Share

Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa
Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa
Penulis: Qinoy

BAB 1. Bercerai

Penulis: Qinoy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-13 14:05:09

Bab1. Bercerai

Bu Ratna mendengus. "Rencana? Lima tahun adalah rencana? Kalau kamu nggak bisa kasih anak, mungkin suami kamu butuh... ya, bantuan dari orang lain."

Malam itu di meja makan, Aisyah hanya bisa menunduk, berusaha menahan air mata yang menggumpal di pelupuk. Kata-kata Bu Ratna tadi terasa seperti belati yang terus-menerus menusuk hatinya. Sudah lima tahun dia mencoba segalanya demi impian memiliki anak, tapi usahanya seolah tak pernah cukup. Sementara di sekelilingnya, pandangan sinis dan tatapan tajam dari mertuanya tak henti menghakimi.

Setiap bisikan dan lirikan dari mereka seperti menuntut penjelasan, seakan-akan kekurangannya adalah kesalahan yang tak termaafkan. Mertuanya terus mengkritik dan menghina, sementara suaminya hanya diam, membiarkan Aisyah menanggung semuanya sendiri. Rasa sakit itu kian menyesakkan, membuat hatinya tergores semakin dalam tiap kali ia menyaksikan kekecewaan mereka yang tak kunjung berhenti.

"Aku tahu kamu dengar semuanya, Man," Bu Ratna melanjutkan. "Kamu sebagai suami harus mulai mikirin solusi. Jangan biarin pernikahan kamu hancur cuma karena satu masalah ini. Apalagi kalau kamu ada opsi lain."

Aisyah melirik Arman, berharap suaminya membela. Namun, yang dia dapatkan hanyalah anggukan pelan dari Arman. "Ibu benar, Yah. Mungkin sudah waktunya kita pertimbangkan hal lain."

"Apa maksudmu, Mas?" Aisyah mencoba menahan getaran di suaranya. "Kita masih berusaha, kan? Aku masih berusaha..."

Arman menghela napas panjang. "Aku nggak mau bohong lagi, Yah. Ada seseorang... dan aku mau dia tinggal di sini. Dia bisa memberikan aku apa yang selama ini kita nggak punya."

Dunia Aisyah serasa runtuh. Tubuhnya gemetar, matanya terasa panas. "Apa? Kamu serius? Kamu mau bawa wanita lain ke rumah ini?"

"Dia... bisa kasih aku anak," jawab Arman tanpa perasaan. "Aku butuh itu, dan kita sudah mencoba terlalu lama."

Malam yang kelam tidak memberikan Aisyah ketenangan. Percakapan mengerikan di meja makan. Pikiran tentang Arman yang akan membawa wanita lain ke rumah menghantui, membuat hatinya semakin terkoyak.

"Mas, kita harus bicara berdua-"

Arman menatapnya dengan tatapan kosong, seakan semua masalah sudah tak lagi penting. "Apa yang mau dibicarakan? Aku sudah bilang ini keputusan terbaik untuk kita semua."

"Untuk kita semua? Atau cuma untuk kamu?" Aisyah mendesak, suaranya bergetar. "Aku istrimu, Mas. Bagaimana bisa kamu berpikir membawa wanita lain ke rumah ini adalah solusi?"

Arman menoleh, ekspresinya datar. "Aku nggak punya pilihan lain. Kita sudah mencoba segalanya, tapi kamu ... nggak bisa kasih aku anak."

"Jadi, karena itu, kamu berpikir selingkuh adalah solusinya?" Aisyah menatapnya, air matanya mulai mengalir. "Aku selalu setia sama kamu, mendukung kamu di saat-saat sulit. Sekarang kamu malah memilih jalan ini?"

"Aisyah, kenapa kamu nggak bisa terima kenyataan? Arman butuh anak, dan kamu jelas-jelas nggak mampu. Jangan bikin masalah ini lebih rumit dari yang sudah ada." Bu Ratna ibu mertuanya mencebik.

"Dasar gadis miskin, memang salah kamu memilih gadis yang tidak tahu asal usulnya Arman. Sudah beban, mandul pula." Kali ini kata-kata Rina yang menusuk hati Aisyah.

Aisyah merasakan amarahnya perlahan muncul, namun ia mencoba meredamnya. "Mas, bagaimana mungkin kamu tega melakukan ini padaku? Kita suami-istri, kita harusnya-"

Bu Ratna mendengus sinis. "Kamu harus sadar diri, Aisyah. Terima wanita itu dan perlakukan dengan baik!" Bu Ratna bangkit dari duduk lalu mengambil kertas yang ada di atas lemari pendingin. Dengan sombong wanita itu melempar lembaran kertas ke wajah Aisyah. "Terima dia atau bercerai dengan Arman." 

