Share

94. Pangeran Tampan

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-17 12:34:53

Happy Reading

*****

Sepulang dari rumah mertuanya, Haidar langsung menuju kediaman sang bunda. Senyum Aliyah tampak menyambut kedatangan sang suami.

Beberapa menit lalu, Abdul meneleponnya. Mengatakan jika sng suami baru saja sowan ke rumah mereka.

"Mas," panggil Aliyah.

"Lho, Sayang. Kenapa di luar? Udara hari ini dingin sekali. Ayo masuk," ajak Haidar ketika mengetahui istrinya duduk sendirian di teras rumah.

"Nggak dingin, kok. Kan, aku sedang berjemur. Mumpung mataharinya bersinar," kata Aliyah dengan bibir terangkat ke atas. "Sini, Mas. Temani aku."

Haidar mengangguk, segera duduk di sebelah istrinya. "Bunda ke mana, Sayang?"

"Pergi ke pasar, Mas," jawab Aliyah. Diam sebentar, dia melirik sang suami dengan manis. "Gimana, Mas. Sudah jauh lebih tenang setelah dari makam Mas Zafran?"

Haidar cuma bisa menggelengkan kepalanya. "Al, boleh Mas tanya sesuatu?"

Perempuan itu dengan cepat menganggukkan kepala. "Tanya aja, Mas. Ada apa?"

"Al, andai kamu enggak pernah tahu jika Mas kenal
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Istri Warisan Sahabat   95. Pangeran Tampan 2

    Happy Reading*****Perawat yang menggendong bayi Hazimah menatap Haidar. Jelas tergambar kepanikan lelaki tersebut."Bayinya tidak kenapa-kenapa, Pak. Alhamdulillah, semua organ tubuh si bayi berkembang dengan baik, Pak. Cuma berat badannya saja yang kurang memenuhi standar tumbuh kembangnya nanti," jelas perawat itu. "Jadi, untuk sementara waktu bayi ini kami rawat di inkubator.""Alhamdulillah," ucap Haidar. Seperti ada dorongan kuat dalam dirinya, Haidar mendekat pada bayi mungil yang masih dalam gendongan perawat. Rasa haru dan bahagia bercampur jadi satu. Ketika melihat wajah si bayi, lelaki itu seperti bertemu kembali dengan sosok Zafran. Hidung si bayi mirip sekali dengan mendiang sahabatnyaPelan-pelan dan penuh perasaan, Haidar melantunkan azan pada telinga kanan bayi tampan itu dan Iqamah pada telinga kirinya. Hazimah yang masih lemah dan terbaring di ranjang persalinan, lamat-lamat mendengar isakan Haidar. Entah apa yang dirasakan lelaki itu sampai menangis.Selesai denga

  • Istri Warisan Sahabat   94. Pangeran Tampan

    Happy Reading*****Sepulang dari rumah mertuanya, Haidar langsung menuju kediaman sang bunda. Senyum Aliyah tampak menyambut kedatangan sang suami. Beberapa menit lalu, Abdul meneleponnya. Mengatakan jika sng suami baru saja sowan ke rumah mereka. "Mas," panggil Aliyah. "Lho, Sayang. Kenapa di luar? Udara hari ini dingin sekali. Ayo masuk," ajak Haidar ketika mengetahui istrinya duduk sendirian di teras rumah."Nggak dingin, kok. Kan, aku sedang berjemur. Mumpung mataharinya bersinar," kata Aliyah dengan bibir terangkat ke atas. "Sini, Mas. Temani aku."Haidar mengangguk, segera duduk di sebelah istrinya. "Bunda ke mana, Sayang?""Pergi ke pasar, Mas," jawab Aliyah. Diam sebentar, dia melirik sang suami dengan manis. "Gimana, Mas. Sudah jauh lebih tenang setelah dari makam Mas Zafran?"Haidar cuma bisa menggelengkan kepalanya. "Al, boleh Mas tanya sesuatu?"Perempuan itu dengan cepat menganggukkan kepala. "Tanya aja, Mas. Ada apa?""Al, andai kamu enggak pernah tahu jika Mas kenal

