Home / Rumah Tangga / Istri Yang Menanti Sentuhanmu / Semua Sudah Terjadi, jadi Mengertilah!

Share

Semua Sudah Terjadi, jadi Mengertilah!

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2025-01-03 18:37:54

"Aku adalah apa?" Hatiku mulai was-was. 

Kutatap mereka bergantian dengan tatapan yang sudah berubah. Tatapan garang ku berubah menjadi tatapan sendu. 

Mas Raka masih bergeming, tersirat ekspresi kebingungan di wajahnya, sementara Renata masih menatapku dengan ekspresi sama.

Kini Renata menatap Mas Raka, entah apa yang mereka pikirkan hingga kulihat sebuah gelengan kecil Mas Raka tunjukkan. 

"Apa? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" Kembali aku bersuara mengejar kalimatnya yang menggantung. Tapi Mas Raka tetap saja bungkam begitu pula dengan Renata. 

Apa yang ingin dia katakan sebenarnya? kenapa tiba-tiba dia terbungkam?

Sesaat kemudian suara Renata mencuat melengkapi kalimatnya yang belum usai. 

"Karena aku juga istrinya."

Deg!

Jantungku seakan berhenti berdetak, dalam waktu sekejap aku mematung, tak hanya itu ribuan pisau serasa menghujam hatiku secara bersamaaan, ucapannya benar-benar membuat aku terkejut dan sakit. 

Segera kutunjukkan gelengan kepala, sebagai bentuk protes akan ucapannya, "Tidak mungkin." Kataku dengan lantang menolak untuk percaya. 

"Tapi kenyataannya memang begitu Amel." Wanita tak berhati itu meyakinkan aku jika apa yang dia katakan adalah sebuah kebenaran.

“Sudah jangan berbicara lagi.” Suara lemah Mas Raka terdengar. 

Terlihat Mas Raka melarang Renata untuk berbicara namun wanita itu menggeleng. “Dia harus tahu Mas.” 

Kualihkan tatapan ke arah Mas Raka, mencoba mencari pembelaan darinya. 

"Apa yang dia katakan tidak benar kan Mas? dia bukan istri kamu kan?" Aku menekankan kalimatku. 

Aku berharap apa yang dia katakan adalah sebuah kebohongan agar bisa disini bersama Mas Raka tapi nyatanya tak ada jawaban yang aku dapat, semua nampak membisu.

Namun, hal yang kuharapkan sebagai lelucon ternyata benar adanya. 

"Iya, dia memang istriku." Akhirnya dia mengakui jika Renata adalah istrinya. 

Tubuhku terhuyung ke belakang, kenyataan ini sungguh menyakitkan hingga tubuhku rasanya tak memiliki kekuatan.

Kakiku yang semula kuat kini terasa lemas bahkan untuk menopang tubuhku yang hanya setengah kwintal pun tak mampu.

Dengan berpegangan nakas aku menatap Mas Raka. 

"Tidak mungkin Mas." Aku mencoba menyangkal ucapannya.

Perlahan air mataku merembes keluar, dadaku mulai sesak. Sungguh sakit rasanya mendengar itu.

Kenapa Mas Raka tega mencurangiku? kenapa dia tega menikah dengan wanita lain? sementara ada aku disisinya?

"Tega kamu Mas." Aku menangis di hadapan dua manusia tak berhati ini. 

Saking sakitnya aku sampai terisak, sementara mereka hanya menatapku dari tempat mereka. 

“Amel sudah diamlah.” Mas Raka mencoba menenangkan aku tapi ucapannya tak akan berpengaruh, kebohongan serta curangnya begitu menyakitkan. 

Tak ingin kerapuhan ku disaksikan mereka, aku memutuskan keluar begitu saja, meninggalkan mereka yang telah menyakitiku.

Sepanjang jalan aku terus saja menangis, impian indah hidup menua bersama hanya tinggal angan. 

Entah apa tujuannya menikah denganku hingga di usia pernikahan yang baru satu tahun dia sudah memiliki istri lain. 

Kini yang tersisa hanyalah rasa sakit yang tak berkesudahan.

Berpisah? tentu tidak. Bertahan? juga tidak mungkin. Aku diantara keduanya, terombang ambing.

Setibanya di rumah, aku meluapkan rasa sakitku dengan berteriak, aku mengamuk di kamar, Mas Raka tak kusangka kamu sejauh itu dengan Renata. 

Kutatap foto pernikahan kami, kenangan setahun yang lalu mengembara di kepalaku. 

Waktu itu aku memutuskan untuk membersamainya, mencoba mencintainya dengan setulus hatiku. Namun apa yang aku dapat kini? Hanya sebuah pengkhianatan.

