BAB 57 – H-1 PERNIKAHANPerut Elang terasa lapar, dia pun memilih untuk makan dulu sebelum berbicara pada Miya. “Mila ke mana? Apa dia udah pulang?” tanya Elang disela acara makannya.Miya menatap Elang yang lahap memakan makanan buatannya.“Mila lagi ke toko kue, Mas. Lagi beli bahan-bahan kue yang udah habis,” jawab Miya. Mereka hanya berdua di rumah, Elang merasa ini waktu yang tepat untuk melaksanakan rencananya.“Aku dapat asuransi dari kantor. Kamu juga dapat, Dek. Nanti kamu tanda tangan di dokumen ini, ya?” ucap Elang menyodorkan sebuah dokumen pada Miya.Miya menerima dokumen itu, lalu melihatnya sekilas. Dia belum paham benar dengan asuransi yang dimaksud oleh Elang. Dia pun masih belum percaya sepenuhnya pada Elang yang bersikap aneh akhir-akhir ini.“Asuransi apa, Mas? Boleh aku baca dulu?” pinta Miya dengan sopan.DegElang kaget. Kalau sampai Miya membaca dokumen itu, dia pasti tahu kalau itu bukan asuransi seperti yang dikatakan. Elang pun harus mencari ide agar Miya
BAB 58 – PERNIKAHAN KEDUA ELANGMalam sudah datang, Elang tengah merebahkan diri di atas kasur yang empuk. Kamar yang indah dengan suasana asri yang sejuk, nyatanya tak membuat Elang nyaman. Alih-alih tertidur lelap, dia terus gelisah. Mata terasa mengantuk, tapi dia tak bisa tidur.“Kenapa aku terus kepikiran sama Miya, ya? Bagaimana keadaan dia di rumah?” Terus saja bayangan Miya mengganggunya. Dia pun terjaga dan kembali duduk di ambang kasur.“Besok pernikahanku dan Cindy. Apa keputusanku untuk menikah dengan Cindy adalah keputusan yang tepat? Aku nggak yakin. Apalagi pernikahan kedua ini penuh dengan kebohongan. Aku telah menipu Miya,” cemooh Elang pada dirinya sendiri. Elang mengusap kasar wajahnya sendiri, frustasi dengan hidupnya. Rasanya dia telah menjadi laki-laki pengecut yang paling jahat di muka bumi ini. Elang bukanlah Elang yang dulu, dia telah banyak berubah.Elang ingin mundur dan membatalkan pernikahannya dengan Cindy, tapi dia juga tidak mungkin membiarkan anaknya
BAB 59 – FIRASAT BURUK ZELOSegerombolan preman itu menoleh dan menatap Mila dengan tatapan tajam.“Kamu tanya kami mau apa? Hah? Kami minta uang keamanan!” jawab preman itu dengan galak.Miya yang merasa sudah melunasi semua keuangan, ikut maju. “Memang kalian siapa meminta uang keamanan? Kami sudah membayar sewa tempat ini. Uang kebersihan dan keamanan juga sudah kami bayar ke Pak RT,” jawab Miya menjelaskan semuanya. Bukannya mengerti, preman-preman itu tidak peduli. “Kami nggak mau tahu. Pokoknya kami minta uang tiga ratus ribu. Berikan sekarang juga!” Ucapan preman itu berapi-api dengan menggebrak meja, sehingga Miya merasa takut.Miya tak bisa menangani semua ini sendirian, dia pun mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Elang. Belum sempat menghubungi Elang, salah satu preman itu merampas ponsel Miya dan membanting HP tersebut hingga hancur tak berbentuk.Tak sampai di sana, salah satu preman itu menarik sebelah tangan Miya dengan kasar. “Berani banget kamu sama kami, hah! Apa
BAB 60 – BAYI KEMBAR?!Cindy menelan ludahnya dengan kasar. Bibirnya terkatup rapat, tak tahu harus menjawab apa."Jawab, Cindy! Kenapa kamu malah diam aja?" desak Elang dengan raut wajah kesal."A-anu ... i-itu ....""Itu apa? Jawab yang benar! Apa artinya Papa kamu beneran nggak tahu statusku? Apa kamu nggak bilang kalau aku ini sudah punya istri?" bentak Elang pada Cindy. Dia benar-benar hampir murka, hidupnya seperti papan permainan bagi orang lain.Cindy berjingkat kaget, air matanya lolos begitu saja karena takut dengan suara Elang yang mengeras."I-iya," jawabnya spontan."Papa belum tahu kalau kamu sudah punya istri, Mas," lanjut Cindy.Elang yang gusar dan marah baru saja akan membuka mulutnya, saat Cindy kembali memulai penjelasannya."Aku terpaksa melakukan ini demi kamu juga, Mas. Kalau sampai papaku tahu, aku hanya akan dijadikan istri kedua, Papa pasti nggak akan setuju, papa pasti nggak mau kasih restu ke kita," jelas Cindy."Dan mungkin lebih parahnya lagi, Papa akan
