istri.”
“Saya yakin Tuan Richard akan bahagia mendapatkan Anda dan akan kembali ceria seperti dulu lagi.”
Tidak ingin Timmy berharap banyak darinya karena dia sendiri tidak memiliki kepercayaan diri untuk mewujudkan hal tersebut, Kimberly memilih untuk menyudahi percakapan mereka. “Aku akan kembali ke dalam, udara dinginnya membuat hidungku mulai bermasalah.”
“Apakah Anda ingin minuman hangat? Saya akan membuatkannya untuk Anda,” tawar Timmy.
“Aku bisa membuatnya sendiri, selesaikan saja pekerjaanmu.”
“Jam berapa Anda dan Tuan Richard ingin sarapan? Saya akan menyiapkannya.”
Bukannya menjawab, Kimberly malah balik bertanya. “Bolehkah aku meminta bantuan padamu?”
“Tentu saja Nyonya, sebisa mungkin saya akan membantu Anda.”
“Untuk urusan dapur dan makanan Richard, biar aku yang memasaknya sendiri. Kamu bisa membantu menyiapkan bahan-bahannya saja, namun tetap aku yang akan memasaknya.”
Timmy terdiam sebentar sambil menatap wajah Kimberly, seakan tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Tidak mungkin dia membiarkan majikannya memasak sendiri. “Nyonya Johana akan marah jika tahu saya tidak melayani Anda dengan baik?”
“Siapa bilang kamu tidak melayaniku dengan baik? sambutanmu saja terasa hangat. Aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk Richard.”
“Benarkah itu tidak merepotkan Anda?”
“Tidak banyak yang bisa aku kerjakan di sini, aku ingin mengisi waktuku dengan membuatkan makanan untuk suamiku.”
Timmy memikirkan sejenak permintaan Kimberly, lalu tersenyum mengiyakan. “Baik Nyonya, mulai sekarang dapur di rumah utama adalah milik Anda.”
Kimberly tersenyum senang lalu masuk ke rumah untuk mulai menyiapkan sarapan untuk suaminya. Dia menyiapkan masakan terbaiknya yang selalu disukai papa dan mamanya serta semua orang yang pernah memakannya. Dia berharap, Richard pun akan menyukai masakannya.
Aroma masakan pun tercium sangat sedap ketika dia menghidangkan makanan tersebut di atas nampan. Dia menatanya secantik mungkin dan puas saat menatap apa yang telah dia hasilnya. Kimberly kemudian mengantar makanan itu ke kamar Richard dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dia yakin, suaminya itu pasti akan menyukai masakannya
“Aku membawakanmu sarapan,” ucap Kimberly sambil menaruh makanannya di atas meja kamar.
Richard ternyata sudah bangun dan sudah duduk di kursi rodanya. Dia menatap ke luar jendela tanpa tahu apa yang dilihat suaminya.
“Aku tidak lapar, bawa saja makanannya keluar,” tolak Richard tanpa sedikitpun peduli dengan makanan yang sudah susah payah Kimberly masak.
“Kamu harus makan. Dari kemarin aku lihat kamu belum makan apapun.”
“Jangan sok peduli padaku. Cepat keluar dari kamarku karena aku sedang ingin sendiri,” usir Richard.
Bukannya pergi, Kimberly malah berdiri terdiam sambil menatap punggung pria itu, seolah tidak mendengarkan apa yang Richard katakan kepadanya. Untuk sejenak keadaan di antara mereka pun menjadi sunyi.
Richard mengerutkan kening karena tidak mendengar kepergian istrinya, dia membalikkan kursi rodanya dan terkejut ketika melihat Kimberly masih berdiri di tengah kamarnya. “Apakah kamu tuli? Aku menyuruhmu pergi dari kamarku.”
“Aku tidak akan pergi sebelum kamu makan.”
Tatapan Richard berubah menjadi tatapan kesal ketika Kimberly tidak mendengarkan perkataannya. Dia menekan tombol di kursi rodanya dan mendekati makanan yang istrinya bawa.
Kimberly yang mengira Richard tertarik dengan makanannya, tersenyum tipis. Dia menunggu pria itu memakan dan memuji makanannya seperti yang biasa orang tuanya lakukan. Namun apa yang dia harapkan tidak terjadi, Richard mendorong nampan berisi makanan yang Kimberly bawa dan pyaaarrr ...
Tangan Kimberly sempat terulur untuk menahan nampan makanan itu agar tidak jatuh, namun terlambat, makanan itu menumpahi tangan dan pakaiannya lalu jatuh dengan keras. Piring makanan pun pecah dan isinya mengotori lantai kamar.
“Richard ...!” serunya kaget merespon sikap suaminya.
Kimberly mengibas-ibaskan tangannya yang terkena makanan yang masih panas. Dengan cepat kulit tangannya yang putih berubah memerah karena terbakar kuah panasnya.