“Selama setahun menikah hanya foto ini hal indah yang kamu beri mas, selebihnya adalah luka.” Aku menggumam lalu membuang bingkai foto itu ke tempat sampah. 

Hingga pagi, aku masih menangis. Meski air mataku sudah habis tapi rasa sakit ini masih terasa. 

Di pagi hari biasanya aku masih bisa memasak dan bersih-bersih tapi kini aku tak mampu melakukannya. Tubuhku seolah tak bertulang yang untuk berdiri saja rasanya tak sanggup. 

Aku hanya diam dan mengabaikan segalanya termasuk ponselku yang berdering berkali-kali. 

Hingga puncaknya Mas Raka pulang di malam itu, dengan langkah lemahnya dia berjalan menuju tempat tidur. 

“Kenapa tidak menerima panggilanku?” Dia menatapku yang berada di sampingnya. 

“Aku tidak tahu,” jawabku tanpa menatapnya.

“Apa sih maksud kamu Amel, aku di rumah sakit tapi kamu tak peduli sama sekali!” 

Kalimatnya membuat aku tertawa penuh frustasi, apa dia amnesia jika semalam dia telah membuat hancur duniaku, wanita mana yang masih peduli jika dihancurkan seperti itu? 

“Bagaimana aku bisa peduli padamu Mas sedangkan kamu telah menghancurkan rumah tangga kita.” Kalimat lantang aku ucapkan, mengabaikan jika dia masih sakit. 

“Aku tahu aku salah Amel, tapi semua sudah terjadi dan aku harap kamu mau mengerti.”

Sungguh pikiranku tak bisa menerima dengan apa yang dia pikirkan, bagaimana bisa dia bicara seperti itu? Apa baginya sebuah pengkhianatan dianggap hal yang bisa dimaklumi? 

“Mulutmu ringan sekali Mas, hatiku kesakitan akan sikapmu sedangkan kamu meminta aku untuk mengerti? Nggak waras kamu Mas!” Nada bicaraku perlahan meninggi sejurus dengan kekesalanku padanya. 

“Please Amel. Kita jalani hidup seperti biasanya. Berumah tangga dengan baik dan tanpa pertengkaran.” Pintanya. 

“Baik tapi ceraikan dia!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Aku bahagia Mas

    Waktu terus berlalu, tak terasa Arkan sudah berumur tujuh bulan, mama yang masih memegang teguh adatnya hendak melakukan syukuran yang disebut "Mudun lemah" atau turun tanah. Di usia tujuh bulan bayi sudah diperbolehkan untuk diturunkan ke bawah mengingat mereka harus belajar berjalan. "Amel persiapannya sudah selesai apa belum?" tanya Mama yang memantau aku di dapur. "Sudah ma, anak ayam yang mama pesan sudah dikirim." Kataku sambil tersenyum. Memang dalam syukuran kali ini kami menggunakan anak ayam, entahlah kenapa ada adat seperti itu. Ayah dan ibuku juga datang untuk membantu, aku yang lelah memutuskan ke kamar sejenak untuk istirahat. Beberapa saat kemudian, Mas Raka menyusulku. Dia yang juga kelelahan turut berbaring di sampingku. "Adat terkadang itu menyusahkan, tinggal syukuran saja kenapa ribet banget yang inilah itulah, lagian kenapa ada acara turun tanah, Arkan tinggal ditaruh bawah kan udah beres." Mas Raka menggerutu sendiri. Mendengar gerutuannya

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Pengen Terus

    Mas Raka menatapku tak percaya, "Kamu setuju Sayang?" tanyanya sambil memegang pundakku. "Iya Mas, kuakui aku tak sanggup mengurus Arkan sendirian." Mas Raka langsung memelukku, dia mengecup keningku berkali-kali. Setelah berbincang aku dan Mas Raka memutuskan pulang, sesampainya di rumah Mama menyambutku. Sama seperti Mas Raka mama memelukku dengan erat. Sebenarnya aku heran pada mereka, takut sekali jika aku pergi. "Ma tolong carikan yayasan terbaik, kami akan menggunakan jasa baby sitter." Ujar Mas Raka. Mama sangat senang mendengar kabar ini lalu beliau menghubungi Yayasan yang sudah diakui para majikan. Beberapa foto calon baby sitter mama tunjukkan padaku, dan pilihanku jatuh pada baby sitter yang sudah berumur. Aku sengaja mencari yang tidak manarik karena takut Mas Raka akan tergodo seperti di film-film. Keputusan kami buat, dan besok orangnya akan dikirim ke rumah. Malam itu, Mas Raka lah yang menidurkan Arkan, dia juga menemani aku begadang meng

