"Permisi, Tuan. Saya Anna membawakan kopi panas Anda."
Damar yang mendengar suara Anna tidak lekas menyahut. Bahkan memandang wajahnya saja ia muak. Baginya, tidak akan ada wanita lain yang akan mampu singgah di hatinya. Hanya ada satu nama wanita semasa kecilnya dulu. Tidak ada yang lainnya. Damar menyibukkan tangan dan mata hanya pada meja kerjanya saja. Tidak menggubris ucapan Anna yang telah berdiri sedikit lama di ambang pintu. Tak berani melangkahkan kaki selangkah pun maju. Sebelum pria culas itu mempersilahkan masuk. Anna menghembuskan nafas panjang. Haruskah ia mengulang perkataannya? Padahal yang di rasakan, Damar sudah mendengarnya. "Permisi Tuan, saya mengantarkan kopi untuk Anda." Sementara Damar masih dengan urusan pekerjaannya sendiri. 'Rasakan, diam saja kau di situ mematung. Sampai kakimu gemetar karena pegal! Siapa suruh berani datang ke perusahaan ku!' batin Damar tertawa senang. Anna menetralkan debaran jantungnya. Tak tahu sekarang, ia harus mundur atau melangkah maju. Ia sadar, jika pria itu tidak menyukai keberadaannya. "Tuan Damar, saya tahu, jika Anda tidak menyukai saya berada di sini. Jika demikian, lebih baik saya pergi." Mendengar itu, Damar langsung menyahut, "Good! Baguslah kalau kau sudah paham tanpa aku jelaskan, lebih baik kau pergi saja, daripada kau terkena murkaku, Nona Anna yang terhormat. Sampai kapanpun, aku tidak akan sudi menjadikanmu sebagai pendamping hidupku!! Kubur Saha mimpimu itu!" Benar dugaan Anna, Damar memang tidak mengharapkan kehadirannya. Lantas untuk apa sang kakek menjodohkannya dengan pria culas itu? Ia harus mengambil tindakan agar perjodohan ini dibatalkan. Anna memberanikan diri untuk berjalan maju mendekati meja kerja Damar. "Saya letakkan kopi Anda di sini." Dalam kesibukannya, Damar memperhatikan lengan tangan Anna meletakkan cangkir di tepi mejanya. Meski yang ada di sana terdapat dua buah cangkir di tempat sama. Kornea mata Damar tak lepas dari rangkaian gelang yang terbuat dari kain berwarna hitam melingkar di pergelangan tangannya. 'Gelang itu ... Bagaimana mungkin wanita itu memiliki gelang yang sama? Apa ...' (Berpikir jika sebenarnya dia ...) 'Tidak! Itu tidak mungkin. Dia tidak mungkin Hanna. Itu hanya kebetulan? Atau wanita itu mempunyai segudang cara untuk mendekatiku dengan cara yang busuk?!' duga Damar Saat Anna memutar tubuhnya, Damar gegas menahannya. Pria itu dengan kasar menggenggam erat tangan Anna, hingga wanita itu kesakitan. "Lepaskan tangan Anda Tuan Damar! Apa yang Anda perbuat?" Sorot mata Anna melihat ia makin kuat memegang pergelangan tangannya. Tanpa menjawab, Damar menarik gelang yang dipakai Anna hingga terlepas. Sepintas ia melihat wajah Anna yang sangat cantik. Saat Anna menyibak rambutnya yang panjang, Damar melihat wanita itu memakai alat bantu pendengaran yang terpasang di telinga. 'Wanita itu memiliki masalah dengan pendengarnya?' batinnya bertanya. Sementara Anna tidak terima jika barang miliknya diambil paksa oleh siapapun. Apa lagi barang itu sangat berarti dalam hidupnya. Damar berdiri dengan mengacungkan jari telunjuknya. "Dari mana kau dapat gelang imitasi ini? Katakan!" Sorot matanya t4j4m. "Kembalikan! Itu gelang milikku!" Anna berusaha memintanya kembali. "Aku tahu wanita apa seperti kamu ini, berbagai cara akan kaulakukan demi mendapatkan satu keberhasilan meski dengan cara kotor!" "Apa maksud Anda? Saya tidak mengerti," sanggah Anna bingung dengan ucapannya. "Pergi kau dari sini wanita hina!" Pria dengan otot kekarnya itu mendorong tubuh Anna hingga wanita itu terjatuh. Alat bantu pendengaran berwarna putih itu pun ikut terlepas. Gegas Anna mengambil dan memasangnya kembali. Sempat suara dengungan menyakitkan saat alat itu lepas. Anna mencoba untuk bangkit. "Aku akan pergi, tapi tolong, kembalikan gelang milikku!" Damar berjalan mendekati tubuh Anna satu tangannya mencengkram kedua pipinya kuat. Terlihat deretan giginya gemertak mengucapkan, "Sebenarnya aku tahu niatmu datang ke mari. Kau ingin menunjukkan identitas palsu mu. Ya kan?" Tanpa perduli lagi, Anna merebut gelangnya kembali dari tangan Damar. Ia menganggap pria itu psikopat. 