"Li, Li, ayo kita ke rumah sakit sekarang," tukas Bang Panji yang tiba-tiba datang dan berlari ke arahku.
"Ada apa, Bang?" tanyaku khawatir melihat ekspresi wajahnya yang tegang.
"Suamimu, Li."
"Mas Azzam kenapa?"
"Dia mengalami kecelakaan."
"Innalilahi. Yang bener, Bang? Mas Azzam kan baru pulang dari sini, Bang ..."
"Iya, Li. Ditengah jalan dia mengalami kecelakaan. Tadi Abang dihubungi Pak Polisi, karena nomor abang ada di daftar panggilan terakhir."
Mendengar penjelasan Bang Panji, air mata ini luruh juga, tak bisa tertahankan lagi. Astaghfirullah hal'adzim. Bukankah pulang dari sini dia baik-baik saja? Apa karena dari tadi hujan turun dengan deras, jadi jalanan licin dan mobil Mas Azzam tergelincir? Atau karena apa?
Ah, rasanya ada yang sakit menusuk hingga ke dalam rongga dada. Nyeri. Membayangkan bagaimana keadaan Mas Azzam sekarang, bersimbah darah dan kepayahan. Pasti dia sangat kesakitan.
"Ayo Li, kita ke rumah
"Apa, Zam? Kamu ngusir ibu? Ibu yang sudah melahirkan kamu, kamu tega?""Iya Mas, bisa-bisanya mas ngusir kami yang keluarga sendiri. Kenapa malah memilih Mbak Lili yang hanya orang lain?" timpal Icha ikut emosi.Tok ... Tok ... Tok ...Terdengar ketukan pintu. Seorang perawat datang memasang senyum dengan ramah."Permisi Bu, mohon maaf tidak boleh ribut ya di kamar pasien, soalnya ini sangat mengganggu ketenangan pasien. Silahkan jika ingin berdebat bisa di luar area rumah sakit ya!" tegur perawat itu, tegas. Kemudian ia memeriksa infus Mas Azzam."Alhamdulillah, syukurlah kalau bapaknya sudah sadar. Tolong ya Bu, dijaga ketenangan rumah sakit ini. Biar kondisi pasien cepat pulih, tidak merasa stress karena ada keributan.""Baik, Sus.""Kalau ada apa-apa langsung hubungi kami ya. Saya permisi.""Iya Sus, terima kasih."Icha memutar bola mata mengawasiku. Pandangannya tak suka."Ayo Cha,
Membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Icha, membuatku geram. Bisa-bisanya ada sepupu yang terobsesi pada saudaranya sendiri.Aku men-scroll pesannya ke atas, ternyata banyak pesan-pesan sayang dan cinta dari Icha namun tak ditanggapi satupun oleh Mas Azzam."Kamu kenapa, Dek?" tanya Mas Azzam membuyarkanku. Ia bangkit dari tidurnya.Aku menoleh lalu menghela nafas dalam-dalam. Kuserahkan handphone itu padanya."Kamu membaca semua ini?" tanyanya. Ekspresinya berubah masam setelah membaca pesan-pesan gila dari Icha."Iya. Jadi kamu udah tahu perasaan Icha padamu, Mas?""Ya, belum lama ini aku baru mengetahuinya. Untuk itulah aku pergi dari rumah, aku gak nyaman sama dia, Dek. Ibu juga sepertinya mendukung perilakunya yang gak waras itu. Bisa-bisanya orang yang selama ini kuanggap sebagai adikku sendiri malah bertingkah seperti ini.""Apa yang akan kamu lakukan, Mas? Sedangkan dia satu kantor denganmu.""Entahlah dek, Di kantor
[Apa istimewanya Mbak Lili dibanding aku, Mas? Mbak Lili kan cuma wanita udik, kampungan, miskin!][Aku mencintaimu]Aku kirim rentetan pesan cinta untuk Mas Azzam. Dia membacanya tapi tak membalas, seperti yang sudah-sudah. Dan sekarang justru nomorku diblokir?Aaarggghh!!Memangnya salah aku apa? Hingga kau memperlakukan aku seperti ini? Menghindariku? Bukankah dulu kau bilang akan selalu melindungiku?Tapi sekarang apa? Kau mengabaikanku, Mas! Kau lebih memilih wanita kampungan itu! Yang tidak tau trend dan fashion! Kenapa kamu lebih memilih wanita seperti dia? Dari pada aku yang kau kenal sejak kecil.Aku tidak terima! Hatiku sakit sekali saat lagi-lagi kau mengutarakan cinta yang begitu dalam pada istrimu. Hatiku sangat sakit. Iri dan dengki di hati ini muncul begitu saja, semakin lama semakin terpupuk dalam. Hingga aku membenci Lili. Sosok wanita yang telah merebut Mas Azzam dariku. Aku benci. Benar-benar benci!Ma
