Bab 7 Membuntuti Miya
"Udahlah, kamu nggak perlu tau, Miya! Kita nggak usah bahas ini lagi," ujar Elang.Setiap pulang dari bekerja, yang Elang butuhkan hanyalah sambutan hangat dan kasih sayang dari Miya. Tapi, akhir-akhir ini hanyalah pertengkaran yang dia dapatkan. Maka dari itu, Elang ingin menyudahi semuanya. Dia hanya mau damai dan tentram hidup berumah tangga.Miya sendiri juga tak mempermasalahkan hal itu lagi. Dia kembali melayani suaminya dengan baik, mereka berbaikan dan saling mengobrol hingga berujung bersenda gurau.Keesokan harinya, seperti biasa Elang hendak bekerja. Dia pamit pada Miya pergi ke kantor. Tak lupa, Elang kembali mengingatkan pada istrinya. Untuk tidak mencari pekerjaan tambahan di luar lagi, apalagi bekerja keras dan panas-panasan. Keluyuran di siang hari. Elang sudah mewanti-wanti Miya."Nanti aku pulang agak malam, ya! Hari ini aku rencananya mau ambil lemburan lagi. Kamu nggak papa kan, aku tinggal sendiri sampai malam? Ingat, ya! Jangan lagi keluyuran atau cari kerja serabutan! Diam di rumah aja sampai aku pulang, Miya!" ujar Elang yang hanya diangguki saja oleh Miya.Setelah berpamitan kepada istrinya, akhirnya Elang pun benar-benar berangkat ke kantor, dengan menggunakan mobil seperti biasanya. Sementara itu, Miya pun langsung saja melanjutkan pekerjaannya di rumah. Mulai dari membersihkan rumah, menyapu, mencuci piring dan lain sebagainya.Tugas sebagai ibu rumah tangga memang tidak akan ada habisnya. Kebetulan Miya dan Elang memang belum memiliki keturunan. Jadi, pekerjaan rumah tangga masih bisa diselesaikan sebelum tengah hari.Karena kesepian dan tidak tahu lagi harus berbuat apa di dalam rumah, Miya pun akhirnya memutuskan untuk pergi keluar. Niatnya, dia hanya ingin melihat-lihat saja di pasar. Tetapi ternyata, jiwa mandirinya masih saja melekat dengan keras. Dia mengingkari janjinya kepada Elang. Miya kembali membantu beberapa orang yang berlalu-lalang di pasar, demi mendapatkan uang tambahan.Semua itu tentu saja dia lakukan dengan senang hati. Sebab, dia selalu mencintai apapun itu pekerjaannya. Sementara itu di kantor, Elang yang memang awalnya berniat untuk lembur pun seketika membatalkan rencananya. Tiba-tiba saja perasaannya itu tak enak.Dia khawatir, jika Miya tidak benar-benar menuruti perintahnya. Elang juga ingin tahu sendiri. Dia hanya ingin mencari bukti, apa benar jika istrinya itu memang sudah berubah, untuk tidak mengulangi hal-hal yang dilarangnya kemarin? Elang pun terburu-buru mengendarai mobilnya pulang ke rumah.Padahal, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 15.00 sore. Elang langsung saja pulang lebih awal, karena memang pekerjaannya sudah selesai.Dia masuk ke dalam rumah dan merasa heran. Sebab Miya lagi-lagi tak berada di rumah. Dia sudah curiga jika istrinya itu pasti mengunjungi tempat kemarin. Tempat yang dikunjungi oleh ibunya, untuk mengambil bukti Miya, yang sedang mencari tambahan uang.Akhirnya, Elang pun langsung saja menuju ke pasar. Dia ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa sang istri mencari pekerjaan tambahan.Setelah beberapa menit menyusuri jalanan di dalam pasar, akhirnya Elang benar-benar menemukan Miya. Namun bedanya, istrinya itu tak lagi mengangkat barang-barang pembeli. Elang