'Maafkan saya Kakek Kim Wijaya, sepertinya saya tidak bisa memenuhi keinginan Kakek untuk menjadi pendampingnya. Pria ini tingkat kewarasan dibawah rata-rata,' batin Anna mengingat perjanjian dengan Kakek Damar beberapa bulan lalu. Anna gegas pergi meninggalkan ruang kerja Damar. Sampai ambang pintu, tanpa sengaja tubuhnya bertabrakan dengan Kakek Wijaya. "Kakek Wijaya. Maafkan saya tidak sengaja." Anna menunduk dengan merapatkan dua tangan. "Nona Anna? Anda terlihat tergesa-gesa sekali? Apakah Lee sudah memberikan jabatan untukmu di perusahaan ini?" tanya pria tua yang usianya lebih dari enam puluh tahunan. Pertanyaan itu tak kunjung di jawab Anna. Sampai suara pria dingin itu tiba-tiba menyambar di dekat mereka. "Aku tidak sudi jika wanita hina itu berdampingan dengan Damar, Kakek. Bagaimana Kakek bisa mengenal wanita hina ini? Cih, apalagi menjodohkan Damar dengannya! Sangat menjijikkan!!" Tangan putih yang mulai keriput itu pun melayang ke udara, berhasil men4mpar pipi cucunya. Tenaganya pun masih lumayan menyakitkan. Damar saja sampai memegangi pipinya—panas.Cepat ia merogoh saku mengambil gawai pintarnya. Menghubungi pihak berwajib. Terlihat Delia duduk berjongkok memegangi kaki Damar. "Tolong jangan penjarakan aku," pintanya dengan memasang wajah menyedihkan. Ia sudah tidak dapat melanjutkan drama itu karena Damar sudah membuka kedoknya. Dengan satu kakinya ia menendang tubuh Delia hingga tersungkur. Ia meraih gelang hitam ditangannya, menariknya paksa. "Aku tidak mau mendengar apapun lagi dari mulutmu!! Kau sudah menunjukkan betapa dirimu sangat menjijikkan!!""Cukup Damar, cukup!!" serunya masih tidak terima atas umpatan Damar padanya. Tubuhnya gemetaran karena ia tak siap untuk dipenjarakan."Ternyata selama ini, kalian bersekongkol untuk menipuku!! Lian telah menyuruhmu menjadi Hanna. Dan kau membuat sandiwara yang sangat hebat, wanita penipu!! Aku sangat bodoh telah mempercayaimu. Malah aku sudah menyia-nyiakannya cinta tulus Anna untukku, harusnya aku dari awal percaya pada Anna. Saat ini aku sadar, jika Lian berusaha membunvh
"Sudahlah Kakek ... Kakek terlalu mengkhawatirkan Anna. Damar yang menyuruh Anna memasak! Biar dia ada gunanya di rumah ini!"Kemarahan kakek yang sudah diambang batas akhirnya meledak. Ia melempar piring ke lantai hingga pecah berkeping-keping."Kamu sudah keterlaluan!! Dasar cucu bodoh!! Sampai kapan kau buta!! Kamu tak bisa melihat wanita didepan kau ini siapa??!" Kakek ingin membongkar rahasia Anna sekarang. Rasanya ia tak sanggup melihat penindasan Damar pada Anna. Anna yang mengerti jika Kakek akan membongkar rahasianya itu menggeleng kepala. Sebagai isyarat, 'Jangan katakan pada Damar sekarang.'Tanpa Damar tahu, Anna memohon untuk tidak mengatakannya. Kakek yang melihat wajah Anna penuh permohonan itu pun menggeleng. 'Maaf Nona Anna. Kali ini Kakek akan mengatakan semuanya pada Damar.' Seketika Anna menunduk lemas."Maksud Kakek apa?? Apa kakek juga ingin menjelaskan jika Anna adalah Hanna? Begitukah?" tanya Damar dengan emosi tersulut."Tuan Damar, alangkah baiknya jika na