Tangan Aisyah gemetar ketika membaca lembaran kertas itu. "Ini, surat cerai?" Seakan dia tidak percaya dengan apa yang dilihat. 

Aisyah merasa dadanya sesak, selama lima tahun menikah, Aisyah merelakan semuanya demi mengabdi pada keluarga suaminya. Dibenci, dihina, dicaci oleh mertua dan iparnya. Bahkan wanita cantik itu diperlakukan seperti pembantu gratisan di rumah. Namun, Aisyah berusaha sabar karena dia melihat cinta Arman. Akan tetapi, setelah percakapan makan malam penuh emosi, Aisyah sadar, Arman tidak benar-benar mencintainya. Jika dia mencintai, tidak mungkin ada niatan lelaki itu membawa wanita lain ke dalam rumah. Terlebih surat cerai sudah disiapkan dan Arman sudah membubuhkan tanda tangan.

Belum hilang rasa terkejut menerima surat cerai. Terdengar entakkan suara hells yang semakin mendekat ke arah ruang makan, mereka semua menoleh ke arah pintu. Sekilas Aisyah dapat melihat binar bahagia dari raut suami dan keluarganya.

Di ambang pintu, berdiri seorang wanita muda yang cantik dan menawan, tampak begitu percaya diri. Rambutnya tertata rapi, bibirnya merah sempurna, dan wangi parfumnya menguar kuat memenuhi ruangan. Wanita itu mengenakan gaun elegan, sepatu hak tinggi yang mengkilap, serta tas tangan bermerek. Ia tampak berbeda dari apa yang biasa Aisyah bayangkan-terlalu sempurna untuk berada di rumah yang selama ini penuh dengan kekecewaan dan penghinaan.

Arman tersenyum lebar melihat wanita itu, seolah menemukan kebahagiaan baru yang selama ini ia cari-cari. "Aisyah, kenalkan ini... Farah," katanya, tanpa sedikit pun rasa bersalah di wajahnya.

Aisyah hanya bisa terdiam, memandang wanita di depannya dengan pandangan kosong. Ketika ia melirik ke arah penampilannya sendiri, kesedihan semakin merasuki hatinya. Ia mengenakan baju rumah yang kusam, sisa noda masakan yang tak bisa hilang, apron usang yang sudah robek di beberapa bagian, dan rambutnya hanya disanggul seadanya. Tubuhnya masih tercium aroma bawang dan minyak-bau yang sehari-hari melekat padanya karena pekerjaan rumah tangga yang tak pernah henti ia kerjakan.

Farah meliriknya sekilas, senyum mengejek muncul di wajahnya. Ia tahu betul peran Aisyah di rumah ini, dan ia tampak menikmati kenyataan bahwa kini ia akan menggantikannya. Bu Ratna yang berdiri di samping Arman tampak puas. "Nah, Aisyah. Lihat, wanita ini adalah masa depan keluarga kami. Seseorang yang bisa memberikan keturunan untuk Arman, tidak seperti kamu," ujarnya tanpa rasa iba.

"Seperti yang sudah aku katakan, terima Farah sebagai madumu, atau ceraikan suamimu!" imbuh Bu Ratna.

'Sepertinya mereka memang telah menyiapkan sebelumnya.' Aisyah membatin dengan menahan sejuta rasa sakit yang seolah menjadi satu.

Aisyah terdiam, pandangannya tertuju pada pena yang diulurkan oleh Bu Ratna.

Dengan napas gemetar, Aisyah mengambil pena itu. Seketika, tangannya berhenti tepat di atas kertas. Kenangan lima tahun yang penuh air mata, pengorbanan, dan usaha demi membahagiakan keluarga ini terlintas di benaknya. Bagaimana ia bekerja tanpa lelah, mengurus rumah, melayani Arman, bahkan mengabaikan dirinya sendiri demi menjadi istri yang baik. Semua itu kini terasa sia-sia.

"Aku akan tanda tangan," suara Aisyah terdengar lirih namun tegas, "tapi aku ingin kalian tahu, aku bukan wanita lemah yang akan terus kalian injak-injak."

Aisyah menunduk, menahan air mata yang mulai jatuh di pipinya. Dengan tangan yang masih gemetar, ia akhirnya menuliskan tanda tangannya di atas surat cerai itu. 

Selesai. Semua sudah berakhir.

