Share

BAB 7

Cahaya mendesah penuh kelegaan begitu tarikan di rambutnya lepas. Ia meringis sesaat, kemudian membuka mata—dan membeku.

Alex!

Pria itu sama sekali tidak menatapnya dan Cahaya merasa bersyukur karenanya karena sosok Alex yang sekarang begitu berbeda dengan pria yang menjemputnya kemarin. Alex sedang memancarkan kemarahan termonuklirnya. Matanya yang membakar dan wajahnya yang kaku bisa membuat nyali siapapun menciut. Cahaya menoleh pada Merlin yang sekarang terlihat pucat pasi.

“Ng..Alex, ap-apa yang kau lakukan di sini?” saat gugup kata-kata yang keluar dari mulut Cahaya biasanya seperti peluru yang dilepaskan. Tidak terkontrol.

Alex mengabaikan Cahaya dan sekarang Cahaya punya firasat kalau pria itu juga marah padanya.

“Kurasa harus ada balasan untuk tindakan ‘baik seperti itu bukan?”

Cahaya bingung, tapi Alex lagi-lagi mengabaikannya. Pria itu justru menarik ponsel dari saku celananya untuk melakukan panggilan.

“Albert, ini aku. Ya, kurasa kau membutuhkan evalusi terkait manager kafe ini. Dia memperlakukan manusia seperti binatang.”

“Tidak, tidak, tidak, kumohon,” Merlin berlari dengan tumit tingginya dan mencengkeram bagian depan jas Alex. “Ak-aku minta maaf, aku—“

“Pecat dia! Kecuali kau mau kejadian yang sama terulang dan jangan salahkan aku kalau kafe ini mendapat ulasan buruk yang berakibat langsung pada operasi bar ini.” Alex mematikan sambungan.

“Singkirkan tanganmu dariku!” Alex menepis tangan Merlin dengan jijik, hingga tubuh wanita itu terjengkang ke belakang.

“Aku minta maaf, aku hanya—“

“Kurasa permintaan maaf itu tidak tepat untukku,” potong Alex datar. “Bukan begitu, Merlin?” alex mengucapkannya dengan lembut, tapi bahkan orang bodoh sekalipun tahu kata-kata itu seperti sengatan yang mengandung racun.

Air mata membuat riasan Merlin terlihat mengerikan. Noda hitam memenuhi kelopak matanya yang basah. Merlin berbalik menatap Cahaya.

“Aku minta maaf Cahaya, aku, kurasa aku hanya sedang stress…”

“Kau cemburu, Merlin,” potong Cahaya, kini menatap Merlin yang balik menatapnya dengan ekspresi terkejut. “Dan karena alasan yang tidak masuk akal itu kau nyaris membunuhku karena kebenciamu yang tidak beralasan.”

Perkataan Cahaya rupanya menyulut kemarahan Merlin, alih-alih terlihat menyesal wanita itu justru terlihat sangat marah.

“Apa kau tidur dengan Albert? Itukah alasan kenapa pria itu mau menerimamu bekerja di sini? Kau sengaja memanfaatkan wajahmu untuk membuatnya takluk, bukan?”

Merlin tersenyum menantang pada Alex. “Apa kau tahu julukan wanita itu di sini?”

Alex mengangkat satu alisnya, sama sekali tidak berminat untuk membalas.

“Idiot, bodoh dan si dungu. Kau tahu kenapa?”

Wajah Merlin menunjukkan kepuasan mengerikan. “Karena dia disleksia. Kau pasti menyesal sekarang karena membelanya bukan? Dia hanya wanita idiot yang menggunakan wajahnya untuk menarik simpati orang banyak.”

“Tuduhanmu tidak berdasar dan jika ada seseorang yang tidur dengan atasannya bukankah orang itu kau Merlin?”

Mata Merlin membelalak lebar, mengejutkan Cahaya.

“Ba-bagaimana…”

“Terkejut karena aku mengetahuinya?” Alex tersenyum sinis.

“Aku tahu kau tidur dengan Albert. Tindakan tidak bermoral yang kau tuduhkan pada Cahaya seharusnya disematkan padamu karena kaulah yang melakukannya. Tidur demi mendapatkan jaminan kerja? Well, kau pasti sangat sibuk akhir-akhir ini.”

“Aku tidak—“

“Tidur dengan pria yang sudah menikah?” Alex mencebik. “Itu perbuatan amoral yang tidak termaafkan. Kusarankan kau untuk menjauh sebelum aku benar-benar bertindak karena percayalah, saat aku melakukannya kau pasti tidak akan menyukainya.”