Sebuah tamparan mendarat di pipi Damar. "Cucu kurang ajar!!" umpatnya. "Kakek tidak mendidik mu untuk melukai hati wanita yang baik seperti Nona Anna."Manik mata Damar sedikit melebar, sembari memegangi pipinya karena panas. "Bisa-bisanya kakek membela Anna!" bantah Damar."Ya karena kamu adalah cucu kurang ajar!! Kamu bicara seolah tak punya otak. Mudah sekali mengatakan perceraian! Memang kau pikir pernikahan adalah sebuah mainan?? Kakek sudah mempertemukan kau denhan Nona Anna. Wanita yang tulus." Rasanya Kakek geram melihat cucunya."Kakek telah diperdaya oleh wanita hina itu!!" ucap Damar dengan menunjuk ke arah Anna berdiri."Diam kau Damar!!"Kakek Wijaya menatap tajam ke arah Delia. Menumpahkan kemarahannya yang tertahan. "Dan kau!! Aku muak melihat wanita sepertimu! Lekas kau angkat kaki dari rumah ini!! Wanita penuh dengan kemunafikan!! Pembohong!!" cemooh kakek. Damar yang mendengarnya tak terima. "Cukup Kakek! Hentikan ucapan Kakek!! Dari dulu sampai sekarang kakek tida
Siang itu, matahari menggantung malas di langit yang sedikit berawan. Setelah melewati masa krisis dan perawatan intensif, Anna akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter. Meski tubuhnya masih lemah, senyum hangat tetap menghiasi wajahnya yang pucat. Di sisinya, Damar berjalan pelan, membawa tas kecil berisi obat dan perlengkapan pribadi Anna.Karena Damar pun harus kembali ke rutinitas kerjanya di kantor, beberapa hari ia terpaksa absen, demi menuruti perintah kakeknya menjaga Anna. Ada dokter juga yang akan memeriksanya, memantau perkembangan keadaan Anna setiap harinya.Damar tanpa Lian bekerja lebih berat, ia turun dari mobilnya membuka pintu untuk istrinya. Bukan tanpa alasan, ini atas dasar perintah sang kakek."Turun, tak usah manja!" celotehnya. Anna turun dengan perlahan-lahan. Mobil kakek yang menyusul dari belakang pun berhenti tepat disamping mobil Damar.Ia dengan bantuan supir segera turun, melihat perlakuan Damar pada Anna, ia pun berteriak. "Damar!! Papah istrimu! Kea
Ruangan rumah sakit dipenuhi ketegangan. Suara detak jam di dinding terdengar jelas, seakan menghitung waktu. Di ranjang mayat, Mira, perawat yang sebelumnya dibius oleh Lian, kini telah sadar. Wajahnya masih pucat. Ia menekan kepalanya pusing. Matanya mengedar ke sekelilingnya, banyak orang dalam ruangan itu. Dokter kembali bertanya, "Perawat Mira, coba ceritakan pada Pak Damar, apa yang sebenarnya terjadi terhadapmu?" Ini adalah kesempatan terbaik untuk mengatakan pada Damar. Karena posisi Lian sudah terpojok. Ia menceritakan semua, tentang kejahatan Asisten Lian, ia telah membiusnya, karena perawat Mira mengetahui jika suntikan yang berisi cairan racun itu adalah milik Lian. "Tuan Damar, suntikan racun itu adalah milik asisten Anda. Pria itu berusaha membunuh istri Anda!" serunya, menatap langsung ke arah Damar dan petugas keamanan yang mengelilingi ruangan. Tidak tinggal diam, Lian segera membela diri. "Bohong, dia berkata bohong, Tuan percayalah pada saya. Saya telah
Malam itu, rumah sakit terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya sesekali terdengar suara langkah kaki para perawat yang bergantian berjaga. Di koridor yang temaram, perawat Mira—wanita yang sebelumnya bertugas menangani hasil laboratorium Anna—melangkah dengan perasaan waspada.Entah kenapa, sejak tadi ia merasa ada seseorang yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Namun, perasaan tidak nyaman itu semakin kuat. Kali ini memang ia harus lebih berhati-hati, karena ia telah mengetahui satu hal dan ia harus segera memberitahukan pada Damar akan perbuatan asistennya yang tidak ia ketahui."Seharusnya aku tidak melewati lorong sepi ini. Aku merasa takut sendri. Takut jika pria itu akan berbuat sesuatu yang membuatku celaka. Semoga Tuhan menyelamatkan nyawaku." Dengan sedikit mempercepat langkahnya, ia menuju ruang arsip, tempat ia harus menyerahkan beberapa laporan terakhir sebelum pulang.Di tikungan lorong yang sepi, bayangan hitam muncul dari balik pilar. Sebelu