  • Istri Warisan Sahabat   93. Galau Tingkat Dewa

    Happy Reading*****Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Haidar begitu kacau. Bagaimana tidak kacau jika dia harus menghadapi dua permintaan sama oleh perempuan yang sangat disayanginya.Sesampainya di rumah pun, Haidar lebih banyak diam dan merenung."Mas, ada apa?" tanya Aliyah yang menyadari jika sang suami sedang tidak baik-baik saja. "Sejak pulang dari rumah Tante Yana, njenengan lebih banyak diam. Apa aku punya salah? Tolong maafkan nggeh."Haidar berdiri, langsung memeluk sang istri yang sedang duduk di kursi rodanya. "Kamu enggak salah, Sayang. Justru Mas yang punya banyak kesalahan.""Aku memaafkan semua kesalahan njenengan walau aku belum menemukannya," ucap Aliyah.Beberapa menit mereka saling memeluk hingga Aliyah merasakan baju di bagian pundaknya basah. Saat itulah, dia menyadari jika Haidar menangis dalam diam.Tak ingin menambah beban pikiran sang suami, Aliyah membiarkan lelakinya dalam keadaan seperti itu. Biarlah nanti, ketika suasana hati Haidar membaik, Aliyah aka

  • Istri Warisan Sahabat   92. Permintaan Yana 2

    Happy Reading*****Haidar mengerutkan kening, belum pernah dia melihat reaksi Hazimah yang seperti itu. Walau tidak begitu jelas mendengar, tetapi lelaki itu yakin jika apa yang akan dikatakan Yana adalah permintaan sama seperti keinginan Aliyah. "Apa kata beliau?" tanya Haidar memastikan isi kepala walau dalam hati berharap perempuan paruh baya di hadapannya tidak akan mengucapkan kalimat sama seperti permintaan sang istri."Belum tahu juga." Hazimah menggelengkan kepalanya. Dalam hati, dia sangat khawatir jika Yana sampai menyampaikan apa yang mereka bicarakan beberapa hari lalu.Yana berusaha mengucapkan sebuah kalimat yang mudah dimengerti oleh dia orang di depannya, tetapi lidahnya terlalu kaku. Jadi, ucapan yang keluar hanya mirip igauan tak jelas.Tak jelas apa yang dimaksud sang mertua, Hazimah pun berjongkok di depan Yana bahkan mulai mendekatkan telinganya. Posisinya dan Haidar kini berdampingan. "Mama ngomong aja, biar Azza sampaikan pada Ain, apa yang Mama inginkan," uc

  • Istri Warisan Sahabat   91. Permintaan Yana 1

    Happy Reading*****Seharian itu, pikiran Haidar benar-benar kacau. Antara ingin membantu kesusahan Yana dan juga menjaga istrinya yang sedang sakit. Sampai hampir jam makan siang, suhu tubuh Aliyah belum juga turun padahal dokter sudah memberinya obat penurun panas bahkan perempuan itu belum mau membuka matanya."Sayang, bangun. Mas, khawatir banget saat ini," ucap Haidar sambil mengelus puncak kepala sang istri yang tengah terlelap. "Kamu tahu, Al? Dokter sudah mengijinkan kita bisa bepergian jauh asal kesehatan dan imunmu semakin membaik. Jadi, Mas bisa mengabulkan permintaanmu untuk pulang."Mendengar kata pulang, entah mengapa tangan Aliyah bereaksi. Kelopak matanya juga bergerak-gerak seperti akan membuka saja."Sayang, apa kamu dengar apa yang Mas omongkan tadi?" tanya Haidar antusias ketika menyadari sang istri bereaksi."Kenapa, Mas?" ucap Aliyah dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Sayang kau sudah bangun," seru Haidar dengan wajah berseri. "Mas, panggil dokter dul

  • Istri Warisan Sahabat   90. Ujian Mulai Berdatangan

    Happy Reading*****Tanpa mengganggu istirahat sang istri, Haidar melantunkan ayat-ayat Al-qur'an dengan nyaring. Sepertiga malamnya dihabiskan untuk bermunajat, bukan mengeluh atas keadaan yang dia jalani sekarang. Namun, lebih kepada curhatan seorang hamba kepada Sang Penciptanya.Mendengar azan fajar berkumandang, Haidar menghentikan bacaannya. Sekilas dia menengok ke arah Aliyah yang masih terlelap. Suara igauan tak jelas terdengar samar oleh inderannya. Haidar berdiri dan mendekati sang istri menyentuh kening serta mengecupnya sebentar. Masih terasa panas, rupanya obat yang diberikan belum bereaksi.Sesuai saran dokter tadi malam, Haidar mengambil handuk kecil dan sebaskom air untuk mengompres. Meletakkan alat pengecek suhu tubuh di antara lipatan ketiak sang istri. Jam dinding masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Haidar sedikit panik ketika alat itu berbunyi dan melihat angka yang tertera. Bukannya turun, suhu tubuh Aliyah malah meningkat."Ya Allah, bagaimana ini? Semalaman

