Share

Bab 6. Drama di Kantor

Author: Qinoy
last update Last Updated: 2025-02-04 23:41:37

Bab 6. Drama di kantor

Mirna melangkah cepat keluar dari mobilnya, sepatu hak tingginya mengetuk lantai lobi kantor dengan ritme yang tegas. Tatapan matanya tajam, seolah menembus siapa pun yang berani menghalangi jalannya. Di tangannya, sebuah tas kulit mewah terayun ringan, kontras dengan atmosfer panas yang mulai terasa dari amarah yang ia pendam.

Farah berdiri di sudut lobi, pura-pura terkejut melihat kedatangan Mirna yang mendadak. Ia segera melangkah mendekat dengan ekspresi cemas yang sudah dipoles sempurna. "Bu Mirna! Astaga, saya tidak menyangka Ibu akan datang langsung."

Mirna menatap Farah dingin. "Bawa saya ke tempat suami saya sekarang."

Farah menunduk, menunjukkan kesopanan palsu. "Tentu, Bu. Mari ikut saya." Ia memimpin jalan menuju ruang kerja Hermawan, sesekali melirik ke belakang untuk memastikan Mirna masih mengikutinya. Senyum kecil muncul di bibirnya—sangat tipis, tetapi penuh kemenangan.

Di ruang kesehatan, Pak Hermawan berdiri dengan tangan di pinggang, berhadapan dengan seorang suster yang membawa map, seperti sedang menjelaskan sesuatu. 

Pintu terbuka lebar, dan Mirna melangkah masuk dengan aura mengintimidasi. Suara hak sepatunya bergema, membuat semua orang di ruangan itu menoleh. Hermawan menegang seketika, wajahnya berubah pucat melihat istrinya berdiri di ambang pintu.

"Mirna? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada yang tenang, meski sedikit terkejut. 

Mirna tidak menjawab. Tatapannya tajam, seperti pisau yang siap menembus. "Siapa yang sedang kau tunggu dan temani di ruang kesehatan ini, Hermawan?" tanyanya dingin, suaranya penuh tekanan.

Hermawan membuka mulut, tetapi sebelum ia sempat menjawab, Farah menyela dengan nada penuh keprihatinan. "Bu Mirna, maafkan saya. Saya tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi Anda. Tapi saya rasa Ibu perlu tahu... wanita ini membuat keributan di kantor dan... kelihatannya ada sesuatu yang tidak pantas terjadi."

"Farah!" seru Hermawan dengan nada marah. "Jaga ucapanmu!"

Namun, Farah tidak mundur. Ia malah menundukkan kepala, seolah-olah merasa bersalah. "Maaf, Pak. Tapi saya hanya ingin melindungi nama baik Anda."

Mirna memandang suaminya dengan mata yang penuh curiga. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Hermawan? Apa benar seperti yang dikatakannya itu?"

Hermawan menggelengkan kepala dengan frustrasi. "Ini salah paham, Mirna. Wanita ini membutuhkan bantuan, dan aku hanya mencoba menolongnya. Tidak ada yang lebih dari itu."

Hendra, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Maaf, Pak Hermawan, tapi situasinya terlihat buruk. Anda tahu bagaimana gosip bisa menyebar. Kami hanya khawatir ini akan merusak reputasi perusahaan."

Mirna menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. Namun, pikirannya sudah dipenuhi oleh kata-kata Farah dan Hendra. Wanita ini, siapa pun dia, jelas telah membawa kekacauan ke dalam hidupnya.

"Aku akan menjelaskan semuanya, Mirna. Tapi percayalah, tidak ada yang terjadi di sini." Jawabnya tenang. 

"Percaya?" tanya Mirna dengan nada mencemooh. "Percaya, setelah aku mendengar ini semua? Bagaimana aku bisa percaya, Hermawan?"

Hendra melirik Arman dan Farah, memberikan sinyal halus. Farah segera merespons, mendekati Mirna dengan langkah hati-hati. "Bu, mungkin kita bisa membicarakan ini secara pribadi. Saya yakin Bapak tidak bermaksud buruk, tetapi situasinya memang terlihat... kurang pantas."