melihat Miya yang sedang duduk-duduk di kursi kayu, tepat di depan kios sembako. Istrinya itu sedang mengipasi wajahnya dengan menggunakan kardus bekas air mineral, yang sudah disobek sebagian.Elang langsung saja mengambil ponsel dari saku celananya, dia mengarahkan kamera pada Miya dengan sembunyi-sembunyi. Ingin rasanya menghampiri Miya sekarang juga. Tapi, Elang masih berpikir panjang, dia hanya tidak ingin membuat keributan yang berujung malu nantinya.Akhirnya, Elang berjalan mundur dan menghilang keluar dari pasar, setelah berhasil membidik beberapa jepret foto Miya dan dua video Miya untuk dijadikan bukti nanti.Elang tentunya merasa sangat kesal. Dia juga kecewa setengah mati rasanya. Jelas sekali terlihat, wajah Miya kelelahan. Keringat mengucur deras dari pelipisnya. Belum lagi, penampilannya yang acak-acakan. Elang sudah bisa menebak bahwa istrinya baru saja selesai bekerja.Tak ingin kembali ke rumahnya langsung. Elang malah membelokkan mobil ke arah rumah Olga.Kedatangan Elang yang tiba-tiba, jelas membuat Olga sedikit terkejut. Dia langsung saja menyambut kehadiran Elang dengan hangat."Elang, kamu mampir ke sini kok nggak bilang? Kamu nggak lembur?" tanya Olga seraya menatap penampilan Elang dari atas ke bawah."Nggak! Aku habis pulang dari pasar, tempat kemarin Mama melihat Miya. Hari ini, dia juga masih berada di sana," ujar Elang dengan wajah lelah."Tuh, kan! Apa juga Mama bilang? Istri kayak gitu kok masih saja dipertahankan sih, Elang? Apa sebaiknya kamu Mama kenalin aja sama anak teman Mama? Dia cantik, menarik dan yang jelas … nggak malu-maluin kayak Miya!" ujar Olga antusias."Ehm, gitu ya, Ma? Tapi …." Perkataan Elang menggantung saat dirinya teringat akan sesuatu."Tapi apa?"***Bab 8 Menyetujui Permintaan Olga"Tapi ... aku cinta sama Miya, Ma. Mana mungkin aku berkhianat padanya," ujar Elang dengan nada lelah."Kamu cinta sama dia, tapi apa dia cinta sama kamu?" Bibir Olga mencebik mengejek.Elang langsung terdiam karena dia bingung menjawab pertanyaan mamanya tersebut, karena bagaimanapun juga dia sendiri merasa ragu akan cinta Miya kepada dirinya.Jika memang istrinya itu mencintai dan juga menghargainya sebagai seorang laki-laki dan juga suami, maka wanita itu tidak akan pernah melakukan hal ini kepadanya. Setelah apa yang Elang suruh kepada dirinya, Miya masih saja keluyuran."Apa sih kurangnya kamu, hah? Uang perhatian apapun yang dia butuhkan selalu kamu berikan sama dia, bahkan kebutuhan orang tuanya di kampung sana kamu penuhi semuanya. Tapi tetap saja dia malah melakukan hal ini sama kamu!" kata Olga sambil melirik Elang dari ekor matanya."Mertuaku sakit, Ma, dan Miya bekerja untuk mencari biaya pengobatan mereka," kata Elang pada akhirnya."Dan k
Bab 9 Kembalikan Uangku!Elang dan Olga gegas berdiri mendengar pernyataan dari Runa barusan. Gadis yang baru duduk di semester 5 itu mendadak heran. Karena baru saja dia menemukan Miya boncengan dengan pria lain, dia pikir itu adalah Abangnya, tapi ternyata Abangnya berada di rumah. "Maksud kamu apa, Dek? Kamu jumpa Mbak mu di mana?" tanya Elang ingin tahu walau jantungnya berdebar-debar. Dia sungguh tak siap mendengar kenyataan bahwa Miya berselingkuh di belakang. Makanya perkataan Runa tadi mampu membuatnya terperanjat kaget. Runa melirik ke arah Olga sebentar untuk memastikan apakah dia diizinkan untuk melanjutkan ucapannya atau harus berhenti sampai di sini. Namun, saat melihat Olga mengangguk samar, bahkan nyaris tak terlihat, Runa kembali menatap Elang."Iya, Mas. Tadi aku melihat Mbak Miya di simpang keluar pasar berboncengan dengan laki-laki. Kebetulan aku tadi diantar sama temanku jadi nggak bisa nyamperin. Aku pikir itu Mas karena perawakannya mirip, makanya waktu melihat
