Home / Rumah Tangga / Istri Yang Kau Anggap Mandul / Bab 3 - Dukungan dan Cinta Dari Keluarga

Share

Bab 3 - Dukungan dan Cinta Dari Keluarga

Author: Eladzaky
last update Last Updated: 2025-10-23 21:04:01

Aku mulai menceritakan semuanya, tanpa menahan apa pun lagi. Tentang perlakuan Bu Mayang, mertuaku, yang tak pernah bisa menerima keberadaanku sebagai menantu. Tentang Laras, adik iparku, yang tak pernah berhenti menyindirku setiap ada kesempatan. Tentang hinaan-hinaan yang selama ini kutelan bulat-bulat tanpa pernah kuadukan pada siapa pun.

“Katanya mau jadi ibu rumah tangga yang sempurna? Lah, rahim aja cacat!” Itu kalimat yang paling sering kudengar.

Aku masih ingat betul bagaimana rasanya ditusuk kata-kata itu. Sakit, tapi tak berdarah. Luka yang tak terlihat, tapi terus menganga.

Tangisku pecah ketika sampai pada bagian paling menyakitkan, tentang keputusan Mas Azam yang akhirnya menyetujui permintaan ibunya untuk menikah lagi. Katanya, ia melakukannya demi mendapatkan keturunan. Demi membahagiakan sang ibu. Tapi bagaimana denganku? Istrinya? Apakah kebahagiaanku tak ada artinya sama sekali?

Suasana ruang tengah rumah Ibu mendadak hening. Hanya isak tangisku yang terdengar, bercampur dengan helaan napas berat Ibu dan suara Alina yang sesekali mengucap istigfar. Alfa, adik bungsuku, terlihat mengepalkan kedua tangannya erat, wajahnya tegang menahan emosi yang hampir meledak.

“Apapun yang Alya hadapi, bu... dulu Alya selalu yakin cinta Mas Azam cukup kuat untuk melindungi kami. Tapi sekarang... rasanya Alya gak sanggup lagi bertahan. Alya menyerah, Bu...” ucapku lirih sambil menunduk.

Ibu memelukku pelan. Tangannya yang hangat membelai kepalaku yang masih berbalut hijab, seperti dulu waktu aku masih kecil dan jatuh dari sepeda. Pelukannya selalu jadi tempat paling aman di dunia.

“Maafkan Ibu, Nak...” bisiknya lembut. “Ibu gak tahu kalau kamu selama ini menanggung luka sebesar ini. Ibu pikir kamu bahagia...”

Aku menggeleng cepat, menatap wajah Ibu yang mulai basah. “Bukan salah Ibu... Alya yang gak mau cerita. Alya takut Ibu sedih.”

Tiba-tiba Alfa bangkit berdiri, suaranya menggema di ruang sempit itu.

“Kurang ajar! Aku gak bisa diam aja! Lelaki brengsek itu harus dikasih pelajaran!” katanya dengan nada bergetar.

“Alfa!” tegur Ibu cepat, menahan lengannya.

“Enggak Bu! Dia udah nyakitin Kak Alya! Alfa gak terima! Ayah udah nitipin keluarga ini ke Alfa, Bu! Ayah berpesan agar Alfa bisa menggantikan Ayah menjaga Ibu dan Kakak-kakak, Alfa gak bisa diem liat Kak Alya kayak gini!” suaranya pecah. Air mata akhirnya jatuh di pipinya.

Ibu menghela napas panjang, menatap Alfa dengan tatapan teduh tapi tegas. “Nak... Ayahmu dulu gak pernah mengajarkan kekerasan. Kita bisa marah, tapi jangan sampai kehilangan akal sehat. Duduk dulu, Fa. Kita bicarakan semua baik-baik.”

Pelan-pelan Alfa kembali duduk, masih sesenggukan.

Aku menatapnya dengan senyum getir. “Terima kasih ya, Fa... kamu sayang banget sama Kakak.”

“Udah seharusnya, Kak,” jawabnya cepat, suaranya serak tapi tulus.

Setelah suasana agak tenang, Ibu menatapku dalam. “Jadi, kamu mau menyerah, Nak?”

Aku mengangguk pelan. “Iya Bu. Alya gak mau dipoligami. Alya gak mau berbagi cinta dengan wanita lain.”

