.."Kenapa wajah lo kusut amat, bro?" tanya Anwar–teman Aldo bekerja dalam satu tim di dalam divisi yang sama."Hari hari gue merasa berat banget akhir-akhir ini. Tugas di kantor lagi banyak, tapi ketika di rumah nggak ada sama sekali yang menanyakan apa aktivitas di kantor dan bagaimana aku dalam bekerja sehari-hari.""Wah roman-romannya ada yang merasa galau nih. Kenapa itu sohib elu, An?" tanya Iwan, teman Aldo dan Anwar."Ini gue lagi mewawancarai cowok kalem di kantor kita. Nggak biasanya dia berangkat ke kantor dengan wajah yang lesu, kusam, kusut dan tidak bergairah seperti ini. Kayaknya dia kurang amunisi cinta di rumahnya," ledek Anwar."Huum. Emang istri nggak kasih jatah?" tanya Iwan."Boro-boro mau kasih jatah, setiap hari pekerjaannya cuman perang sama mertua dia," adu Aldo."Mertua istri lo kan Ibu dari lo. Masa nggak bisa dipawangin sih," celetuk Iwan."Iya nih. Lagian Kenapa nggak pisah rumah aja sih? Gaji kamu kan sudah lebih dari cukup untuk mengambil cicilan KPR rum
Hari ini Aldo diminta pulang lebih awal karena akan bersiap pergi ke Bogor. Bahkan Aldo sudah mendapatkan bonus yang tentu saja membuat Aldo tersenyum saat membaca nominal uangnya. Saat baru sampai di rumah, ternyata hanya ibunya saja yang ada karena Kinan sedang mengikuti arisan keluarganya di seberang desa. Niat hati ingin menyampaikan bonus dan izin ke luar kota, tetapi justru istrinya belum pulang dari rumah keluarganya.“Istrimu itu kalau main ke rumah Ibunya pasti lama. Dia itu pasti ngomong yang enggak-enggak makanya nggak bolehin pulang sama Ibunya Kinan itu,” ucap Tini.Aldo menghubungi Kinan dan panggilan suara itu nampak terganggu dengan suara yang amat keras dari ponsel Kinan.“Assalamualaikum, Mas. Ini Kinan lagi di rumah Ibu,” ucap Kinan setengah berteriak. “Kinan cari tempat sepi dulu bentar.”Tak selang lama, suara bising itu tidak begitu terdengar dan ALdo langsung menjawab salam Kinan.“Kamu mau menginap di rumah Ibu, kah?” tanya Aldo.“Nggak tahu, Mas. Emangnya bol
Kinan begitu senang karena sudah diizinkan untuk menginap di rumah ibunya. Biasanya dia akan susah mendapatkan izin tinggal kalau tidak dalam keadaan urgent.“Yakin mau pulang? Masa nginap sehari saja,” tanya Halimah.“Ya, Bu. Mas Aldo sedang di luar kota dan Kinan harus jagain rumah biar nggak digondol semut,” kelakar Kinan. Sang Ibu tersenyum sambil mengusap kepala anaknya pelan. Sungguh setelah menikah dia merasa anak itu semakin kurusan dan tanpa tidak bahagia dengan pernikahannya. Namun, dia tidak ingin menambah masalah anaknya ketika mereka mengarungi fakta rumah tangga. Hanya berusaha untuk menasehati dan memberikan semangat agar bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia.“Oalah. Kamu itu sejak nikah selalu saja ada alasan kalau nginap di rumah Ibu. Salam buat mertuamu ya. Ibu bawakan rendang sisa arisan keluarga kemarin. Sengaja Ibu masak banyak biar mertuamu ikut merasakan juga,” ucap Halimah seraya memberikan satu box berisi rendang.Tentu Kinan tidak bisa berkata-k
"Tentu saja anak-anak saya semua suka sekali membawakan saya barang-barang dan juga uang. Cuman kalau yang ini khusus untuk Aldo saja karena dia anak saya yang paling kasihan.""Kok kasihan?" tanya si ibu berhijab orange.Tini memasang wajah sendunya di depan para teman-temannya. Sedangkan Kinan tahu, jika mertuanya pasti akan mengarang cerita mengenai dirinya."Ya jelas. Dia sudah menikah hampir 3 tahun dengan Kinan tetapi belum juga dikaruniai anak. Gaji dia lumayan besar dan tidak jauh beda dari suami Indah. Tetapi selalu saja, sebagai seorang ibu saya merasa kasihan terhadap anak saya sendiri yang harus menikahi wanita yang tidak kunjung hamil," ucap Tini mulai memacu perang kebatinan dengan Kinan."Sabar saja ya, Bu Tini. Namanya anakan rezeki dan pasti Allah akan kasih titipan anak sikap mereka sudah mempercayakannya kepada anak dan membantu ibu itu. Kasih semangat aja Bu biar mereka cepat-cepat hamil," ucap wanita berkerudung merah sok bijak."Wah, jangan-jangan menantu Bu Tini