Bab 10 Elang GundahElang bangun lebih pagi dari biasanya demi menghindari bertemu dengan Miya. Dari mulai shalat subuh, mandi, sampai bersiap-siap pun suara Miya mengigau tadi malam terus mengisi kepalanya. Bahkan pagi tadi Elang mengguyur rambutnya dengan shower untuk melupakan apa yang Miya katakan. Namun hasilnya nihil, Elang masih kepikiran bahkan saat waktu sarapan tiba. Miya masih sama seperti tadi malam. Sadar akan didiamkan pria itu, jadinya dia tidak banyak bertanya. Namun Miya tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Sepiring nasi goreng yang Miya sediakan dengan berbagai topping telur, sosis dan bakso itu tidak Elang hiraukan. Entah kenapa nafsu makannya menghilang saat lagi-lagi suara Miya terbayang. Sudah hampir sepuluh menit sejak dia meletakkan nasi goreng itu ke atas meja makan dan kini Miya pun telah duduk di samping menikmati nasi goreng buatannya.Tangan Elang sibuk mengacak-ngacak nasi goreng itu dengan tatapan kosong. Miya menyadarinya, namun enggan untuk berta
Bab 11 Menghubungi Mertua"Aku rasa mimpi Miya ada hubungannya sama Mama kamu, Lang," kata Wahyu memperjelas. Elang hanya memasang muka cengo karena masih belum menangkap maksud ucapan Wahyu. "Aku masih nggak ngerti deh, Yu."Wahyu menarik kursi itu agar lebih dekat dengan Elang. Masalahnya ini pembicaraan sensitif, jadi tidak ada orang lain yang boleh mendengarnya. "Logika aja lah, Lang. Miya berusaha kerja panas-panasan di pasar walau kamu sudah mencukupi kebutuhannya. Bahkan kamu juga menafkahi keluarganya yang di kampung, kan? Terus dia bilang kalau Bapaknya lagi sakit. Jadi apa yang perlu dipikirkan nya lagi, ngapain dia harus bekerja kalau kamu juga mencukupi kebutuhan mereka?" ujar Wahyu tanpa keraguan baik di ucapan maupun di muka.Elang tampak berpikir sejenak, ekspresi bingung begitu kentara di wajahnya. Mungkin karena ini menyangkut keluarganya makanya Elang sedikit ngelag. Wahyu jadi bingung mau melanjutkan ucapannya atau berhenti sampai di sini. Sebab sepertinya Elang
Bab 12 Dipaksa Olga"Kenapa, Lang?" Wahyu bertanya sembari melongok untuk melihat layar ponsel yang membuat El terkejut. Wahyu terperanjat kaget dengan mulut menganga lebar begitupun dengan Elang yang tidak bisa bernafas dengan normal. "Ini Miya, Lang?" Wahyu takut salah lihat makanya kembali bertanya. "Sepertinya iya, Yu." Elang lalu mematikan ponsel dan menaruhnya di dalam tas. "Ini foto diambil dari belakang, dan aku yakin dia orang yang sama dengan orang yang dibilang adikku kemarin," lanjut Elang sambil menatap Wahyu penuh arti.Elang mengernyitkan dahi lalu duduk di salah satu motor yang menganggur. "Jadi maksud kamu ini bukan untuk yang pertama gitu?" Elang mengangguk mantap. "Iya. Kemarin Runa adikku mengatakan kalau Miya berboncengan naik motor bersama pria lain. Katanya pria itu mirip denganku.""Tapi di foto tadi memang perawakannya mirip sama kamu, Lang. Nanti kamu kenal lagi, mungkin dia saudara atau temannya Miya." Wahyu mengajak untuk positive thinking dulu. Siapa
