Share

Melawan

Wanita itu pun bangkit, "Maaf Bu! Aisyah lagi lelah, jadi Aisyah tidak ingin berdebat. Wajar jika Putri bisa membelikan Ibu brownies yang mahal dan enak, karena kami tentu saja sangat berbeda. Dia adalah anak orang kaya, sedangkan saya hanya penjual nasi uduk keliling," jawab Aisyah dengan telak.

"Berani kamu ya menjawab pertanyaan saya!" marah Bu Lisa

Sementara Putri hanya bersandar di pintu melipat kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum sinis, saat melihat Bu Lisa begitu sangat membenci Aisyah.

"Maaf Bu, saya tidak menjawab. Hanya saja, memang tadi ibu kan yang menginginkan saya menjawab pertanyaannya?"

"Kau!" Lagi-lagi Bu Lisa mengangkat tangannya hendak menampar wajah Aisyah, namun kali ini wanita itu menahannya.

"Jika Ibu membenci saya, usir saja saya dari rumah ini. Kenapa Ibu masih mempertahankan saya? Dan minta saja anak ibu Mas Andre, untuk menceraikan saya! Boleh Ibu mencaci maki saya, tapi ingat Bu! Kesabaran orang itu ada batasnya. Saya bukan Nabi yang mempunyai kesabaran seluas langit dan bumi," ujar Aisyah sambil menghempaskan tangan Ibu mertuanya.

Bu Lisa sempat terpaku saat melihat keberanian Aisyah yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Padahal selama ini Aisyah selalu menuruti apa kata dirinya.

"Wah Bu! Dia berani sekali melawan ibu? Sampai menantang agar Mas Andre menceraikannya. Apa dia tidak sadar, jika diceraikan oleh Mas Andre mau tinggal di mana? Bukankah dia sudah diusir ya sama keluarganya?" Putri memanas-manasi keadaan.

Sebab dia ingin Aisyah semakin dibenci oleh Bu Lisa, dan wanita itu juga ingin Aisyah semakin disiksa.

"Kamu ingin pergi dari rumah ini? Jangan pernah bermimpi! Sebaiknya kamu sekarang ke belakang, cucian banyak!" Bu Lisa mendorong tubuh Aisyah.

Lagi-lagi wanita itu hanya diam saja, dia bisa saja melawan, tapi Aisyah sudah terlalu letih berjualan hingga tenaganya sampai rumah harus diperas lagi dengan pekerjaan yang begitu menumpuk.

Dia melihat cucian piring dan cucian pakaian kotor begitu banyak, sejenak wanita itu menghela nafas dengan berat.

"Sepertinya aku memang harus beli mesin cuci, tapi apa iya uangku cukup?" gumam Aisyah yang sudah kelelahan.

"Aisyah!" teriak Bu Lisa saat wanita itu sedang mencuci piring kotor.

Setelah menyelesaikan cuciannya, Aisyah pun berjalan ke ruang tengah. "Iya Bu," jawab Aisyah.

"Lslet banget sih jalannya kayak siput. Sini kamu!" bentak Bu Lisa sambil melambaikan tagannya.

Aisyah duduk di sofa, "Ngapain kamu duduk di situ? Duduk tuh di lantai, jangan di sofa! Nanti kotor sofa saya."

Aisyah pun menurut, "Kenapa Bu?" tanya Aisyah dengan wajah yang datar.

"Pijitin kakiku dong! Pegel banget." pinta Putri sambil menaruh kakinya di atas meja.

Aisyah mengangkat satu alisnya menatap dengan heran ke arah Putri, "apa! Kamu memintaku untuk memijit di kakimu?"

"Kenapa? Kamu tidak mau? Ya sudah, kalau tidak mau aku akan telepon Mas Andre dan aku akan mengadu kalau kamu sudah menyakitiku dan tidak mau menuruti semua apa yang ku mau. Jadi kamu tahu sendiri lah akibatnya." Putri menatap sinis ke arah Aisyah.

"Silakan kamu telepon Mas Andre, saya tidak takut. Lagi pula, di sini kamulah madunya dan saya istri pertama. Seharusnya saya yang meminta kamu untuk memijiti kaki saya! Bukan sebaliknya. Lagi pula, pekerjaan saya di belakang masih banyak." Aisyah bangkit dari duduknya dan berkata dengan nada yang dingin.

Kemudian dia berjalan ke arah dapur kembali, namun lagi-lagi Bu Lisa membentak dirinya, "berani kamu menolak permintaan Putri, hah!"

Aisyah menatap ke arah mertuanya yang saat ini tengah melihatnya dengan tatapan yang tajam dan penuh amarah.

Selama ini dia selalu diam dan mengalah, selalu menuruti apa yang mertuanya mau. Tidak pernah membantah sedikitpun, karena bagi Aisyah Ibu Lisa sudah ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri. Namun, jika ia terus-terusan diinjak harga dirinya, apakah Aisyah akan diam saja? Tentu tidak.

"Maaf Bu, pekerjaan saya di belakang masih banyak. Lagi pula, Putri tidak ngapa-ngapain kan? Jadi apa yang perlu dia keluhkan? Jika ingin mengadu kepada Mas Andre, silahkan! Aku sudah sangat kebal dengan siksaan dari kalian semua."

Setelah mengatakan itu Aisyah melanjutkan kembali jalannya, dia tidak menghiraukan teriakan dari Bu Lisa yang terus memanggil dirinya dengan emosi.

"Lihat Bu! Sekarang menantu ibu itu sudah berani melawan. Apa ibu akan membiarkan itu semua? Dia merasa ratu di rumah ini, dan sepertinya dia akan menindas ku, Bu." Putri memancing emosinya Bu Lisa.

"Kamu benar, Nak. Sepertinya wanita itu perlu dikasih pelajaran!" Bu Lisa berkata dengan ada yang marah, kemudian dia berjalan ke arah dapur di mana saat ini Aisyah tengah menata lauk sisa jualannya di atas meja.

Wanita tua itu melihat ada sambal kacang yang tidak habis di mangkok, kemudian dia mengambilnya dan langsung menumpahkannya ke wajah Aisyah, membuat wanita itu seketika menjerit karena kepanasan dan kepedesan.

Dengan cepat Aisyah berlari ke arah wastafel dan mencuci wajahnya.

"Aaaakhh! Pedaas!" jerit Aisyah sambil membasuh wajahnya.

Sementara Bu Lisa hanya tersenyum menyeringai. "Rasakan itu! Kamu sudah berani melawanku, jadi kamu rasakan akibatnya. Itu belum seberapa. Jika kamu masih berani untuk tidak menuruti semua ucapanku, aku bisa melakukan lebih dari itu, paham!" bentak bu Lisa, kemudian dia pergi dari dapur dan tidak menghiraukan rasa sakit yang diderita oleh Aisyah.

BERSAMBUNG......

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Lisbet Sinaga
buat cerita yg masuk akal sikitlah
goodnovel comment avatar
Ervina Chesika
dasar mertua g punya hati
goodnovel comment avatar
Bilal Al Imni
gitu syah melawan. good job
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status