  • Istri Warisan Sahabat   89. Malam Menegangkan

    Happy Reading*****"Mas," panggil Pak Mat mencoba menyadarkan lamunan panjang Haidar. Beberapa menit terdiam, Haidar mulai bisa mencerna saran sang sopir."Astagfirullah. Bener juga, Pak." Haidar menepuk keningnya sendiri. Akibat terlalu panik, dia melupakan hal yang jauh lebih penting. "Coba di telepon dulu, Mas. Nanti gimana-gimananya biar tahu. Kalau memang harus ke rumah sakit, ya, saya siapkan kendaraannya." Pak Mat menunggu Haidar yang mengambil ponsel. Dari tempat Pak Mat berdiri, dia melihat Haidar yang mengangguk-anggukkan kepala dengan ponsel menempel pada telinga kiri. Tak begitu jelas apa yang dibicarakan majikannya sekarang. Selesai dengan percakapannya, Haidar menghampiri lelaki paruh baya itu."Pak, njenengan siap-siap, nggeh. Sewaktu-waktu, saya akan minta bantuannya. Untuk sementara, saya akan menangani Aliyah sesuai arahan dokter," ucap Haidar."Nggeh, Mas. Saya siap. Gimana katanya dokter, Mas?" tanya Pak Mat. Lelaki paruh baya tersebut juga penasaran dengan sa

  • Istri Warisan Sahabat   88. Demam

    Happy Reading*****Aliyah cuma bisa menjawab perkataan sang suami dengan memasang wajah kecewa. Sadar diri jika perempuan itu memang sudah sanggat sering melanggar janjinya. "Mas, kali ini aku nggak akan bohong. Aku benar-benar cuma pengen ketemu Mbak Azza dan cerita-cerita saja." Aliyah menarik-narik ujung kemeja yang digunakan sang suami supaya lelaki itu mau mengabulkan permintaannya."Enggak, Sayang. Sekali, Mas ngomong enggak, ya, enggak," kata Haidar. Walau suaranya tak sekeras tadi, tetapi mampu membuat bibir sang istri mengerucut."Mas, nggak kasihan sama aku? Udah nggak sayang lagi, ya." Perempuan yang telah dihalalkan Haidar itu memasang wajah sedih."Justru karena Mas sangat sayang, makanya melarangmu untuk menemuinya. Ayolah, Sayang. Mas, melarang semua ini, demi kebaikanmu juga." Haidar mencoba membujuk sang istri dengan mengelus puncak kepala perempuan tersebut."Mas tahu kan kalau aku nggak pernah punya saudara perempuan. Jadi, ketika aku bertemu dengan Mbak Azza, aku

  • Istri Warisan Sahabat   87. Proses Panjang Pengobatan

    Happy Reading******Hari-hari yang dilalui Haidar dan Aliyah, hanya berkutat antara rumah dan rumah sakit. Walau cukup melelahkan, tetapi perempuan itu tetap menjalani pengobatannya demi melegakan hati sang suami.Sebulan berlalu, pengobatan Aliyah sudah mulai dijalankan. Obat-obatan terapi mulai masuk ke tubuhnya. Dia pun sudah mulai merasakan efek dari terapi yang dijalaninya. Ruam-ruam mulai tampak, kulitnya sedikit mengering, walau belum parah. Seringkali, ketika Aliyah mengecek kesehatan, tensinya ikut naik.Minggu pertama menjalani terapi, tubuh Aliyah sedikit melemah. Terapi yang diberikan, walaupun tak memiliki efek sekeras kemoterapi. Namun, masih sangat berimbas pada kesehatan tubuh lainnya. Sampai saat ini efek itu masih terasa pada Aliyah.Rencana, minggu ini Aliyah harus memeriksakan kembali kesehatannya. Hal itu harus rutin Aliyah lakukan agar sang dokter mengetahui seberapa besar manfaat dan efektifitas terapi yang dijalankan. Pastinya, semua akan memerlukan kesabaran

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status