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Saling minta maaf

    "Iya Bu, Amel akan memikirkannya lagi." Kataku sambil menatap ibuku. Arkan menangis, ibu memintaku untuk menyusuinya langsung karena asi yang aku pompa kemarin sudah habis. Setelah aku menyusui Arkan, ibu meminta bayiku kembali. Ibuku memang ibu terbaik di dunia. Beliau tidak ingin aku lelah. "Enak ya digendong nenek." Aku mengusap pipi Arkan. Dari depan terdengar suara mobil berhenti, bibirku menyunggingkan senyuman saat tahu yang berhenti adalah mobil Mas Raka. Mas Raka berjalan mendekat dan bersamaan Arkan muntah sehingga aku berlari masuk ke dalam. Dari belakang aku mendengar Mas Raka memanggilku. "Sayang." Mas Raka mengekori aku yang ingin mengambil tisu. Dia langsung memelukku. "Maafkan aku." Dia berbisik. Aku melepas pelukannya bukan tidak senang dengan kedatangannya tapi aku harus mengusap muntah Arkan. Ibu segera meminta tisu dariku, lalu beliau lah yang mengusap bibir Arkan. Setelah bersih dari muntahan, aku menatap suamiku yang sudah memasan

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Apa aku salah?

    Di dalam kamar aku menangis, sungguh aku merasa sedih dengan sikap Mas Raka. Kenapa semua seolah aku yang salah? padahal aku hanya ingin merawat Arkan dengan tanganku sendiri? "Kenapa kamu begini Mas?" Aku bermonolog dengan diriku sendiri. Kukira Mas Raka akan mengerti keadaanku, seorang ibu baru yang mengalami perubahan segala siklus hidup namun nyatanya tidak. Di saat seperti ini bukankah peran suami adalah mensupport istri? tapi mengapa malah balik menyalahkan? ArrggggAku berteriak sambil mengusap rambutku dengan kasar. Meskipun aku mengurus Arkan sendiri aku tidak pernah mengganggu tidurnya, seberapa repotnya aku tiap malam aku tidak pernah membangunkannya karena aku sadar dia harus bekerja. Tapi kenapa dia tidak mengerti? bukankah masa-masa seperti ini tidak lama, ketika bayi semakin besar dia pasti akan jarang bangun malam dan aku bisa mengurusnya kembali? Hati yang meradang membuat aku terus menangis hingga suara ketukan dari luar menghentikan tangisku. Aku berjalan u

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Kenapa?

    Kutunggui dia yang sedang makan, entah mengapa melihat Mas Raka makan, aku merasa iba. Emosi yang memburu tiba-tiba menghilang. "Aku sudah selesai makan, apa yang ingin dibicarakan?" Dia menatapku. "Ayo le kamar." Tak ingin di dengar pelayan dan Mama aku mengajak Mas Raka ke kamar. Tapi Mas Raka menolak dengan alasan kekenyangan jadi malas naik. "Kamu tuh kenapa sih Mas, bicara di kamar lebih leluasa tidak didengar banyak orang!" Aku memberengut kesal. "Apa masalahmu?" Nafasku kembali memburu, dia tidak pulang dan dia bertanya apa masalahnya? "Kamu tuh nyadar gak sih kalau salah! nggak pulang apa menurut kamu itu wajar?" Air mataku yang kutahan memberontak keluar, sehingga kini aku menangis di hadapannya. "Apa yang kamu tangisi bukanlah semua keinginan kamu?" Mendengar ucapannya sontak aku membuat aku kembali menatapnya, "Apa maksud kamu?" "Ya kamu lelah dengan Arkan bukanlah itu keinginan kamu? dari awal aku sudah mencoba menawarkan baby sitter tapi kamu selalu menolak."

  • Istri Yang Menanti Sentuhanmu    Tidak Pulang

    Tanganku mengepal, emosiku meledak-ledak melihatnya. Melihatku Mas Raka hanya menghela nafas. "Aku lelah, jangan marah-marah seperti ini." Katanya lalu dia merebahkan diri di tempat tidur. Tak rela jika amarahku berakhir begitu saja aku pun menghampirinya, ku tarik tangannya agar bangun untuk mendengar omelanku. Tapi bukannya bangun Mas Raka justru menarik tubuhku dan membawaku ke dalam dekapannya. "Arkan tidur lebih baik kamu tidur jangan marah-marah." Katanya. Aku melongo melihat suamiku ini, seketika emosiku yang sedari tadi berapi-api padam begitu saja. Dan dalam dekapannya aku merasa hangat hingga air mataku tak terasa meleleh. "Nyatanya lelahku hilang dalam dekapannya." Batinku sambil terus menatap Mas Raka yang sudah memejamkan mata. Baru saja aku terpejam suara Arkan membangunkan aku, malas dan lelah tapi aku harus bangun untuk menenangkan malaikat kecilku itu. "Kamu haus ya." Kataku sambil membuka kancing baju untuk menyusuinya. Saking ngantukn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status