Bu Ratna tersenyum puas. Ia meraih surat itu, memastikan tanda tangan Aisyah sudah lengkap, lalu menyimpannya di dalam tasnya. "Bagus. Sekarang, tinggalkan rumah ini."

"Baiklah," kata Aisyah dengan suara yang mulai mantap. "Aku akan pergi dari rumah ini.

"Aku yakin dia akan menjadi gelandangan setelah bercerai!" ejek mantan iparnya, Rina. 

Tawa riang dari dalam itu terdengar tumpang tindih dengan retaknya hati Aisyah yang melangkah keluar rumah tanpa membawa apa-apa kecuali ponsel yang dia miliki sebelum menikah.

"Aku tidak akan memaafkan kalian semua!" Wanita itu menggerutu, setelah berjalan cukup jauh, Aisyah lalu menghubungi nomor tanpa nama di ponselnya. "Aku sudah bercerai, jemput aku!" Selang tidak lama, mobil hitam beriringan memasuki kawasan perkampungan tersebut, orang-orang berjas hitam turun lalu menundukkan kepala seolah memberi penghormatan. Dan Aisyah, dibawa masuk ke salah satu mobil.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
NACL
woooow menyesaaaal kau armandoooo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 70. Farah dalam Dilema

    Bab 70. Farah dalam DilemaSinar matahari siang menyelinap melalui jendela ruang makan di rumah Farah dan Arman, tapi suasana di dalam tetap dingin. Farah duduk di kursi makan, menatap piring yang belum disentuh. Air matanya masih mengering di pipi, bekas tangisan setelah Arman pergi meninggalkannya tadi pagi. Pesan dari Hamdan di ponselnya terus bergema di pikirannya: “Far, kapan kita ceritain soal kehamilan ini ke Arman? Aku nggak mau rahasia ini kelamaan.” Farah menggenggam ponselnya erat, hatinya terbelah antara rasa bersalah dan ketakutan.“Aku nggak bisa bilang sekarang, Hamdan. Arman udah curiga, tapi dia nggak akan percaya ini anaknya,” gumam Farah pada diri sendiri, suaranya parau. Ia tahu Arman pernah menceraikan Aisyah karena mengira Aisyah mandul setelah lima tahun pernikahan tanpa anak. Yang tidak Arman sadari, dokter pernah mengatakan bahwa dialah yang memiliki masalah kesuburan. Farah ingat betul saat ia hamil, Arman begitu bahagia, mengira itu keajaiban. Tapi sekarang,

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 69. Konfrontasi Aisyah dan Rendra

    Bab 69. Konfrontasi Aisyah dan RendraPagi itu, sinar matahari menyelinap melalui jendela ruang kerja Aisyah di Amarta Grup. Tumpukan dokumen masih menunggunya, tapi pikirannya tidak sepenuhnya pada pekerjaan. Catatan kecil di kotak bekal merah yang ia temukan malam sebelumnya terus menghantuinya. “Buat Rendra, makan yang banyak ya, sayang.” Kalimat itu terasa seperti duri yang menusuk hatinya. Aisyah bukan tipe yang mudah cemburu, tapi sikap Rendra yang berubah dan kebohongan kecilnya membuatnya gelisah.Rendra tiba di Amarta Grup sekitar pukul sembilan, membawa dua cangkir kopi. Ia berharap bisa memulai hari ini dengan suasana yang lebih ringan. “Aisyah, ini kopi buat kamu. Maaf kalau kemarin aku bikin kamu bingung,” ucapnya sambil meletakkan cangkir di meja Aisyah, senyumnya terlihat canggung.Aisyah menatap Rendra, matanya penuh pertanyaan. Ia mengambil cangkir kopi, tapi tidak langsung minum. “Ren, duduk dulu. Aku perlu bicara,” katanya, nadanya tegas namun tetap lembut.Rendra m

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 68. Ketegangan di Antara Aisyah dan Rendra

    Bab 68. Ketegangan di Antara Aisyah dan RendraRestoran kecil di dekat Amarta Grup dipenuhi aroma masakan yang menggugah selera. Aisyah dan Rendra duduk berhadapan di sudut ruangan, namun suasana di antara mereka terasa kaku. Aisyah memesan makanan dengan senyum sopan kepada pelayan, sementara Rendra hanya mengangguk singkat ketika ditanya pilihan menunya. Pikirannya masih dipenuhi kecemasan tentang Bella dan foto yang kini menjadi ancaman nyata baginya.“Aisyah, kamu yakin nggak apa-apa tadi pagi aku bikin kamu telat?” tanya Rendra, mencoba memecah keheningan. Suaranya terdengar ragu, seolah ingin memastikan Aisyah benar-benar tidak curiga.Aisyah menatap Rendra sekilas, lalu tersenyum tipis. “Ren, aku bilang berkali-kali, aku nggak masalah. Tapi kamu … kenapa kayak orang ketakutan gitu? Apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?” tanyanya, nada suaranya tetap ringan, tapi ada ketajaman di balik kata-katanya.Rendra tersentak dalam hati. Dia mulai curiga, batinnya. Ia buru-buru menggele