Hermawan melangkah maju, berdiri di antara Mirna dan Farah. "Aku tidak akan membiarkan kalian memanipulasi ini lebih jauh. Wanita ini butuh bantuan, itu saja."

"Siapa dia, Hermawan?" Mirna bertanya lagi, kali ini suaranya meninggi. "Jika kau tidak menyembunyikan apa pun, kenapa kau begitu defensif?"

Ketika keributan semakin memuncak, pintu ruang kesehatan terbuka. Aisyah, yang sedang duduk di ruang sebelah, terkejut mendengar suara gaduh di luar. Dia melangkah mendekat, penasaran, dan segera terdiam di ambang pintu begitu melihat siapa yang ada di depan.

Mirna menatapnya dengan mata terbelalak. Dengan pandangan penuh kebencian, dia berbalik langsung melangkah maju, menatap Farah dan Hendra yang berdiri dekat Arman.

"Jadi, dia yang kalian maksud? Wanita yang membuat keributan itu?" suara Mirna seperti gemuruh petir. 

Mirna berdiri tegak, napasnya terengah-engah, amarahnya hampir meluap. Wajahnya memerah, otot-otot rahangnya tegang menahan kata-kata pedas yang siap keluar dari bibirnya. "Jangan kau kira aku bodoh, Farah!" serunya dengan suara yang semakin meninggi. "Kau benar-benar berani menuduh suamiku selingkuh! Apa kau pikir aku tidak bisa melihat niat busuk di balik setiap kata-katamu?"

Farah terlihat terdiam, tubuhnya sedikit gemetar, namun tetap berusaha menunjukkan ketenangan. "Bu Mirna, saya—" Farah mencoba berbicara, namun Mirna menoleh tajam, memotong kalimatnya.

"Diam!" kata Mirna dengan suara yang lebih dingin dari es, lalu menoleh ke arah Hendra. 

"Dan kau, Hendra," lanjut Mirna. "Sebagai seorang pria yang seharusnya tahu sopan santun, kau malah ikut-ikutan dalam permainan murahan ini? Apa yang kau harapkan dari semua ini? Kenaikan jabatan? Uang? Penghormatan?"

"Kalian semua benar-benar punya nyali besar, Dan lebih parahnya, kalian menggunakan anakku sebagai alat permainan kotor ini?"

Farah, Hendra dan Arman terkejut dengan pernyataan Bu Mirna yang mengatakan jika Aisyah adalah Anaknya

"Anak? Aisyah anak Ib__" Ucapan Arman belum selesai. 

"Iya, Aisyah anak saya, Arman!" Bu Mirna menatap Arman penuh kebencian. 

Suasana makin mencekam. Farah dan Hendra saling melirik, mencari cara untuk meredakan situasi, tapi keduanya tahu tidak ada yang bisa menghentikan Mirna saat ia sudah semarah ini.

Namun, tiba-tiba, suara Hermawan memecah keheningan. "Cukup!" katanya dengan nada tegas. Semua orang langsung diam, termasuk Mirna.

Hermawan maju ke tengah ruangan, berdiri di samping istrinya. "Kalian semua perlu tahu satu hal," katanya, menatap tajam ke arah Farah, Hendra, dan Arman. "Aisyah bukan sekadar anakku. Dia adalah masa depan perusahaan ini. Dan aku telah memutuskan, mulai hari ini, Aisyah akan menjadi Direktur Utama perusahaan cabang ini."

Farah tampak terkejut, wajahnya seketika memucat. Hendra mengerutkan alis, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Sementara itu, Arman terlihat seperti dihantam pukulan telak.

"Apa?" Farah akhirnya bersuara, suaranya bergetar. "Aisyah... direktur? Tapi, Pak Hermawan, saya pikir—"

"Kau tidak perlu berpikir, Farah," potong Hermawan dengan nada tajam. "Keputusan ini bukan untuk diperdebatkan."

Mirna menatap putrinya, matanya melembut sejenak sebelum kembali menatap Farah dan Hendra. "Kalian dengar itu? Aisyah adalah masa depan perusahaan ini. Jadi jika ada yang mencoba menjatuhkannya atau mencemarkan nama baik keluargaku lagi, aku tidak akan tinggal diam."