Alina yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. “Kalau menurut Alin, Kak Alya memang harus mundur. Seumur hidup itu lama, Kak. Jangan habiskan waktu kakak buat menderita terus. Kakak juga berhak bahagia.”

Alfa ikut menimpali. “Betul! Lagian kita di sini sayang sama Kakak. Kalau perlu, Kak Alya tinggal di rumah ini lagi.”

Aku menatap mereka satu per satu dengan mata berkaca. “Makasih ya, kalian...”

Lalu aku menatap Ibu, menunggu restunya.

Ibu menatapku lama sebelum akhirnya berkata lembut, “Yang menjalani rumah tangga itu kamu, Nak. Kalau kamu sudah gak sanggup, lepaskan. Dalam agama kita, poligami boleh, tapi tidak wajib dijalani kalau hati kamu terluka. Kalau kamu ingin kembali ke rumah ini, Ibu akan selalu menerima dengan tangan terbuka”

Rasanya seperti beban besar di dadaku tiba-tiba berkurang. Aku memeluk Ibu erat-erat, menangis lagi, tapi kali ini bukan karena sedih. Rasanya seperti akhirnya aku boleh bernapas setelah sekian lama menahan.

“Makasih ya, Bu...” bisikku.

Ibu tersenyum tipis. Tapi kemudian wajahnya berubah sedikit serius.

“Tapi... bukan sekarang ya, Nak.”

Aku refleks menatapnya bingung. “Loh, kenapa, Bu?”

“Karena sekarang kamu masih istri Azam. Selama belum dijatuhkan talak, kamu masih wajib berbakti padanya. Dan Ibu yakin, kamu belum izin datang ke sini, kan?”

Aku menunduk malu, lalu menggeleng pelan.

“Nah, sekarang hubungi dia. Bilang kamu ke rumah Ibu,” perintah Ibu lembut tapi tegas.

Dengan berat hati aku mengambil ponsel dari tas, mengetik pesan:

Alya:

"Mas, aku izin ke rumah Ibu"

Mas Azam:

"Iya, Sayang. Hati-hati ya. Mau Mas jemput nanti?"

Alya:

"Gak usah, aku bawa motor"

Mas Azam:

"Ya sudah, hati-hati ya Sayang"

Aku tidak membalas. Kalau dulu, membaca pesan seperti itu bisa bikin aku senyum-senyum sendiri. Tapi sekarang? Rasanya muak. Kata “sayang” di layar ponselku terasa begitu palsu.

“Sudah?” tanya Ibu.

“Sudah, Bu.”

“Bagus. Ingat, Nak. Tetaplah jadi istri yang baik, bagaimanapun keadaanmu.”

Aku mendesah pelan. “Buat apa jadi istri yang baik kalau suaminya nyakitin, Bu?”

Ibu tersenyum sabar. “Karena itu perintah Allah, bukan karena Azam. Kalau kamu berbuat baik, itu pahalamu. Kalau dia berbuat buruk, itu dosanya. Jangan balas keburukan dengan keburukan.”

Aku menunduk. Kata-kata Ibu menampar lembut hatiku.

“Iya Bu, Alya paham.”

“Bagus. Tapi ingat, sebelum kamu benar-benar ambil keputusan, shalat istikharah dulu. Libatkan Allah dalam setiap langkahmu. Jangan cuma pakai emosi.”

“Iya Bu, nanti Alya shalat istikharah,” jawabku lirih.

“Sekarang istirahat ya, tenangkan pikiranmu. Ibu mau masak dulu,” katanya sambil bangkit dan menuju dapur.

Tinggallah aku berdua dengan Alina. Ia masih menatapku dengan sorot iba yang sama.

“Kak... Kakak yang kuat ya,” katanya pelan.

Aku tersenyum, menepuk tangannya. “Kakak harus kuat. Karena Kakak punya kalian. Kalian support system-nya Kakak.”

Alina tersenyum kecil. “Kalau gitu Kakak istirahat di kamar aja. Aku bantu Ibu di dapur.”

“Gak usah, biar Kakak bantu masak juga,” sahutku spontan.

“Jangan Kak! Bahaya kalau Kakak masak pas lagi galau!” katanya cepat.

Aku mengerutkan dahi. “Bahaya kenapa emangnya?”

“Ya bisa-bisa nanti Kakak melamun, harusnya masukin garam malah masukin motor! Bisa heboh satu kampung nanti!” jawabnya santai.

