Siang ini langit Jakarta tampak kelam karena hujan deras tak kunjung reda, terlihat dari dalam membasahi kaca jendela kantor Wiharta Wijaya Group yang megah. Suara turunnya hujan yang teratur seolah menjadi latar belakang menambahnya kesan suram di ruang kerja para pegawai.
Di salah satu lantai tertinggi gedung pencakar langit itu, sebuah kantor dengan pintu kaca transparan menjadi pusat perhatian. Di dalamnya, Damar Wijaya, seorang Presiden Direktur Wiharta Wijaya Group yang baru kembali dari luar negeri, duduk di belakang meja kayu yang mengkilap. Sosoknya yang tegap dan wajahnya yang dingin memancarkan aura kekuasaan. Damar Wijaya dikenal sebagai pengusaha yang keras dan tak kenal kompromi. Karyawan di sana pun tahu bahwa berurusan dengan Damar berarti harus siap menghadapi tekanan yang tak tertandingi. Namun, hari ini adalah hari yang istimewa bagi Damar—hari di mana dia akan memberikan pelajaran kepada seorang wanita, Anna, wanita yang akan dijodohkan dengannya. Pria itu berencana memberikan segudang pelajaran untuk wanita tersebut. Sebelum Anna datang, ia memiliki banyak urusan dengan asistennya. "Apa kau sudah menemukan wanita itu?!!" tanya Tuan Anna pada asisten kepercayaannya. Sorot mata tajamnya tidak memandang kearah pria yang bernama Asisten Lian itu. Pandangan jauh menembus jendela ruang kerjanya yang terletak di lantai 47 pada perusahaan yang dipimpinnya. Asisten Lian menundukkan kepala takut, namun ia berusaha menutupinya dengan mengusahakan diri agar tetap tenang. Karena jawaban dari pertanyaan Tuannya akan menimbulkan teriakan yang pastinya menggetarkan ruangan serta isinya. Masih dalam posisi jantung berdebar pria itu menunduk—kedua tangan bersatu ia menjawab. "Maaf Tuan Damar, saya belum bisa menemukan gadis itu." "Shitt!! Harus berapa lama lagi kamu bisa membantuku menemukan gadis itu, hah!!" teriaknya hampir seluruh otot lehernya terlihat. Ia sampai memutar tubuhnya untuk menatap tajam manik mata asisten Lian. Asisten Lian makin menjatuhkan kepalanya kebawah, merasa ia tidak berguna. "Maafkan saya, Tuan. Barang bukti yang Anda beri belum cukup kuat untuk menunjukkan keberadaannya dimana—" Berharap satu alasan itu dapat membuat Tuannya berhenti berteriak. "Kamu terlalu banyak alasan Asisten Lian!!!" "Beri sepuluh triliun untuk menemukan wanita itu, hidup atau mati!!" 'Tapi, kuharap gadis itu tumbuh dewasa menjadi gadis yang cantik.' Damar memutar tubuhnya, sorot matanya menerawang jauh pada bayangan kejadian silam yang sudah berlalu selama dua belas tahun. Asisten Lian membeliak, terkejut. "Bukankah nominal itu terlalu tinggi, Tuan Lee?!" Seketika bayangan masa lalu itu buyar. Damar bergerak cepat ke arah Lian memberikan satu pukulan di dadanya hingga pria itu bergerak mundur karena kesakitan. Tidak berani membantah, ia memang salah. Terlalu lancang bicara seperti itu pada Tuannya. "Dasar asisten b0d0h kau!! Berani-beraninya kau mengatakan itu?! Harga itu tidak sebanding dengan apa yang diperbuatnya padaku!! Gadis itu telah menyelamatkan nyawaku Asisten Lian!! Berapa kali lagi harus ku jelaskan padamu!! Jika wanita itu sangat berarti di hidupku!!" teriaknya. Seluruh wajahnya yang semula putih tampak memerah karena murka. "Maaf Tuan. Saya benar-benar minta maaf!! Saya akan menjalankan perintah Tuan sekarang. Saya permisi," ucapnya sembari memegangi perutnya. "Kuberi waktu kau tiga hari untuk dapat menemukan gadis itu. Jika perintahku gagal kau jalankan, aku akan memecatmu. Dan kucari sendiri dia," ucap Lian tegas. Asisten Lian menganggukkan kepalanya dan undur diri. Beberapa saat kemudian, seseorang sedang mengetuk pintu. "Masuk!!" titah Damar. Pria tampan dan dingin yang mengenakan kacamata berbalut setelan jas hitam itu duduk di kursi kebesarannya. Terlihat ia memijit keningnya karena pusing. Setelah seorang wanita membuka pintu ruangannya Damar menyambutnya dengan datar, "Katakan!!" Satu tangannya memegang gagang sebuah cangkir lalu menyeruput kopi panas yang tidak lama diantarkan seorang office boy. "Tuan, Nyonya Anna telah sampai. Saya menyuruhnya untuk menunggu di depan ruangan resepsionis. Apakah Anda akan menemuinya sekarang??!" tanya seorang wanita yang bekerja sebagai pegawai disana. 