“Kamu sungguh keterlaluan Richard. Jika tidak mau makan, bukan berarti kamu membuangnya seperti ini,” ucap Kimberly dengan suara bergetar, menahan rasa sakit di kulit tangannya dan rasa perih di hatinya.
“Aku akan melakukan hal yang sama jika kamu memaksaku makan saat aku tidak ingin makan,” balas Richard tanpa peduli dengan tangan Kimberly yang terbakar.
Tanpa berkata apapun, Kimberly pergi begitu saja meninggalkan Richard sendiri di kamar sambil memegangi tangannya yang terluka.
“Ada apa dengan tangan Anda?” seru Timmy khawatir melihat tangan Kimberly yang memerah.“Aku tidak sengaja menumpahkan masakanku saat mengantarkannya ke kamar Richard.” Kimberly tidak bicara jujur jika Richard dengan sengaja menumpahkan makanan yang dia buat.“Air dingin bisa meredakan rasa panas dan nyeri yang Anda rasakan,” Timmy memberi saran.Wanita tua itu langsung mendekati Kimberly, membawanya ke wastafel, membasuh tangan Kimberly dengan air dingin yang mengalir.“Aku bisa mengobati sendiri lukaku, tolong bersihkan saja kamar suamiku karena aku menumpahkan makanan di lantai kamarnya.”Tanpa menyanggah, Timmy mengangguk patuh lalu pergi untuk membersihkan kamar Richard.Setelah kepergian Timmy, air mata Kimberly seketika menetes membasahi pipinya tanpa bisa ditahan. Dengan cepat dia mengusap air mata itu agar tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. “Apakah Richard sangat membenciku sehingga dia memperlakukan aku seperti ini? jika aku memiliki pilihan, aku pun tidak menginginka
Timmy mendatangi Kimberly dengan raut wajah cemas. Dia semakin tidak mengerti dengan pernikahan yang majikannya jalani, namun dia tidak mempunyai hak untuk mencampuri urusan mereka. “Ada apa dengan wajahmu? Apakah kamu sakit?” tanya Kimberly ketika melihat Timmy mendekat dengan wajah pucat. “Tuan Richard sama sekali tidak mau makan, saya khawatir dengan kesehatannya,” jawab Timmy. “Sampai sekarang Richard belum mau makan juga? Sudah hampir seminggu aku memberinya waktu untuk merenung karena dia harus tinggal di Woodstock. Aku kira kemarahannya akan redam dengan sendirinya, namun tetap saja dia bersikap keras kepala. Ini tidak bisa dibiarkan, aku akan bicara dengannya,” ujar Kimberly yang kemudian pergi ke kamar pria itu untuk bicara dengan suaminya. Dia tidak peduli Richard akan semakin marah dengan kedatangannya, yang penting pria itu mau makan demi kesehatannya. Ketika Kimberly membuka pintu kamar, suasana di dalamnya diliputi kegelapan karena tirai jendela kamar yang masih tert
Richard terbengong melihat kepergian Kimberly, dia tidak menyangka jika wanita itu punya keberanian untuk menyentuhnya. Dengan kasar dia mengusap bibirnya bekas bibir Kimberly yang menyentuhnya di sana, sialnya rasa bibir wanita itu terasa melekat dan tak mau hilang, rasa manis dan lembabnya terus menempel meski dia sudah mengusapnya berulang kali. “Ternyata dia punya keberanian menentangku,” gumam Richard dengan seringai sinis mengingat wajah Kimberly. Di luar rumah, Kimberly memegang dada dan menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya karena sesak yang dirasakan. Ingatan akan tindakan gilanya pada Richard terasa sangat memalukan, tetapi dia tidak mungkin diam saja menerima perlakuan suaminya yang begitu keras kepala. Jika terjadi sesuatu pada pria itu, dirinya dan keluarganya pasti akan mendapat masalah. Dia tidak ingin menyulitkan orang tua yang sudah membesarkannya. Oleh karena itu dia harus melakukan segala cara untuk bisa membuat Richard sehat kembali. “Hai K
Richard memutuskan tatapannya dan masuk ke rumah tanpa menunggu jawaban istrinya.Kimberly yang sadar akan tatapan marah Richard langsung mengejar pria itu tanpa mempedulikan Axton. “Richard tunggu!” serunya.Tahu jika Kimberly mengejarnya, Richard memilih berpura-pura tidak mendengar dan terus mendorong kursi rodanya menjauh.Dengan langkah panjang, Kimberly berlari dan menutup jalan Richard sambil merentangkan kedua tangan di depan pria itu. “Kita harus bicara, aku tidak ingin kamu salah paham dengan apa yang kamu lihat.”“Untuk apa aku salah paham, bahkan aku tidak peduli jika kamu pergi dan bersenang-senang dengan pria itu. Paling tidak urus suamimu terlebih dahulu sebelum kamu pergi dengan pria lain,” sindir Richard.Terasa desiran dan rasa senang yang merayap di hati Kimberly, ketika untuk pertama kali Richard menyebut dirinya sebagai suaminya. “Su-suami ..?” gumam Kimberly lirih.Richard berdehem menormalkan suara, menyadari dirinya telah salah memilih kata. Dia pun kembali men