Farah hanya bisa menunduk. Hendra tidak berkata apa-apa, sementara Arman tetap berdiri di tempatnya, wajahnya menunduk penuh penyesalan.

Farah, Hendra, dan Arman perlahan keluar dari ruangan kesehatan, masing-masing dengan ekspresi berbeda. Farah tampak panik, Hendra terlihat marah, dan Arman... 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 70. Farah dalam Dilema

    Bab 70. Farah dalam DilemaSinar matahari siang menyelinap melalui jendela ruang makan di rumah Farah dan Arman, tapi suasana di dalam tetap dingin. Farah duduk di kursi makan, menatap piring yang belum disentuh. Air matanya masih mengering di pipi, bekas tangisan setelah Arman pergi meninggalkannya tadi pagi. Pesan dari Hamdan di ponselnya terus bergema di pikirannya: “Far, kapan kita ceritain soal kehamilan ini ke Arman? Aku nggak mau rahasia ini kelamaan.” Farah menggenggam ponselnya erat, hatinya terbelah antara rasa bersalah dan ketakutan.“Aku nggak bisa bilang sekarang, Hamdan. Arman udah curiga, tapi dia nggak akan percaya ini anaknya,” gumam Farah pada diri sendiri, suaranya parau. Ia tahu Arman pernah menceraikan Aisyah karena mengira Aisyah mandul setelah lima tahun pernikahan tanpa anak. Yang tidak Arman sadari, dokter pernah mengatakan bahwa dialah yang memiliki masalah kesuburan. Farah ingat betul saat ia hamil, Arman begitu bahagia, mengira itu keajaiban. Tapi sekarang,

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 69. Konfrontasi Aisyah dan Rendra

    Bab 69. Konfrontasi Aisyah dan RendraPagi itu, sinar matahari menyelinap melalui jendela ruang kerja Aisyah di Amarta Grup. Tumpukan dokumen masih menunggunya, tapi pikirannya tidak sepenuhnya pada pekerjaan. Catatan kecil di kotak bekal merah yang ia temukan malam sebelumnya terus menghantuinya. “Buat Rendra, makan yang banyak ya, sayang.” Kalimat itu terasa seperti duri yang menusuk hatinya. Aisyah bukan tipe yang mudah cemburu, tapi sikap Rendra yang berubah dan kebohongan kecilnya membuatnya gelisah.Rendra tiba di Amarta Grup sekitar pukul sembilan, membawa dua cangkir kopi. Ia berharap bisa memulai hari ini dengan suasana yang lebih ringan. “Aisyah, ini kopi buat kamu. Maaf kalau kemarin aku bikin kamu bingung,” ucapnya sambil meletakkan cangkir di meja Aisyah, senyumnya terlihat canggung.Aisyah menatap Rendra, matanya penuh pertanyaan. Ia mengambil cangkir kopi, tapi tidak langsung minum. “Ren, duduk dulu. Aku perlu bicara,” katanya, nadanya tegas namun tetap lembut.Rendra m

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 68. Ketegangan di Antara Aisyah dan Rendra

    Bab 68. Ketegangan di Antara Aisyah dan RendraRestoran kecil di dekat Amarta Grup dipenuhi aroma masakan yang menggugah selera. Aisyah dan Rendra duduk berhadapan di sudut ruangan, namun suasana di antara mereka terasa kaku. Aisyah memesan makanan dengan senyum sopan kepada pelayan, sementara Rendra hanya mengangguk singkat ketika ditanya pilihan menunya. Pikirannya masih dipenuhi kecemasan tentang Bella dan foto yang kini menjadi ancaman nyata baginya.“Aisyah, kamu yakin nggak apa-apa tadi pagi aku bikin kamu telat?” tanya Rendra, mencoba memecah keheningan. Suaranya terdengar ragu, seolah ingin memastikan Aisyah benar-benar tidak curiga.Aisyah menatap Rendra sekilas, lalu tersenyum tipis. “Ren, aku bilang berkali-kali, aku nggak masalah. Tapi kamu … kenapa kayak orang ketakutan gitu? Apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?” tanyanya, nada suaranya tetap ringan, tapi ada ketajaman di balik kata-katanya.Rendra tersentak dalam hati. Dia mulai curiga, batinnya. Ia buru-buru menggele

