Share

112. Penguat Hati 1

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-23 12:51:26

Happy Reading

*****

Hazimah tak menuju rumah mertuanya, dia langsung pulang ke rumahnya sendiri. Beruntung kuncinya selalu dia simpan dalam saku gamis. Sampai di dalam, gegas dia mengambil wudu, dilihatnya jam di dinding masih cukup lama untuk salat duha. Hazimah terduduk di lantai kamarnya.

Tangannya mengambil sajadah serta mukena, bacaan istigfar berkali-kali dia lafalkan. Hatinya bergejolak, perempuan mana pun tak akan pernah tahan jika dibicarakan seperti yang dilakukan para tetangganya tadi. Hazimah, hanyalah manusia biasa yang akan sangat terluka saat disakiti oleh orang lain, meskipun sifatnya verbal.

Tangan kanan Hazimah mulai menggerakkan rangkaian tasbih, melafalkan istigfar sebanyak mungkin. Berkali-kali juga perempuan itu membaca doa agar hatinya kembali tenang. Tetes air jatuh tanpa bisa dia kendalikan. Di penghujung gejolak hatinya, Hazimah berdoa.

"Robbana laatuzigh quluubaana ba'dza idz hadaetana wa hablanaa milladunka rohmatan innakaa antalwahhaab," ucap Hazimah li
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 113. Penguat Hati 2

    Happy reading*****Haidar menatap Hazimah, bingung juga mengapa sang istri bereaksi salah tingkah seperti itu. "Anu apa, Im?" tanyanya.Hazimah tersenyum salah tingkah. "Aku belum mandi, Mas. Jadi, njenengan saja yang makan duluan. Nggak enak baunya habis masak tadi." Hazimah berjalan ke kamarnya setelah mengatakan alasannya pada sang suami. Haidar menggelengkan kepala, selalu saja begitu dari dulu tidak berubah. Hazimah adalah tipe perempuan yang tidak akan membiarkan orang lain mencium aroma tak sedap pada tubuhnya. Mau tak mau lelaki itu menunggu istri keduanya sampai selesai dengan ritual mandi. Tak salah sebenarnya apa yang dilakukan Hazimah karena sesuai dengan sunnah yang disyariatkan. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan jika engkau melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya serta menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi. Mungkin, tindakan Hazimah tadi adalah salah satu cara untuk menyenangkan sang suami. Ingin tampil cantik

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 112. Penguat Hati 1

    Happy Reading*****Hazimah tak menuju rumah mertuanya, dia langsung pulang ke rumahnya sendiri. Beruntung kuncinya selalu dia simpan dalam saku gamis. Sampai di dalam, gegas dia mengambil wudu, dilihatnya jam di dinding masih cukup lama untuk salat duha. Hazimah terduduk di lantai kamarnya. Tangannya mengambil sajadah serta mukena, bacaan istigfar berkali-kali dia lafalkan. Hatinya bergejolak, perempuan mana pun tak akan pernah tahan jika dibicarakan seperti yang dilakukan para tetangganya tadi. Hazimah, hanyalah manusia biasa yang akan sangat terluka saat disakiti oleh orang lain, meskipun sifatnya verbal. Tangan kanan Hazimah mulai menggerakkan rangkaian tasbih, melafalkan istigfar sebanyak mungkin. Berkali-kali juga perempuan itu membaca doa agar hatinya kembali tenang. Tetes air jatuh tanpa bisa dia kendalikan. Di penghujung gejolak hatinya, Hazimah berdoa. "Robbana laatuzigh quluubaana ba'dza idz hadaetana wa hablanaa milladunka rohmatan innakaa antalwahhaab," ucap Hazimah li