Tidak mungkin melarikan diri dari kewajibannya, Kimberly terpaksa pulang kembali ke rumah. Dia terkejut ketika Richard duduk di ruang depan dengan wajah yang terlihat kurang istirahat. Ingin sekali menegurnya dan menyuruh pria itu istirahat, namun energinya sudah habis untuk bertengkar.“Dari mana saja dirimu?” Richard menegur duluan.“Mencari udara segar,” jawab Kimberly singkat.“Lain kali, beritahu aku kemana kamu pergi sehingga aku tidak salah paham lagi padamu.”Kimberly menghela nafas panjang, berusaha untuk bersabar menghadapi sikap suaminya. Dia menatap Richard dan berkata, “aku sedang tidak ingin bertengkar karena aku lelah sekali. Lain kali aku akan memberitahuku jika aku akan pergi, sekarang bisakah aku ke kamar?”“Apakah kamu sudah makan? Kamu pergi tanpa sarapan terlebih dahulu,” tanya Richard yang membuat raut wajah Kimberly berubah keheranan. Sejak kapan suaminya itu peduli dengannya?“Aku belum makan,” jawab Kimberly dengan hati-hati dan penuh kecurigaan. Dia merasa ad
Kimberly berbaring di samping Richard dengan jantung berdetak kencang, hingga suara jantungnya bisa dia dengar dengan jelas. Dia mengira, tidur di ranjang yang empuk dan ruangan yang hangat akan membuat tidurnya nyenyak, namun sebaliknya. Dirinya malah terus merasa gelisah karena Richard berbaring di sampingnya. “Ada apa denganmu? Apakah ranjangnya kurang nyaman?” tanya Richard ketika melihat ekspresi tidur Kimberly terlihat tidak nyenyak. Kimberly yang belum tidur, seketika membuka mata dan menatap suaminya. “Aku merasa canggung tidur bersamamu,” ucapnya jujur. “Jangan bilang ini pertama kalinya kamu tidur dengan pria,” singgung Richard. Wajah Kimberly langsung memerah, dia langsung membantah karena malu jika dikatakan gadis culun dan polos, padahal apa yang Richard katakan memang benar, ini adalah kali pertama dia tidur seranjang dengan seorang pria. “Aku tidak sepolos yang kamu kira, ini bukan pertama kalinya aku tidur dengan seorang pria.” “Lalu kenapa kamu merasa canggung?”
Cerita Richard tentang gadis 10 tahun yang menjadi cinta pertamanya, begitu menyita hati dan pikiran Kimberly. Hal tersebut membuat Kimberly pada malam harinya bermimpi bertemu dengan seorang gadis kecil dengan rambut panjang kepang dua, yang tersampir di bahu kanan dan kiri. Gadis itu memakai rok putih tipis yang terkibar saat terkena tiupan angin, seperti sedang menari mengikuti kemana arah angin bertiup. Gadis itu muncul dari tengah hamparan bunga di bukit yang dirinya datangi bersama Richard. Situasinya menjadi menakutkan ketika gadis itu menatap dirinya dengan tatapan kosong, membuat bulu kuduk berdiri. Jantungnya berdetak kencang saat gadis itu bergerak mendekat ke arahnya. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan sulit bernafas, ingin rasanya lari menghindari gadis itu, namun kakinya seolah tertanam di tanah di tempatnya berpijak. Dia berusaha menjerit minta tolong, namun suaranya hanya berhenti di tenggorokan tanpa bisa keluar dari mulut. Gadis kecil itu berhenti tepat di depan K
Seulas senyuman terus terkembang di bibir Kimberly saat wanita itu menyiram bunga di halaman rumah. Ingatan tentang Richard yang memeluknya semalaman, menari-nari di kepala. Hatinya semakin berbunga-bunga ketika paginya saat dia membuka mata, pria itu masih mendekapnya.Bukan hanya itu, hatinya semakin melambung tinggi ketika sebelum beranjak dari ranjang, Richard memberinya kecupan manis di kening dan bibir. Dirinya dibuat melayang oleh sikap suaminya yang sangat lembut dan manis, berbeda dengan Richard yang dia kenal sebelumnya.Kini aroma tubuh pria itu melekat kuat di indra pembaunya. Rasa mint bibir suaminya, membuatnya ingin merasakan dan melumatnya lagi.“Ternyata pernikahan ini tidak semenakutkan yang aku bayangkan,” kata Kimberly dalam hati.Kimberly mengungkapkan kebahagiaannya dengan mendendangkan sebuah lagu, pinggul dan tubuhnya ikut bergerak mengikuti nada lagunya. Tangannya yang memegang selang air, juga ikut bergerak hingga airnya ikut menari mengiringi kebahagiaannya.