Kepalaku terasa begitu pening. Mengerjap perlahan, entah ini ada dimana. Tiba-tiba saja aku berada disebuah ruangan kosong dengan kondisi tangan dan kaki terikat. Serta mulut yang tertutup lakban.Astaghfirullah hal'adzim. Apa aku sedang disekap? Tapi kenapa? Apa salahku? Bahkan aku gak punya barang berharga.Perutku terasa begitu perih. Ini sudah jam berapa? Berapa lama aku tertidur? Bagaimana dengan Mas Azzam?Ya Allah, tolong selamatkan hamba.Tiba-tiba terdengar suara tawa menggelegak dari luar bangunan. Seketika pintu ruangan terbuka. Tiga orang preman masuk, mereka tertawa dengan riang."Udah sadar dia bos! Bisa digarap!""Tunggu-tunggu. Gak perlu digarap. Kita bawa aja ke tempat itu. Wajahnya sangat menjual!""Maksud bos tempat penjualan wanita?""Iyalah kita serahkan aja ke Mami Merry, dia pasti mau menampungnya.""Apa bos gak mau mencicipi dulu?""Aaah gak perlu! Dia bukan seleraku. Jual aja, kita d
Sejak tadi siang perasaanku khawatir tak karuan, tetiba kepikiran Lili di rumah. Apa dia baik-baik saja?"Mas," sapa Icha menghampiriku.Aku malas sekali menanggapinya, apalagi tempo hari dia mengirimkan pesan yang membuatku naik darah.Aku merasa heran dibuatnya, sampai malam kenapa dia masih disini? Kulirik jam persegi yang ada di dinding, waktu menunjukkan pukul delapan malam. Tidak terasa, saking banyaknya pekerjaan yang menumpuk, aku sampai lembur berjam-jam.Kuregangkan tubuh yang mulai terasa pegal. Pikiranku melayang ke rumah, Lili pasti khawatir menungguku."Kenapa kamu belum pulang, Cha?" tanyaku.Suasana kantor sudah sangat sepi, para staff kantor sudah pulang sejak tadi. Tapi gadis ini justru masih disini? Apa dia menungguiku?"Aku nungguin kamu, Mas.""Kenapa tak pulang saja? Kayak gak ada kerjaan lain aja!""Aku sengaja nungguin kamu, Mas. Aku pengin sama kamu. Kenapa kamu blokir nomorku?
"Sayang, coba nih lihat, mas beli apa?" tutur Azzam. Ia menutup kedua mata Lili dengan tangannya, lalu menuntun istrinya ke depan rumah."Apaan sih, Mas? Kejutan ya?""Hmmm"Lili tersenyum begitu pula dengan Azzam. Hubungan mereka semakin dekat sejak keduanya tinggal bersama di rumah Bang Panji. Kakaknya itupun ikut tersenyum melihat mereka akur. Tak ada perselisihan yang terjadi. Semoga damai selalu."Taraaaa ..." ucap Azzam.Lili mulai membukakan mata, ia tersenyum melihat sebuah motor baru bertengger di halaman."Wow, Mas beli motor baru?" tanya Lili.Azzam mengangguk lalu mencium kening Lili dengan lembut. "Berkat doamu, pekerjaan mas jadi lancar, mas juga dapat bonus. Jadi uang bonusnya mas belikan saja motor buat transportasi berangkat kerja. Gak apa-apa kan, sayang?""Iya, Mas.""Maaf ya belum bisa beli mobil, uangnya dikumpulkan dulu buat beli rumah baru.""Tidak apa-apa mas."
Drrrttt drrrttt ...Ponselku terus saja bergetar. Aku mengerjap pelan, memandang jam di kamar hotel yang menunjukkan angka 03.00 dini hari.Kuraih ponsel yang ada diatas nakas, tengah malam begini, siapa yang telepon? Keningku mengernyit saat melihat nama Raffa di layar ponsel.Raffa? Ada apa ya?[Hallo assalamualaikum, ada apa Mas Raffa malam-malam telepon][Waalaikum salam. Zam, kamu pulanglah sekarang. Istri dan kakak iparmu ada di rumah sakit][Kenapa dengan mereka?][Rumahnya kebakaran][Apaa??][Cepatlah datang, mereka dirawat di rumah sakit. Kondisinya sangat kritis]Aku shock mendengar kabar yang terjadi. Rumah kebakaran? Lili dan Bang Panji kritis?Dadaku bergemuruh hebat, dengan debaran jantung seperti gendang yang bertalu. Seketika rasa panik menyerangku tanpa sisa.Kenapa bisa terjadi kebakaran di tengah malam begini? Apa mereka baik-baik saja?Dengan meminjam m
"Abang banguuun ....!"Aku merangkul pundaknya untuk menenangkan."Sabarlah sayang, Bang Panji pasti akan segera bangun. Tenangkan hatimu ya. Pihak rumah sakit juga sedang mengupayakan yang terbaik agar Bang Panji segera melewati masa kritisnya. Ayo kita kembali ke kamarmu, biarkan Bang Panji istirahat."Lili mengangguk. Jelas sekali wajahnya begitu mendung dan dirundung duka. Berkali-kali ia menyeka air mata yang sudah tumpah ruah sedari tadi Aku memapahnya untuk tidur kembali di bed pasien. Lili termenung, pandangannya begitu kosong."Sayang, makan dulu ya. Ini ada bubur, yuk mas suapin ...""Mas, Bang Panji pasti sembuh kan? Bang Panji pasti sembuh kan, Mas?" tanyanya nadanya terdengar begitu pilu."Mas, Bang Panji yang sudah menyelamatkanku. Bang Panji pasti sembuh kan?""Iya sayang, kita doakan yang terbaik buat Bang Panji ya."Lili mengangguk."Yuk sekarang dimakan dulu."Aku