Share

Hanya Ingin Dia Bahagia

Ethan saat ini telah sampai di perusahaannya. Dia memiliki tempat parkir mobil khusus. Dari tempat parkiran itu ada sebuah lift khusus menuju ruang kerjanya, yang hanya bisa digunakan olehnya saja.

Hampir seluruh perusahaan yang dimilikinya dibuat seperti itu. Dia ingin menjaga privasi dan identitasnya dari semua orang.

Sampai saat ini, tidak ada seorangpun yang tahu seperti apa wajah Ethan Hawk. Terkecuali asisten kepercayaannya, Carl.

Pernah ada seorang wartawan yang berhasil mendapatkan informasi tentang dirinya dan foto-fotonya.

Kemudian wartawan itu membuat pemberitaan tentang identitas Ethan Hawk dan mempublikasikan foto-fotonya di media secara online. Namun, hanya dalam beberapa detik, berita dan foto-foto Ethan Hawk menghilang begitu saja.

Keesokkan harinya reporter itu juga menghilang tanpa jejak begitu saja. Itulah sebabnya tidak ada lagi wartawan atau pemberitaan yang berusaha mati-matian untuk membongkar identitas Ethan Hawk, apalagi diam-diam mengambil fotonya. Mereka takut jika kemudian bernasib sama seperti rekan mereka tersebut.

Yang tidak mereka ketahui bahwa sebenarnya Ethan tidak melakukan hal apapun yang menyakiti wartawan tersebut.

Ethan bahkan tidak melenyapkannya seperti yang digosipkan. Dia hanya menemuinya dan menawarkan padanya untuk pergi ke negara lain tanpa diketahui oleh siapapun. Selama sisa hidupnya, dia akan hidup senang dengan mendapatkan fasilitas dan pekerjaan yang lebih layak.

Memang Ethan sedikit mengancamnya, tapi dia tidak sekejam itu untuk melenyapkan hidup seseorang.

Wartawan itu pun pergi dengan tenang ke negara lain. Tidak ada seorangpun yang akan menduga bahwa cerita sesungguhnya adalah seperti itu.

Meskipun dia digosipkan telah melenyapkan wartawan itu. Tapi dia merasa pemberitaan itu malah menguntungkannya.

Dengan demikian, tidak ada lagi yang berani mengganggu kehidupan pribadinya. Semua orang takut jika mengganggu Ethan, maka mereka akan bernasib nahas.

Saat ini dia sedang berdiri di dekat jendela kaca, memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya, menatap lepas ke pemandangan di luar sana yang menampakkan gedung-gedung pencakar langit.

Seorang pria sedang berdiri di dekat meja kerjanya, "Hari ini, grup perusahaan Bradley mencoba meretas informasi perusahaan Hawk lagi Bos," ujar pria yang bernama Carl Jenkin itu melaporkan situasi perusahaan kepada Ethan.

Kemudian Ethan mengeluarkan sebuah benda kotak kecil berbentuk persegi panjang dan berwarna hitam. Benda tersebut jika dilihat sekilas, orang akan mengira itu adalah telepon biasa. Tapi hanya sedikit orang yang tahu, bahwa itu adalah komputer mini canggih yang hanya bisa dimiliki oleh seorang peretas kelas atas.

Jari-jari Ethan terlihat menari dengan lancar diatas benda hitam tersebut.

"Hmmm, sejauh ini perlindungan data perusahaan kita masih aman," ujar Ethan lagi setelah mengamati benda hitam itu sesaat.

"Apa ada informasi penting lainnya?" tanya Ethan.

"Tuan Aiden telah membeli seluruh gedung apartemen yang ditinggali oleh Nona Hanna. Dia saat ini tinggal di kamar apartemen yang bersebelahan dengan kamar milik Nona Hanna."

Mendengar hal itu Ethan secara tidak sadar mengepalkan kedua tangannya.

"Apakah dia mengganggu Hanna?" tanya Ethan.

"Sekali waktu, dia pernah mengikuti Nona Hanna berlari pagi, dan duduk bersama di taman lingkungan sekitar apartemen itu," lapor Carl lagi.