Aku tak bisa menahan tawa. “Hahaha... dasar kamu, Lin! Ya udah kalau gitu kakak ke kamar ya, jangan lupa masaknya yang enak!"

Alina ikut tertawa, lalu pura-pura memberi hormat seperti tentara. “Siap, Bos! Saya masak yang enak, tenang aja!”

Aku hanya menggeleng sambil tersenyum. Akhirnya, aku merasa sedikit lebih ringan. Mungkin memang begini rasanya: perlahan belajar melepaskan, tapi juga mulai belajar memulihkan diri, dengan cinta dari keluarga sendiri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Kau Anggap Mandul   Bab 78 - Kerjasama sambil Pedekate

    POV: AuthorRaja menyomot sepotong brownies dari dalam kulkas. Tanpa piring, tanpa sendok—langsung masuk ke mulut dalam satu gigitan besar. Sambil mengunyah, ia melangkah santai menuju ruang keluarga, tempat kedua orang tuanya sedang duduk berdampingan menonton televisi.“Hmm… browniesnya masih enak,” gumamnya pelan, lalu menjatuhkan diri di sofa panjang.Sultan, ayahnya, sedang bersandar dengan kaki sedikit terangkat, sementara Magdalena—ibunya—terlihat fokus pada acara di layar. Raja melirik sesaat, lalu membuka percakapan.“Gimana, Pa? Cabang Makassar lancar?” tanyanya.Sultan mengangguk pelan. “So far so good, Ja. Progresnya sesuai target. Tapi ya namanya cabang baru, masih perlu perhatian ekstra.”Raja mengangguk sambil kembali mengunyah. “Hmm…”“Kamu nggak mau sekalian pegang Makassar?” lanjut Sultan. “Menetap di sana beberapa waktu. Biar lebih kepegang, lebih rapi pengawasannya.”Raja langsung menggeleng cepat. “Nggak dulu deh, Pa. Aku fokus di pusat aja. Sekarang kan semuanya

  • Istri Yang Kau Anggap Mandul   Bab 77 - Pindah Ke Kontrakan Baru

    POV: AuthorSetelah Joyo dipastikan sudah dapat kontrakan, Azam langsung pamit pulang. Wajahnya terlihat begitu kusut, akibat digempur terus menerus oleh masalah yang tak ada hentinya seharian ini."Nanti dulu lah Zam, bantu Bapak dulu turunkan barang-barang ini. Masa kamu tega Bapak nurunin ini semua sendirian" Cegah Joyo."Itu ada Pak Sodri, minta bantuan dia aja. Tapi jangan lupa kasih upah, hargai keringatnya""Ya sudah kalau begitu, terserah kamu" Sahut Joyo kecewa."Oh ya, satu lagi Pak. Jangan pernah hubungi aku untuk minta tolong apapun terkait urusan Bapak dengan perempuan itu. Aku gak sudi membantu lagi! ini yang terakhir" Tegas Azam seraya menaiki sepeda motornya.Sebelum melajukan sepeda motornya Ia mengangguk pada Pak Sodri tanda berpamitan, namun melewati Tatik begitu saja tanpa menyapanya sama sekali. Bahkan Naura yang sejak tadi terus memandang ke arahnya dengan penuh tanya pun tak di pedulikannya.Azam memacu sepeda motornya dengan kecepatan cukup tinggi, tujuan dia

  • Istri Yang Kau Anggap Mandul   Bab 76 - Istri Baru Joyo Ditolak Warga

    POV: AzamKepalaku sudah hampir meledak rasanya menghadapi semua yang terjadi hari ini. Jatah apesku selama setahun seolah dihabiskan semua di hari ini.Berawal dari mobilku yang mogok, minta uang ke Dina untuk bawa ke bengkel tapi tak dikasih. Semua uang yang sudah ditangannya jangan harap bisa keluar lagi.Sejak menikah dengan Dina dan keuangan diatur olehnya, aku tak pernah lagi membawa mobilku untuk servis rutin ke bengkel. Padahal dulu aku selalu merawat mobilku ini dengan baik dan tak pernah absen untuk servis setiap bulannya.Akhirnya mau tak mau aku harus mencoba membetulkannya sendiri, meski aku tak punya basic apapun tentang permontiran.Mobil belum selesai, aku dibuat shock dengan sebuah berita yang menggemparkan. Oke, lebih tepatnya memalukan, amat sangat memalukan. Bapakku di grebek warga sedang ena-ena dengan seorang janda di kontrakannya.Terrekam jelas wajah Bapakku dan wanita itu disana, sungguh memalukan. Dan apesnya lagi, aku yang dipanggil kesana untuk menyelesaika