'Rupanya dia berani menginjakkan kaki di kandang singa. Tidak ada takutnya, dia pikir, aku akan menyambutnya dengan hangat? Tidak akan terjadi, harapannya hanya ada pada angannya semata! Cih!!' Cepat ia merespon, "Tidak perlu!! Berikan saja pekerjaan terendah untuknya!" ucapnya dengan menaikkan satu kaki diatas lutut. "T—tapi Tuan, bukankah Nyonya Anna akan menggantikan sekretaris lama Anda?!" Damar memandang penuh murka padanya. BRAKK!! Tumpukan berkas dengan cepat di banting di atas meja kerjanya. Seketika jantung bawahannya terhenti. Tubuhnya terasa panas dingin tidak berani menatap wajah Damar "Apa kau sudah tuli? Pasang telingamu baik-baik, berikan pekerjaan terendah untuknya!!" "Baik, Tuan." "Ajak dia ke dapur, dan suruh dia membuatkan kopi untukku. Dia sendiri yang mengantarkannya keruangan ku!" suruhnya. "Baik Tuan." Gegas wanita itu pergi, langkahnya cepat kembali ke luar menemui seorang wanita yang hampir sepuluh menit menunggunya. "Nona Anna, maaf dengan segala hormat saya. Tuan Damar menyuruh Anda ke pantry untuk membuatkan kopi untuknya. Apakah Anda bersedia?" Wanita yang diperintahkan itu menundukkan kepala karena sangat malu, bahkan tidak seharusnya Tuannya memerintahkan pekerjaan tersebut. Sesungguhnya, Nona Anna adalah wanita yang akan di jodohkan Kakek Wijaya untuk Damar, cucunya. Namun, Damar tak menerimanya. Nona Anna tersenyum tanpa beban. Ia berdiri dan menerima perintahnya. Ia menaikkan tas ke bahunya seraya mengatakan, "Boleh saya tahu, di mana letak pantry kantornya? Saya sama sekali tidak keberatan atas perintah Tuan Lee padaku." "Terima kasih Nona Anna, mari saya antarkan." Anna berjalan mengikuti langkah kakinya hingga berhenti pada sebuah tempat yang dijaga kebersihannya.'Sial! Wanita itu mengetahui aku ketiduran di sini! Pasti dia berpikir yang bukan-bukan! Aku tidak mau kehilangan harga diriku jika sampai dia memiliki pikiran demikian.'"Tuan, kenapa saya bisa di kamar tidur Anda?" Sungguh Damar menganggap itu sebuah pertanyaan b0d0h. Bagaimana ia memiliki pikiran demikian? Sudah jelas-jelas tadi malam keadaannya sangat lemah."Dasar wanita hi na! Kamu jangan anggap aku perduli terhadapmu!"Anna memegang kepalanya, terasa sakit. Damar yang mengetahui itu diam saja. Hampir saja mulutnya keceplosan akan mengutarakan pertanyaan perkara keadaannya. 'Huft ... Hampir saja.'Bibi datang, sebelum ia bertanya ia menundukkan kepala. "Maaf Nyonya ... Bagaimana keadaan Anda sekarang?"Pertanyaan bibi membuat Damar lega. Ia selamat dari cecaran Anna. Meski ia minim bertanya, tapi Damar dapat menangkapnya.Anna mengambangkan senyuman. "Syukurlah, Bu. Anna tidak apa-apa. Keadaan Anna sudah membaik. Bibi tidak perlu khawatir."Mendengar itu Damar sendiri ikut mera
"Anna ... Bangun! Kau dengar suaraku 'kan?" Damar menepuk-nepuk pipi Anna beberapa kali. Wanita itu masih terpejam tubuhnya sangat lemas.Terlihat dari wajah Damar tampak sekali mengkhawatirkan keadaan Anna. "Seharusnya aku tidak menghukum mu dengan cara seperti itu, Anna."Damar berdiri di sisi tempat tidur, perasaannya campur aduk saat memandang Anna yang terbaring tak sadarkan diri. Tubuhnya gemetar, bukan karena dingin, tetapi karena rasa bersalah yang terus membayanginya. Kenapa ia begitu kejam pada Anna? Bagaimana bisa ia membiarkan perempuan itu menderita hingga kondisinya seperti ini? Penyesalan mulai merayap di setiap sudut hatinya.Suara langkah kaki asisten rumah tangga terdengar mendekat. Wajahnya penuh kekhawatiran saat melihat Anna yang masih terpejam di atas tempat tidur.Bibi ikut gelisah, dengan nada cemas. "Tuan Damar. Kenapa tidak membawa Nyonya Anna ke rumah sakit saja? Dokter keluarga belum juga datang. Saya takut kondisinya makin buruk..."Damar terdiam sejenak,