"Aiden.. Kamu mengganggu kehidupan Alena lagi. Kamu adalah sumber penderitaannya. Tidak akan kubiarkan kamu merusak kebahagiaannya lagi," pikir Ethan.

"Terus awasi pergerakan Aiden, dan laporkan padaku jika ada hal yang mencurigakan. Aku tidak ingin kita kecolongan lagi seperti ketika Hanna sedang di Valletta." Ethan memberi perintah kepada Carl kemudian mengangkat sebelah tangannya.

"Siap, Bos!" Kemudian Carl keluar dari ruang kerja Ethan.

"Aiden.. Aiden.. seharusnya kalian tidak boleh bertemu lagi. Seharusnya aku mencegah Alena pergi ke Valletta waktu itu. Sekarang kamu sudah mengetahui identitasnya," Ethan bergumam kepada dirinya.

"Bagaimana jika kamu mengetahui kebenarannya? apakah kamu akan menyerah dan membiarkan Alena bahagia dengan kehidupannya yang sekarang sebagai Hanna, atau kamu akan menarik Alena kembali dan membuatnya menderita?"

"Bahkan aku saja memilih menyerah dan membiarkannya hidup seperti sekarang. Aku lebih suka dia tidak mengingatku dan tetap bahagia," Ethan terus berpikir dan mengurut kepalanya yang tidak sakit.

Kemudian setelah berpikir lama dia menekan tuts pada telepon selulernya.

"Ada apa Ethan?" terdengar suara pria paruh baya di ujung telepon.

"Tuan Miller, pembicaraan penting kita tadi sempat terputus ketika di rumahmu karena kedatangan Alena, em, maksudku Hanna."

"Lalu, apa yang bisa kulakukan untukmu?" tanya Dante.

"Bujuk dia bagaimana pun caranya, supaya dia mau pergi ke Jerman dan bergabung dengan Institut Penelitian Helms. Saat ini, dia pasti mau mendengarkan perkataanmu dan Clara."

"Aku akan berusaha semampuku untuk meyakinkan Hanna," Dante menyetujuinya.

"Aku yang akan mengatasi semuanya disini nanti. Anda tidak perlu mengkhawatirkan apapun," ucap Ethan meyakinkan Dante.

"Baiklah," sahut Dante.

Setelah jeda sebentar Dante kemudian berbicara lagi, "Aiden Bradley sudah tahu tentang siapa Hanna sebenarnya. Mungkin kita masih bisa menutupi kebenaran dari Hanna. Tapi bagaimana dengan Aiden Bradley?" tanya Dante.

"Ya, aku tahu itu. Mungkin tidak lama lagi dia akan datang menemui Anda dan Clara," sahut Ethan.

"Lalu... Bagaimana jika dia bertanya denganku ataupun dengan Clara tentang Hanna?" dengan penuh keraguan Dante bertanya.

"Jika suatu saat Aiden datang menemui mu atau Clara, berikan saja semua jawaban yang dia ingin ketahui. Tidak perlu ditutupi. Biarkan dia yang mengambil keputusan," jawab Ethan dengan yakin.

"Begitu kah? Baiklah, aku akan melakukan seperti yang kamu inginkan," ucap Dante.

"Terimakasih banyak Tuan Miller, kamu sungguh baik terhadap Alena. Aku berhutang budi kepadamu dan Clara."

"Tidak perlu berterimakasih, kami sungguh menyayangi Alena seperti putri kami sendiri. Setelah kematian Hanna yang mendadak, kami sangat terpukul. Jika bukan karena kehadiran Alena, mungkin Clara masih terjebak dalam depresinya."

"Baiklah Tuan Miller, maaf merepotkan Anda."

"Kamu tidak perlu sungkan padaku," jawab Dante lagi dan kemudian mengakhiri panggilan teleponnya.

Ethan sedikit lega setelah pembicaraan barusan.

Dia hanya menginginkan kebahagiaan untuk Alena. Demi kebahagiaan Alena, dia akan melakukan apapun. Dia ingin menebus rasa bersalahnya.

Ethan tahu Aiden Bradley adalah seseorang yang sulit dihadapi.

"Asalkan Alena bahagia, ya, dia harus bahagia." Ethan bergumam pada dirinya. Kali ini dia bertekad untuk melindungi Alena dengan seluruh jiwa raganya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status