  • Istri Yang Kau Anggap Mandul   Bab 75 - Penjelasan Raja

    POV: AlyaPuluhan pesan dan missed call dari Mas Raja masih terus berdatangan. Entah kenapa aku masih enggan membaca pesannya ataupun mengangkat telepon darinya.Lucu sih sebenarnya, kenapa aku bersikap seperti ini ya? mengingat hubunganku dengan Mas Raja masih hanya sebatas teman biasa. Lalu kenapa aku sampai se begininya?Aku terus berpikir, apakah sikapku ini tepat? Apa bukannya justru jadi kelihatan jelas kalau aku cemburu? Padahal siapa aku?"Kalau dia beneran mikir aku cemburu gimana ya? meskipun memang iya, tapi kan bukan hak aku. Dia masih bebas melakukan apapun tanpa perlu persetujuan aku" Batinku terus bermonolog.Akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi 'silent treatment' ku daripada ujungnya malah bikin malu diri sendiri. Karena aku juga tak tau bagaimana perasaan mas Raja padaku, belum tentu juga dia suka padaku.Pucuk dicinta, ponselku berdering. Ku lihat ada nama Mas Raja di layar ponsel yang berpendar. Segera ku geser tombol hijau ke kanan untuk menerima panggilan itu.

  • Istri Yang Kau Anggap Mandul   Bab 74 - Kesedihan Laras

    "Mbak Laras kenapa? Mbak Laras sakit?" Tanya Ayu, yang melihat perubahan pada diri Laras setelah ia break makan siang tadi. Padahal sebelumnya Laras masih terlihat biasa-biasa saja.Memang setelah Laras selesai istirahat dan kembali bekerja, Ayu melihatnya begitu lesu. Wajahnya pucat dan matanya sembap. Ia juga terlihat lebih banyak melamun dan seperti tidak bersemangat."Gue gak apa-apa kok,Yu" Sahut Laras lirih. Sambil terus mengelap piring basah yang baru saja selesai di cuci."Beneran? Tapi Mbak Laras pucat banget loh.. Mbak Laras istirahat aja, atau mau pulang? aku ijinin sama Bang Erwin ya?" Ucap Ayu dengan ekspresi wajah cemas.Ayu memang wanita berhati lembut, ia mudah sekali Iba pada orang lain. Apalagi Laras merupakan rekan kerja dia satu-satunya, yang telah ia anggap seperti saudara sendiri."Gak usah Ayu... Udah lo tenang aja, gue aman. Eh, ada customer rombongan tuh" Sahut Laras sambil menunjuk ke luar dengan kepalanya.Ayu menoleh ke arah yang ditunjukkan Laras. Benar s

  • Istri Yang Kau Anggap Mandul   Bab 73 - Alya Kecewa

    Tak lama kemudian, Raja membelokkan mobilnya ke halaman sebuah minimarket. Alya langsung turun buat membeli barang pesanan ibunya.“Sebentar ya, Mas,” ucap Alya sambil membuka pintu.“Eh, aku ikut ah. Pegel juga duduk lama di mobil,” sahut Raja sambil mematikan mesin dan ikut turun.Alya mengangguk. Mereka masuk bersama, lalu berpisah arah. Alya ke lorong perlengkapan wanita, Raja menuju deretan lemari pendingin.Nggak lama Alya sudah dapat barang yang dicari. Ia berniat menyusul Raja ke bagian minuman sekalian ambil pesanan ibunya. Dari jauh, Alya melihat Raja sedang berdiri depan lemari es, pilih-pilih minuman. Tapi sebelum Alya sempat menghampiri, seorang wanita cantik tiba-tiba datang mendekati Raja.Otomatis langkah Alya terhenti. Mau mendekat tapi merasa nggak enak. Jadilah ia memilih menunggu di lorong sebelah sambil menguping sedikit.“Raja?”Raja menoleh. “Renata?”“Kamu ngapain di sini?” tanya Renata.“Oh, ada urusan aja di sekitar sini,” jawab Raja santai, jelas nggak mau je

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status