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 111, Nyinyir Terus

    Happy Reading*****"Pilih dulu apa yang kamu butuhkan, Mbak. Baru pulang," saran Sania. Perempuan paruh baya itu mulai curiga, ada yang tidak beres dengan menantu barunya.Hazimah termenung sebentar, menimbang-nimbang saran sang bunda. Namun, ketika melihat wajah perempuan-perempuan yang tadi menyinggung perasaannya, perut Hazimah terasa mual."Saya sakit perut, Bun. Kayaknya ndak bisa ditunda. Kapan-kapan aja belanja lagi." Suara Hazimah nyaris tak terdengar karena menahan sesuatu."Ya Allah, kok bis sampai seperti ini?" ucap Sania yang melihat wajah Hazimah sedih dan kesakitan. "Ya, sudah. Kamu pulang dulu, Mbak."Ketika anggukan telah Sania berikan, setengah berlari Hazimah pulang. Bulir-bulir air matanya berjatuhan sepanjang jalan menuju rumah. Hazimah tidak kembali ke rumah sang mertua, dia lebih menenangkan keadaannya di rumah yang sudah dibelikan Haidar."Duh, bener-bener, deh. Baru kali ini, lihat perempuan jadi pelakor, tapi nggak malu untuk keluar rumah," kata salah satu pe

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 110. Nyinyiran Tetangga

    Happy Reading*****Hazimah memasang senyum kepalsuan di depan sang mertua. "Mereka nggak tahu seperti apa kita memutuskan semua ini, Bu. Jadi, nggeh biarkan saja. Dijelaskan pun, mungkin mereka tetap berprasangka negatif.""Sabar, yo, Nduk. Nanti mereka juga akan diem sendiri saat melihat kebahagiaan kalian. Bunda yakin kalian mampu menepis kata-kata jahat mereka." Sambil berjalan, Sania kembali menasehati menantu barunya. Hazimah, hanya mengangguk dan mengucapkan istighfar sebanyak mungkin agar bisa mengontrol emosi dan hatinya. Sesampainya di tempat penjual sayur, makin banyak orang yang memandang aneh pada ibu satu anak itu. "Nduk, nggak usah dihiraukan omongan dan tatapan mereka. Kamu pilih aja apa yang mau dibeli. Bunda masih mau milih yang lain dulu. Tetap di sini, ya," pinta Sania supaya sang menantu baru tidak bergerak ke tempat lain.Sania mengitari sisi yang berseberangan dari mobil bak terbuka milik pedagang sayur itu. Sementara Hazimah masih diam berdiri melihat-lihat b

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 109. Bisik-bisik Tetangga

    Happy Reading*****Sania dan Aliyah saling menatap. Lalu, keduanya tersenyum penuh arti."Ada apa? Apa Ima mengucapkan kalimat yang salah?" tanya Haidar yang juga penasaran dengan reaksi terkejut dari bunda dan istri pertamanya."Bukan salah, tapi harus dibenarkan," sahut Aliyah sambil melirik sang mertua. "Putrane Bunda kan sudah jadi suamimu, Mbak. Alangkah baiknya kamu nggak menyebut namanya secara langsung. Pamali kata orang tua dulu." Sania memegang kedua pundak Hazimah dari samping kanan. "Ngapunten, Bun. Saya belum terbiasa," sesal Hazimah disertai wajah sedihnya."Cuma masalah panggilan, enggak masalah, Bun," sahut Haidar.Kalimat yang menjadi jawaban Hazimah, entah mengapa mampu membuat orang yang ada dalam ruangan itu tertawa lirih. Bagian atas tubuh Hazimah makin menunduk malu. Dia memang tidak terbiasa menyebut nama suaminya dengan embel-embel di depan. "Tapi, Mas. Pangilan pada suami itu adalah bentuk penghormatan dan juga pengabdian seorang istri. Mbak Azza bisa pang

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 108. Gagal Malam Pertama

    Happy Reading*****"Enggeh, Bun. Adik sudah perjalanan ke sana, sekarang," sahut Haidar."Alhlamdulillah kalau gitu. Bunda bener-bener takut dengan keadaan istrimu." Suara Sania bergetar, seperti orang yang sedang menahan tangisan."Bunda tenang, nggeh. Bentar lagi adik sudah sampai." Haidar menoleh pada istri barunya yang ternyata sudah siap untuk mengikutinya. Hazimah bahkan sudah menggambil Ilyas dari boks bayi dan memindahkannya ke gendongan."Ayo, Ain. Kasihan Aliyah kalau sampai sendirian."Haidar cuma bisa menganggukkan kepala. Dalam perjalanan menuju rumah sang bunda, lelaki itu tak henti-hentinya minta maaf pada Hazimah karena sudah mengggangu waktu istirahat perempuan tersebut."Ain, aku juga punya tanggung jawab untuk merawat Aliyah. Jadi, berhentilah meminta maaf seperti itu," ucap Hazimah."Terima kasih, Im. Kamu mau mengerti posisiku.""Sudah sewajarnya seperti ini. Kita sudah menjadi suami istri, jadi harus berbagi baik suka maupun duka."Tak lama setelah percakapan te