BAB 61 – SERASI SEBAGAI ADIK KAKAKMila benar-benar terkejut dengan berita yang baru saja dia dengar dari dokter tersebut. Begitu juga dengan Zelo, lelaki itu sama terkejutnya meskipun sejak tadi hanya terdiam dan mendengarkan."Kami memang belum tahu, Dok, karena kakak saya belum sempat melakukan USG. Dia mau menunggu suaminya pulang dari dinas luar kota, Dok," jelas Mila tanpa sengaja.Dokter itu hanya mengangguk mendengar penjelasan Mila. Namun tidak dengan Zelo, lelaki itu benar-benar terkejut. Bagaimana mungkin sampai saat ini Miya belum memberitahukan tentang kehamilannya itu pada suaminya? Bukankah berita kehamilan merupakan hal yang sangat penting bagi pasangan suami istri? Bahkan adik Miya sudah tahu, Zelo pun yang baru mengenal Miya juga sudah tahu, mengapa justru suami Miya akan menjadi orang terakhir yang mengetahui hal ini?“Tidak masalah. Yang terpenting, sekarang kalian sudah tahu. Jadi saran saya, kamu harus lebih ekstra dalam menjaga kakak kamu, ya? Karena hamil kem
BAB 62 – ELANG YANG SAMA.Mila menatap ke arah Mia yang sedang tertidur dengan lelap di ranjang rumah sakitnya. Kemudian dia beralih menatap Zelo. "Mas Zelo, aku titip Mbak Miya sebentar, ya?!" ucapnya pada Zelo.Zelo tersentak. "Memang kamu mau kemana, Mila?" tanyanya."Aku mau pulang ke rumah Mbak Miya sebentar, Mas. Aku harus ambil pakaian ganti dan peralatan Mbak Miya selama dirawat di sini," jawabnya.Zelo mengangguk mengerti. "Kalau begitu biar Rendy yang antar kamu pulang, ini juga sudah hampir malam.""Baik, Mas." Mila mengangguk setuju. Dia tahu, Zelo selalu berniat baik padanya dan juga Miya.Zelo dan Mila keluar dari ruangan tempat Miya dirawat. Rendy berada tepat di depan pintu, menunggu dengan siaga, kalau-kalau bosnya itu memerlukan bantuan."Rendy, tolong kamu antar Mila pulang ke rumahnya untuk mengambil pakaian ganti dan semua kebutuhan Miya, biar saya yang menemani Miya di sini," perintah Zelo pada Rendy, yang lebih tampak seperti permintaan."Baik, Pak," jawabnya pa
BAB 63 – MIYA DIPOLIGAMI?!"Cindy berbohong soal apa, Bu Olga?" desak Pak Taufan pada ucapan Olga yang tak sengaja dia dengar sedikit."Pa, sebenarnya--""Jadi Cindy minta sama Elang untuk pulang ke Jakarta besok, Pak. Tapi saya bilang mungkin saja Cindy berbohong hanya untuk menguji kepekaan Elang. Karena setahu saya, Cindy itu suka sekali dengan suasana puncak," sela Olga sebelum Elang sempat menyelesaikan kalimatnya.Pak Taufan terdiam, dengan raut wajah yang sama sekali tak terbaca. Sampai-sampai Olga meneguk ludahnya sendiri dengan gugup, berpikir apakah alasannya tadi terdengar tidak masuk akal. Detik demi detik mendadak rasnya berjalan begitu lambat.Namun yang terjadi selanjutnya justru Pak Taufan tergelak dengan tawa yang keras."Benar, Cindy memang selalu suka villa ini. Jadi lebih baik besok kamu ajak dia jalan-jalan. Mungkin benar kata ibumu, Cindy hanya menguji agar kamu berinisiatif lebih dulu, Elang!" ujar Pak Taufan masih dengan terkekeh.Elang mengangguk kaku. "Ba-bai
BAB 64 – MIYA DAN MIYA LAGI!Keesokan harinya, sesuai permintaan Olga, Elang mengajak Cindy jalan-jalan di sekitar perkebunan. Sepanjang mata memandang, hamparan perkebunan teh terlihat. Hijaunya dedaunan menyejukkan mata yang penat dengan kebiasaan sehari-hari.Semilir angin membuat hidung terasa terbebas dari racun ibukota. Udara dingin khas perkebunan sangat sempurna untuk berbulan madu.Cindy tak mau melewatkan semua itu, dia pun meminta Elang mengajaknya jalan-jalan mengelilingi kebun teh yang indah. Wanita hamil itu pun menarik tangan Elang untuk menyusuri perkebunan sambil pegangan tangan. “Mas, kita ke sana, yuk? Di sana kayaknya bagus, deh, buat foto,” ajak Cindy menunjuk sebuah tempat yang berada di ujung perkebunan. Cindy menggampit tangan Elang, tak ingin jauh darinya sedangkan Elang hanya mengikuti dengan malas. Terlebih Elang sering melakukan itu bersama Miya. Kenangan bersama Miya pun kini menari-nari di ingatan.‘Miya. Lagi apa kamu, Sayang? Mas kangen banget sama