Malam itu di dalam gudang yang pengap, dada Anna terasa sesak. Benar, ia melihat kesana ke mari tidak ada satu pun pantulan cahaya masuk. Tidak ada satupun cela ventilasi. Anna menekan dadanya kuat-kuat. Teramat sakit. "Apakah aku akan selamat di ruangan ini? Rasanya aku tidak bisa bernafas lagi."Terpaksa Anna menggebrak pintu yang terbuat dari ukiran kayu. Beberapa kali namun tak ada yang menyahut. "Tuan Damar ... Tuan ... Tolong buka pintunya ..." Sesekali ia memukul-mukul pintu itu. 'Amar ... Apakah dengan cara kau menyiksaku seperti ini, kau lebih bahagia?' Anna dengan suara serak, putus asa. “Tuan Damar! Tolong… buka pintunya… Aku mohon… Aku tidak bisa bernapas…!"Suaranya terdengar serak dan lemah, bercampur antara tangis dan keputusasaan. Ia berdiri dan mencoba menggedor pintu lagi dengan sisa-sisa tenaganya, meski tahu tidak ada gunanya.Anna menangis, suaranya semakin lemah, "Tuan Damar, kumohon… lepaskanlah aku dari ruangan ini ..."Namun, di ruang utama rumah, Damar
Saat di dalam kamar Damar... Setelah mengeringkan tubuhnya, Damar menj4tuhkan tubuhnya ke ranjang. Menenggelamkan wajahnya dalam bantal. Pikirannya penuh dengan wajah Anna. Sampai ia kesal tubuhnya ia putar posisi menjadi telentang. Melihat langit-langit kamar, hanya ada bayangan wajah Anna saja, bukan Hanna. "Sial!! Bagaimana bisa aku terus memikirkan Anna?" Beberapa kali ia mengusap kasar wajahnya. Untuk menghapus bayangan Anna dalam pikiran. Nyatanya tidak sanggup ia lakukan. "Aku benar-benar sudah sinting!" Setelah mengatakan itu, ia tersenyum sendiri. Merasakan Perhatiannya saat di kolam tadi. Rasanya ingin berlama-lama di sana bersama wanita itu. Saat sadar, Damar gegas duduk dan turun dari kasur. Ia menarik jas abu lalu memasangnya. "Dirumah dengannya, aku akan benar-benar gila!" Setelah memberikan perintah, Asisten Lian bersiap menyiapkan sebuah mobil untuknya. Dengan cepat ia berjalan keluar, menarik handle pintu hampir bert4brak4n dengan Anna yang entah sejak
Damar berteriak pada assisten rumah tangga yang mengantarnya ke mari. Beberapa saat kemudian wanita berseragam itu datang dengan tergopoh-gopoh."Bik! Antar dia ke kamar pembantu! Sebelah gudang!"titah Damar dengan nada tinggi.Wanita itu tidak mengerti. Ia mengernyitkan kening heran. "T-tapi Tuan Muda, kamar itu belum saya bersihkan. Banyak debu dan barang-barang yang tidak terpakai masih berserakan di sana. Kasian Nyonya Anna tidak akan bisa istirahat dengan nyenyak." Wajah Damar tidak terlihat ramah. Ia mengangkat tangannya ke atas, berniat men4mpar wajah asisten rumah tangannya."Berani kau memb4ntahku!!" Namun dengan cepat Anna menahannya. Tangan Damar tertahan di udara. Dengan bantuan Anna ia menurunkan kembali."Tolong, jangan bersikap keras pada orang yang tidak bersalah. Baiklah, saya akan pergi ke sana. Saya yang akan membersihkan ruangan itu sebelum saya tempati." Anna menegaskan kembali jika ia tidak keberatan dengan suruhan Damar padanya."Bagus! Kamu mengerti dengan p
Sesampainya di kediaman Wijaya ...Kakek Wijaya memerintahkan pada Asisten rumah tangga untuk mengantarkan Anna ke kamar Damar. "Mari Nyonya ..." ucapnya ramah, ditambah senyumnya yang menawan. Anna menundukkan kepala pada sang Kakek dan mengikuti langkah asisten menaiki anak tangga menuju lantai atas.Manik mata Anna menatap setiap sudut ruangan yang di lewatinya, dan tanpa sadar ia menabrak wanita berseragam itu yang ternyata berhenti tanpa memberikan aba-aba."Maaf Bik.""Silahkan Nyonya ... Ini ruang kamar Tuan Muda."Belum sempat melangkah ke arah pintu, ia mendengar suara Damar berteriak keras."Demi menjaga hubunganku dengan Kakek, aku terpaksa menikahi wanita h1na itu!! Dan lihatlah dia tidak akan kubiarkan bahagia hidup bersamaku!!" Suaranya begitu keras, hingga membuat uang mendengar ikut berdebar."Nyonya ... Maaf saya tinggal ya, banyak pekerjaan yang belum saya selesaikan. Permisi.""Ya, Bik."Antara maju atau mundur. Sudah jelas-jelas Damar mengatakan demikian. Lalu un