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 107. Gelisah

    Happy Reading*****"Hah," kata Haidar cengo, sama sekali tidak mengerti maksud perkataan sang istri."Aku minta tolong kamu keluar dulu. Aku nggak bisa ngasi Ilyas ASI kalau masih ada kamu di sini." Ragu-ragu Hazimah mengatakannya, takut sang suami salah paham. Hazimah masih belum bisa menampakkan bagian tubuh yang satu itu untuk dilihat orang lain, meskipun Haidar sekarang sah sebagai suaminya. Setelah Hazimah mengatakan demikian, barulah lelaki itu paham. "Iya, aku akan keluar." Tertunduk malu Haidar meninggalkan kamar. Hazimah membuka mukenanya dan mulai menyusui Ilyas. Sekalinya dia mengeluarkan sumber energi kehidupan sang bayi, bibir mungil Ilyas meraihnya dengan cepat. Tangisannya pun tak terdengar lagi. Setelah putranya tertidur lagi, Hazimah memanggil Haidar masuk. "Ain, masuklah. Aku sudah selesai memberikan ASI pada Ilyas," kata Hazimah."Iya."Hari sudah semakin larut. Haidar duduk di tepi ranjang, menunggu Hazimah yang masih meletakkan Ilyas di boksnya. Selesai denga

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 106. Canggung

    Happy Reading*****Sebentar saja, Haidar melihat kilatan keterkejutan dari istri keduanya saat dia melempar pertanyaan tadi. Namun, cepat-cepat Hazimah menundukkan kepalanya sambil berkata, "Nggak ada keterpaksaan dalam sebuah takdir, aku hanya perlu penyesuaian semuanya. Maaf, jika kehadiranku menjadi beban buatmu." Hazimah kembali berdiri. "Aku mau kopi. Terima kasih sudah bersedia menjadi istriku," ucap Haidar dengan cepat merespon perkataan sang istri. Tak ada sentuhan fisik setelahnya. Hazimah, hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan sang suami, demikian juga Haidar. Tak perlu Haidar bertanya lagi, kamar mana yang akan mereka tempati karena di rumah ini, hanya ada dua kamar. Salah satu digunakan Yana, sekilas dia tadi melihat Hazimah masuk ke kamar sebelah kiri tempat berdirinya kini. Haidar pun mengikuti apa yang dilakukan sang istri, menyentuh gagang pintu dan mengucap salam sebelum memasukinya. Bau khas bayi menusuk inderanya, Haidar tersenyum. Sekali saja dia melihat Il

  • Istri Warisan SahabatΒ Β Β 105. Apakah Terpaksa?

    Happy Reading*****Beberapa saat setelah Haidar menyelesaikan percakapannya dengan Aliyah, mereka keluar kamar. Wajah Hazimah yang sudah menggendong Ilyas terlihat."Lho, Mbak?" kata Aliyah, terkejut ketika Hazimah malah menggendong bayinya. "Malam ini biar Ilyas tidur sama aku aja. Kok, malah digendong lagi.""Tadi, dia nangis. Kayaknya aku nggak bisa ninggalin dia di sini, Al. Dia selalu kelaparan dan membutuhkan ASI. Stok yang kamu katakan tadi sudah tinggal satu botol saja." Hazimah menunjukkan ASI milik Ilyas yang tersisa.Aliyah menepuk keningnya sendiri. Lalu, mendekati si kecil dan mencubit pipinya pelan. "Jagoan Ibu ternyata kuat banget nyusunya. Lapar, ya?" katanya pada si bayi yang cuma bisa merespon Aliyah dengan senyum."Biarkan saja dia sama bundanya, Sayang. Daripada kamu nanti kerepotan sendiri kalau Ilyas kehabisan ASI-nya," saran Haidar."Iya, Al," tambah Ruby, "Dia nggak bakalan ganggu ayah bundanya asal perutnya kenyang." "Bener katamu, Kak," sahut Sania, "si kec

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status