Bab 13 Pertanyaan Elang"Pokoknya Mama nggak mau tahu, Lang. Kali ini kamu harus dengarkan ucapan Mama. Ceraikan perempuan itu sekarang juga dan Mama nggak mau dengar lagi apapun alasan kamu. Sudah cukup selama ini Mama menahan untuk tidak melakukan hal buruk sama Miya di depan kamu. Tapi kali ini Mama nggak akan kuat rasanya. Ngeliat dia aja sudah buat emosi Mama naik," lanjut Olga masih sama menggebunya. Tanpa satu orang pun sadar bahwa Miya dari tadi sudah mendengar percakapan itu.Miya langsung berlari dari rumah Olga dengan perasaan hancur berantakan. Untung saja dia kesini, kalau tidak dia tidak akan bisa mendengar perbincangan antara Ibu dan anak yang sedang menjelekkannya. Elang kembali duduk, mengurungkan niatnya untuk pergi. Kadang setiap Olga menyuruhnya untuk bercerai, Elang jadi berpikir dua kali tentang cinta Miya kepada dirinya. Namun, saat sudah berada di dekat Miya, jangankan mengucapkan kata-kata tabu itu, bahkan memarahinya saja rasanya tidak tega. "Iya lho, Mas.
Bab 14Olga menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mama benar-benar nggak tahu, Lang. Yang namanya mimpi itu kan hanya bunga tidur, aneh kalau kamu tanya tentang mimpi Miya ke Mama. Mimpinya Miya nggak ada hubungannya sama sekali sama Mama.""Tapi, Ma, bisa jadi kan kalau apa yang Miya mimpikan itu berkaitan dengan kejadian nyata? Kalau nggak, ngapain Miya sampai bawa-bawa nama Mama kayak begitu, bahkan dia mengigau pun dengan wajah yang ketakutan, Ma." Kesabaran Elang benar-benar hampir habis. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Elang merasa kalau sepertinya mimpi Miya itu pasti ada hubungannya dengan semua ini. Hati kecilnya mengatakan begitu, walau dia sendiri tidak begitu yakin kalau Olga berbuat yang aneh-aneh pada Miya."Berkaitan dengan apa? Kamu jangan mengada-ada begini ya, Lang," ucap Olga dengan raut yang tidak senang."Kenapa sampai Miya mengigau nyebut nama Mama untuk mengembalikan uang dia? Apa mungkin Mama mengambil uang Miya?" cecar Elang pada Olga.Mata
Bab 15Miya terisak lirih, lalu dia membalik badannya ke arah Elang. "Aku bilang, Mas Elang bisa menceraikan aku kalau memang Mas merasa kalau aku dan keluargaku hanya merepotkan Mas terus menerus. Aku ikhlas kok, Mas," ulang Miya.Elang menatap Miya tidak percaya. Kemudian Elang malah terkekeh dengan miris. Bibirnya memang tertawa, tapi raut wajahnya terlihat kesal, terluka dan bingung. Bagaimana tidak, sejak tadi dia sudah menahan agar kata-kata yang terlarang dalam pernikahan itu keluar dari bibirnya. Dia ingin mempertahankan rumah tangganya. Dia tak mau jika pernikahannya berakhir dengan perceraian. Tapi malah dengan mudahnya, Miya mengucapkan hal itu dengan gamblang. Miya meminta cerai? Istrinya itu meminta cerai?"Cerai? Jadi kamu mau cerai dari aku? Kamu mau pisah sama aku dan membiarkan rumah tangga yang kita bangun ini hancur begitu saja, Miya? Begitu?" tanya Elang dengan tatapan mata yang tajam. Ada emosi yang siap meledak tergurat dari wajahnya yang tampan itu.Mata Miya s