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 67. Rasa Bersalah Kepada Aisyah

    Bab 67. Rasa Bersalah Kepada Aisyah Rendra terburu-buru untuk tiba ke rumah Aisyah. Di perjalanan ia masih harap cemas, mengkhawatirkan perasaan Aisyah yang terlalu lama menunggunya."Maafkan aku Aisyah, aku sudah ingkar janji, tapi semua ini terjadi karena kecelakaan itu," batin Rendra. Ia menganggap satu malam bersama Bella adalah sebuah kecelakaan."Bahkan aku sampai saat ini tidak tahu, apakah aku benar-benar sudah melakukan itu semua pada Bella. Rasanya aku tidak pernah menyentuhnya, tapi ..."Mobil yang Rendra kendarai tiba di halaman rumah Aisyah. Dia melihat Aisyah tengah duduk di kursi, tepat di teras rumahnya."Rendra, apa kamu baik-baik saja? tumben kamu telat hari ini. Ini sudah jam 10, aku telat 3 jam ke kantor," kata Aisyah ketika Rendra baru saja turun dari mobil."Aisyah, maaf, aku mengaku salah. Kamu boleh pukul aku, tampar aku, atau marah sama aku sekarang juga. Aku menyesal Aisyah ..." Rendra menangis di hadapan Aisyah."Rendra, are you okey?"tanya Aisyah. " Tenan

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 66. Drama Perihal Di Nodai

    Bab 66. Drama Perihal Di Nodai Rendra membuka mata, sedikit dipaksakan, rasanya sakit. Sepasang matanya menatap sipit ke arah langit-langit, nuansanya putih. Rendra mengerutkan kening melihat sekitar, tampaknya ia sedang berada di tempat asing, bukan di kamarnya sendiri."Aku ada di mana?" batin Rendra.Rasanya dingin, AC distel lebih dingin dan membuat Rendra memeluk tubuh mungil seorang wanita di dekatnya."Aw," kata Rendra. Keluhan sakit terasa di punggungnya. Mungkin bekas pukulan semalam."Astaga. Be-Bella?" lanjut Rendra saat menyadari yang ia peluk adalah seorang wanita. Matanya mendelik, ia melihat Bella tidur di sebelahnya."Apa yang sudah kami lakukan?" batin Rendra.Ia membuka selimut yang menutup tubuhnya sambil berkata, "aku telanjang?"Dilihatnya Bella juga dalam keadaan yang sama."Tidak mungkin, aku tidak mungkin melakukan itu ..." Rendra mengacak rambutnya. Memukul kepalanya sambil bertingkah seolah sedang frustasi.Tidak lama kemudian, Bella terbangun. Ia membuka m

  • Istri Yang Kau Campakkan Bukan Wanita Biasa   Bab 65. Misi Penculikan Rendra

    Bab 65. Misi Penculikan Rendra"Apakah kalian sudah paham dengan tugas yang aku berikan?" tanya Bella. Tangannya bersilang, matanya memicing."Kami paham, bos. Kami akan lakukan perintah dari bos," sahut salah satu dari dua preman yang dikerahkan Bella."Bagus. Lakukan sekarang. Saya tunggu 1×24 jam sampai ada kabar bahwa kalian berhasil. Jangan lupa hubungi saya."Bella pergi meninggalkan dua preman itu. Ia memberikan uang di dalam amplop kuning, sontak dua preman tertawa bahagia."Kita mulai nanti malam. Sekarang aku ingin melihat dulu di mana target berada," ucap preman yang bertubuh gendut."Oke. bos Bella, jangan khawatir dan percayakan tugas ini sama kita, kita gak akan buat bos kecewa." balas preman yang satunya lagi.***Rendra dan Aisyah baru selesai makan malam bersama. "Ren, antar aku pulang ya, mataku sudah berat. Kata psikiater, aku harus istirahat tepat waktu walaupun sudah sembuh. Maksimal jam sepuluh. Ini sudah jam sembilan," ungkap Aisyah."Iya Aisyah, aku akan meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status