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 67. Rasa Bersalah Kepada Aisyah

    Bab 67. Rasa Bersalah Kepada Aisyah Rendra terburu-buru untuk tiba ke rumah Aisyah. Di perjalanan ia masih harap cemas, mengkhawatirkan perasaan Aisyah yang terlalu lama menunggunya."Maafkan aku Aisyah, aku sudah ingkar janji, tapi semua ini terjadi karena kecelakaan itu," batin Rendra. Ia menganggap satu malam bersama Bella adalah sebuah kecelakaan."Bahkan aku sampai saat ini tidak tahu, apakah aku benar-benar sudah melakukan itu semua pada Bella. Rasanya aku tidak pernah menyentuhnya, tapi ..."Mobil yang Rendra kendarai tiba di halaman rumah Aisyah. Dia melihat Aisyah tengah duduk di kursi, tepat di teras rumahnya."Rendra, apa kamu baik-baik saja? tumben kamu telat hari ini. Ini sudah jam 10, aku telat 3 jam ke kantor," kata Aisyah ketika Rendra baru saja turun dari mobil."Aisyah, maaf, aku mengaku salah. Kamu boleh pukul aku, tampar aku, atau marah sama aku sekarang juga. Aku menyesal Aisyah ..." Rendra menangis di hadapan Aisyah."Rendra, are you okey?"tanya Aisyah. " Tenan

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 66. Drama Perihal Di Nodai

    Bab 66. Drama Perihal Di Nodai Rendra membuka mata, sedikit dipaksakan, rasanya sakit. Sepasang matanya menatap sipit ke arah langit-langit, nuansanya putih. Rendra mengerutkan kening melihat sekitar, tampaknya ia sedang berada di tempat asing, bukan di kamarnya sendiri."Aku ada di mana?" batin Rendra.Rasanya dingin, AC distel lebih dingin dan membuat Rendra memeluk tubuh mungil seorang wanita di dekatnya."Aw," kata Rendra. Keluhan sakit terasa di punggungnya. Mungkin bekas pukulan semalam."Astaga. Be-Bella?" lanjut Rendra saat menyadari yang ia peluk adalah seorang wanita. Matanya mendelik, ia melihat Bella tidur di sebelahnya."Apa yang sudah kami lakukan?" batin Rendra.Ia membuka selimut yang menutup tubuhnya sambil berkata, "aku telanjang?"Dilihatnya Bella juga dalam keadaan yang sama."Tidak mungkin, aku tidak mungkin melakukan itu ..." Rendra mengacak rambutnya. Memukul kepalanya sambil bertingkah seolah sedang frustasi.Tidak lama kemudian, Bella terbangun. Ia membuka m

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 65. Misi Penculikan Rendra

    Bab 65. Misi Penculikan Rendra"Apakah kalian sudah paham dengan tugas yang aku berikan?" tanya Bella. Tangannya bersilang, matanya memicing."Kami paham, bos. Kami akan lakukan perintah dari bos," sahut salah satu dari dua preman yang dikerahkan Bella."Bagus. Lakukan sekarang. Saya tunggu 1×24 jam sampai ada kabar bahwa kalian berhasil. Jangan lupa hubungi saya."Bella pergi meninggalkan dua preman itu. Ia memberikan uang di dalam amplop kuning, sontak dua preman tertawa bahagia."Kita mulai nanti malam. Sekarang aku ingin melihat dulu di mana target berada," ucap preman yang bertubuh gendut."Oke. bos Bella, jangan khawatir dan percayakan tugas ini sama kita, kita gak akan buat bos kecewa." balas preman yang satunya lagi.***Rendra dan Aisyah baru selesai makan malam bersama. "Ren, antar aku pulang ya, mataku sudah berat. Kata psikiater, aku harus istirahat tepat waktu walaupun sudah sembuh. Maksimal jam sepuluh. Ini sudah jam sembilan," ungkap Aisyah."Iya Aisyah, aku akan meng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status