Share

Bab 6

Pemandangan laut lepas membentang di hadapan gadis cantik itu. Ia seperti orang kebingungan karena mencari keberadaan Fatih yang tak kunjung terlihat batang hidungnya. Sudah beberapa menit berlalu, sejauh hamparan pasir di depan mata Rani, Fatih nihil tak ditemukan.

"Fatih, jangan mulai membuatku repot dan kehilangan waktuku!" gumam Rani seraya pasrah dan duduk menyandar pohon kelapa dan menatap laut biru yang menggulung ombak, menerpa karang.

Di belakang sana, tepatnya di kursi kayu dengan kaki bertopang, Fatih menyeringai puas. Satu sudut bibirnya terangkat bersorak dalam hati. Ia mulai berdiri dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana, lalu mendekati gadis muda yang telah menunggunya sejak tadi.

Rani masih mencari sosok yang membuatnya bimbang, awan mulai bergumul membentuk kepalan hitam. Ia khawatir jika badai akan datang. Angin pun seakan tak mau tenang, menerbangkan jilbabnya ke sana ke mari.

"Heh!" Fatih membuat Rani terkejut. Gadis itu mengguncangkan bahu yang menjiplak kurus. Dalam hati Fatih, ia tertawa puas berhasil membuat Rani kesal.

"Ada apa, cepat bilang! Aku tidak punya banyak waktu. Jangan membuat ulah lagi, sekali ini saja." Rani kembali beralih pandang pada hamparan air yang bergelombang.

Benar saja apa yang dikhawatirkan, rintik-rintik kecil dari langit mulai turun berjatuhan tanpa jeda. Kepala gadis itu mendongak, menatap warna abu nan gelap. Di samping itu, Fatih masih terus tak menjawab atau mengatakan sesuatu.

"Fatih, aku tidak bisa terlalu lama di sini. Sepertinya sebentar lagi akan hujan." Dengan menggosok lengannya yang terasa dingin, Rani terlihat panik.

"Kau sama saja dengan Ibumu. Suka sekali menggoda lelaki kaya." Lelaki muda dengan kemeja lengan pendek khas Bali itu mengulas senyum penuh ejekan.

"Jaga ucapan kamu, Fatih! Kau hanya melihat sebagaimana kebencianmu pada keluargaku! Asal kamu tahu, aku tidak akan memaafkan ucapanmu tadi!" Sebutir demi sebutir runtuh melewati pipi semu kemerahan. Wajah yang mendadak sendu itu hengkang segera dari hadapan Fatih.

Seakan tak puas, Fatih mengejar gadis yang sebagian tubuhnya telah basah dengan rintik hujan yang semakin deras. Lelaki berambut ikal dengan cat warna coklat itu mencekal lengan Rani. Seketika tubuh ramping berbalut gamis ringan itu membentur dada bidang Fatih.

"Lepaskan aku!" Bising yang diciptakan oleh derasnya hujan, membuat Fatih tak mau tahu segala ucapan Rani. Meskipun dengan segala daya telah dikerahkan, Rani tetap tak mampu melepas cengkeraman tangan berotot milik Fatih.

"Kau tidak akan pernah lepas dariku!" Kalimat yang lolos dari bibir Fatih berhasil membuat bungkam lawan bicaranya. Sesaat bumi seakan berhenti berputar, membuat dua raga saling menatap lekat.

"Lepaskan aku!" Setelah sadar, dengan kemarahan memuncak, Rani menghempaskan tangan Fatih yang masih menyentuh lengannya. Rani berlari menghampiri Arfan yang menatap mereka di kejauhan. Arfan tak bisa berbuat apa-apa, hanya bergelut dengan pikirannya sendiri. Apakah Fatih memiliki rasa pada Rani.

"Kamu enggak apa-apa?" Setelah sampai hingga tersisa dua jengkal saja menuju penginapan, Arfan menilik setiap inci diri Rani yang menggigil.

Rani lantas menggeleng. Sekilas menoleh pada sosok yang masih menatapnya di ujung lurus ke depan. "Kita kembali ke hotel saja." Rani mendahului Arfan melangkah.

Kini, gadis itu sudah berganti dengan pakaian kering. Jaket Hoodie milik Arfan yang dititipkan lewat Fita, melapisi kulitnya. Arfan memutuskan tidak menemui Rani malam ini. Ia hanya ingin esok melihat Rani dalam keadaan sehat tanpa beban. Memberikan waktu untuk sang gadis menenangkan diri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status