Setelah drama dimarahi Tini, Kinan berubah pendiam. Apapun yang mertuanya katakan, dia tak ingin menjawabnya. Apa yang mertuanya minta lakukan, langsung Kinan lakukan agar tidak terjadi repetan panjang. Meski tetap saja merepet, setidaknya Kinan bisa meluapkan emosinya dengan pekerjaan itu. Tak terasa lima hari sudah suaminya tak pulang. Ia rindu sekali kedatangan suaminya. Pesan yang dia kirim, hanya dibalas sekenanya. Tak ada basa basi romantis, membuat Kinan hanya bisa parah menikmati dinginnya suasana rumah tangga yang terasa hambar.Setiap dia sedih, dia tuangkan pada sebuah tulisan novel. Dia ketik untaian demi untaikan, hingga apa yang dia resahkan menjadi sebuah karya yang siap untuk diterbitkan di aplikasi. “Bismillah, semoga judul yang ini akan sedikit mengubah ekonomiku sendiri. Setidaknya jika tidak dihargai suami dan mertua, aku bisa menghargai diriku sendiri,” batin Kinan bermonolog sendiri.Dia mulai menggencarkan aksi promosi sesuai yang diajarkan sahabatnya. Dia mem
Aldo mencubit lengan Kinan dan Kinan mengaduh. “Mimpi bukan?” tanya Aldo kembali tersenyum.“Ya sudah, Kinan mandi dulu. Tapi Mas jangan ngilang lagi. Takutnya ini mimpi,” ucap Kinan.“Ya.”Aldo melepaskan bajunya setelah Kinan masuk kamar mandi. Dia merasakan bahwa ponselnya bergetar dan kali ini Hana memanggilnya. Bosnya itu memang senang sekali menghubunginya akhir-akhir ini. Namun, selama ini Hana sangat baik padanya dan tidak segan memberinya uang jika ingin sesuatu. Bahkan saat dia izin untuk pulang karena mendengar Kinan sakit, Hana memberikan uang lumayan banyak untuk berobat Kinan katanya.“Selamat sore, Bu.”“Duh, masih saja panggil Bu. Ini bukan jadwalnya kerja, Al.”“Iya, Mbak Hana. Kenapa?”“Gimana kondisi istri kamu? Baik-baik saja?” tanya Hana.“Alhamdulillah, tadi saat sampai di rumah sih kayaknya dia hanya kecapean. Belum saya ajak ke dokter, masih disuruh mandi. Dia belum mandi kayaknya berhari-hari,” jawab Aldo yang tak malu menceritakan Kinan pada Hana.“Masih kamu
“Mas, kenapa sih akhir-akhir ini jadi sibuk nginep di luar kota?” tanya Kinan.“Ya kan banyak hal yang harus kita capai, Kinan. Mumpung belum ada banyak tanggungan, kita harus nabung buat masa depan.”Kinan membantu suaminya berkemas kembali bekerja. Suaminya memang hanya pulang sebentar dan sudah beraktifitas setelah semua urusan di rumah selesai. “Mas, kita ngontrak saja ya? Lagian Ibu juga udah ada Indah sama Mbak Rini yang sering datang.”“Mereka kan sibuk sama aktivitas mereka. Mbak Rini sibuk ngurus anak-anaknya, Indah juga sedang mempersiapkan kelahiran anaknya. JAdi nggak boleh kecapean.”Kinan hanya bisa menghela napas panjang. Selalu seperti itu alasan jika dia mengajak suaminya mengontrak rumah.“Kita cari kontrakan yang dekat dengan rumah Ibu saja kalau Mas masih ingin Kinan berbakti di sini. Sungguh, Kinan butuh waktu istirahat yang cukup.”“Bukankah selama Mas kerja kamu juga selalu istirahat di rumah? Jangan banyak ngeluh, Kinan. Mas lebih lelah di luar sana dan kamu j
“Hahaha, rasain kamu. Lagian, punya mulut gak disekolahin. Mantu aja belagu. Tak doakan semoga adikku yang ganteng paripurna itu banting setir cari istri lagi yang lebih baik dari kamu.”Kinan tak marah. Dia berdiri, menaikkan tangannya di pinggang, mengacak dan melotot dengan senyum sinisnya.“Yakin, istri baru Mas Aldo akan betah punya Kakak Ipar matre, reseh, cerewet dan hobi julid kayak situ? Kalau kata Kinan sih, mustahil. Tapi kalau mau coba, silahkan. Tapi sesuatu yang Mbak ucap tadi, Kinan harap sih nggak terjadi sama bapaknya si Iki. Kasihan soalnya, bininya hanya hobi cari masalah, tentunya pasti Mbak nggak akan kasih ampun itu suaminya. Bukan cari uang lagi di luar kota, tapi cari bini lagi.”“Berani kamu …!”"Maaf, dengan Bu Rini?" tanya seorang lelaki yang baru saja turun dari motor menghampiri Kinan dan Rini."Iya, kenapa, Mas?""Maaf, ini ada surat dari koperasi. Harap dibayar tepat waktu ya, Bu. Jangan sampai telat seperti kemarin." Ucapan lelaki yang Kinan yakin itu