Cahaya menatap Alex dengan mulut menganga, takjub bagaimana pria itu membuat satu kalimat sederhana terdengar seperti vonis kematian. Namun, begitu pandangan pria itu tertuju padanya, Cahaya berharap bumi menelannya saat itu juga.

O oh.

“Dan sekarang kita perlu bicara.”

Detik kalimat itu diucapkan, Cahaya kembali merasakan desiran aneh dibalik punggungnya.

“Kurasa tidak ada yang perlu dibicarakan,” tolaknya halus. Cahaya mengeluarkan senyumnya yang paling manis.

“Jangan membuat permainan denganku Cahaya. Kejadian ini tidak akan terjadi kalau kau menurut dan tinggal di kediaman Hardin. Mau menjelaskan sesuatu tentang hal itu?” Alex bersedekap, menatap tajam Cahaya.

Cahaya mengedarkan pandangan. Aneh sekali melakukan pembicaraan di ruang ganti yang sempit dan gelap ini.

“Aku tidak punya alasan untuk tinggal di rumah kalian. Kenapa aku harus melakukan apa pun yang dusuruh orang-orang menyeramkan itu?” Cahaya mengedarkan pandangan, memastikan tidaka da satu orangpun yang bisa mendengar pembicaraan mereka, tapi kemudian dia melihat Merlin yang wajahnya serupa dengan hantu saking pucatnya.

Ya ampun!

“Kita pergi dari sini.”

Cahaya tidak sadar kalau Alex menyeretnya sampai mereka keluar dan orang-orang memandang dengan penuh minat. Merasa menjadi pusat perhatian Cahaya menyembunyikan wajahnya dengan menundukkan pandangan.

“Tegakkan kepalamu. Kau bukan penjahat.”

“Aku malu, aku tidak suka menjadi pusat perhatian,” tukasnya datar saat Alex terus menyeretnya menuju pintu keluar.

“Sayang sekali karena sebentar lagi seluruh negeri ini akan memusatkan perhatian padamu. Saran saja, persiapkan dirimu.”

Cahaya menyentak tangannya begitu mereka berada di luar.

“Apa maksudnya itu?”

“Kau tidak tahu?” Suara Alex terdengar tenang, tapi bahkan bagi Cahaya sendiri nada itu membuatnya mengambil langkah mundur tanpa sadar.

“Ak-aku, ini tidak mungkin terjadi,” bantah Cahaya.

“Kau benar.”

Eh?

“Mungkin sebaiknya kau menemui Kakek tua itu dan bertanya sendiri padanya. Masuk!”

Cahaya menatap pintu mobil yang terbuka dan Alex yang berdiri dengan angkuh secara bergantian.

Berapa banyak peluang yang dimilikinya?

“Jangan coba-coba melarikan diri,” ujar Alex mengingatkan, seakan tahu apa yang dipikirkan Cahaya.

Akan tetapi Cahaya tetap melakukannya. Ia melarikan langkah secepatnya. Namun, baru beberapa langkah sebuah lengan kokoh menangkup pinggangnya.

“Inilah kenapa berurusan dengan bocah itu menyebalkan. Mereka selalu memandang larangan sebagai tantangan.”

 “Lepaskan! Kau pikir apa yang kau lakukan!” teriak Cahaya.

“Diam, aku tidak suka menarik perhatian, Aya. Lebih cepat kau menurut lebih mudah untuk kita semua.”

“Aku akan menurut. Sumpah! Tapi tolong turunkan aku! Ini memalukan.” Cahaya bisa merasakan wajahnya memanas. Mereka berada di pinggir jalan. Demi Tuhan!

“Kalau kau berani melarikan diri lagi—“

Tapi Cahaya memang melakukannya. Begitu kakinya menjejak tanah Cahaya berlari sekuat tenaga, mendorong pintu kafe dan membantingnya.

Kepuasan mengalir di pembuluh darahnya begitu yakin dia bebas.

Untuk sementara waktu, dewi batinnya yang sedang duduk di singgasana dengan pakaian terbaiknya menyeringai padanya.

Kerja bagus.

Cahaya mengintip lewat pintu dan saat dia tidak melihat sosok Alex, seringai lebar berubah menjadi senyum kemenangan.

Bagus!

Cahaya berbalik—dan tahu-tahu dia ditarik hingga tubuhnya menabrak benda padat yang terasa keras.

“Hei—“

Cahaya mendongak dan dia melihat mata sehitam jelaga yang membuat seluruh darahnya terkuras.

“Saatnya melakukan pertunjukkan seperti yang ada di film yang kau tonton bukan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status