Craig selalu sulit duduk diam. Sekarang ia merasa harus melakukannya untuk waktu yang tak terbatas. Sesudah dua hari terikat di mejanya, ia gelisah. Tugasnya tak terselesaikan. Yang bisa ia lakukan kini hanyalah menatap ke luar jendela kantor menembus keremangan kelabu pusat kota New York sambil bertanya-tanya.Di mana dia gerangan?Laporan-laporan yang masuk dari lapangan hanya singkat tapi tak bisa dikatakan manis. Tidak terlihat tanda-tanda kehadiran Gladys di mana pun. Tidak ada jejaknya. Bagaimana dia bisa raib seperti ini?Rutinitas membuatnya gila. Telepon berdering di kantornya, ia mendengarkan perkembangan situasinya, lalu membanting kembali teleponnya. Craig ditengah dilanda frustrasi. Pencariannya selama ini, mencari tahu keberadaan Sylvia Sanders, sejauh ini tidak mendapatkan titik terang. Tugas yang diembannya juga tidak dapat ia selesaikan.Telepon kembali berdering. Craig menyambarnya, menyiapkan diri untuk menerima kabar yang sama. ‘Grissham,’ katanya.Craig tidak mend
Craig terkapar lunglai di lantai kamar mandi, berlumuran darah, muntahan dan cairan berwarna kuning dari dalam tubuh yang jelas seharusnya tidak pernah keluar.Tiba-tiba ia merasa sebahagia keledai di tengah kubangan.Tidak penting kalau ia masih kesakitan. Ia masih hidup. Ia bisa melewati ini.Dan mampu menelepon.”Layanan darurat sembilan-satu-satu."Satelit telah menyambungkannya. Bantuan akan tiba beberapa menit lagi. Ia hanya perlu memberitahu mereka di mana dirinya berada.Lega luar biasa.Craig berbicara kepada wanita operator itu. ‘Namaku Agen Daren Grissham dari FBI dan aku— sedang ditembak!’Ia dengar letusan pistol lagi dan melihat serpihan kayu berhamburan dari pintu kamar mandi. Sebutir peluru mendesing dekat telinganya dan memecahkan ubin dinding di belakang Craig. Kejadiannya hanya sekejap, tapi rasanya seperti dalam gerak-lambat.Hingga tembakan kedua menyusul. Satu-satunya yang dirasakan seseorang pasti adalah kesakitan. Ia beruntung saat tembakan pertama. Tapi tidak
Craig memondong setangkup kayu bakar dan menyalakan tungkunya. Lalu menanyakan kepada Gladys apa lagi yang perlu ia lakukan."Sudah cukup," katanya sambil mencium pipi Craig. "Akan kutangani semua mulai sekarang."Craig meninggalkan Gladys sendirian di dapur kecilnya dan bersantai di sofa ruang duduk dengan satu-satunya bahan bacaan di sana, serial Motinggo Busye, terdapat majalah tua juga, edisi empat tahun yang lalu. Di tengah-tengah artikel mengenai pertandingan baseball club favoritnya, Gladys berseru, "Makan malam sudah siap."Craig kembali ke dapur dan duduk menghadap hidangan jamur Champignon, nasi, dan salad romaine serta kerang. Untuk minumannya, tersedia sebotol pinot grigio. Terlihat menggugah selera.Gladys mengangkat gelas dan bersulang, "Ini untuk malam yang indah.""Untuk malam yang berkesan," ulang Craig.Mereka mengadu gelas dan mulai makan. Gladys bertanya kepada Craig apa yang tadi ia baca dan Craig menceritakan mengenai artikel klub baseball itu."Kau suka baseball
Evander Craig tidak benar-benar ingin berjalan-jalan di bawah sinar bulan, tapi tetap saja pergi. Hanya ia dan Gladys Brown.Atap mobil diturunkan dan udara malam menerpa, sejuk dan kering. Jalannya, papan-papan tandanya, segalanya tampak buram. Gladys membelokkan mobil memasuki jalan pedalaman Green Grass Boulevard ke jalan bebas hambatan, dan Craig ikut saja.Apa yang sedang ia lakukan ini?Itu pertanyaan paling mendesak. Sayang sekali tidak memiliki jawaban.Yang ada di benak Craig sesaat setelah mengakhiri percakapannya dengan Billy yang lalu adalah ia perlu melakukan satu hal : menjauhi Gladys.Tapi di sinilah ia berada, duduk di samping Craig, lebih cantik, lebih menawan, lebih memabukkan dari kapan pun. Apa ini kesan terakhir?Atau ini sebuah pengingkaran?Atau kegilaan sementara?Apa ada bagian dari dirinya yang berharap para pakar komputer itu tidak menemukan kaitan, tidak menemukan apa pun? Bahwa Gladys mungkin saja tak bersalah? Atau, apakah ia ingin dia lolos sesudah melak
'Bagaimana caramu menggeledah tas tangannya tanpa sepengetahuannya?’ tanya Billy bersemangat.Well, kau mengerti, Bos, sesudah Gladys dan aku bersenang gila-gilaan di ranjang bujanganku, aku menunggu sampai dia tertidur. Lalu aku menyelinap keluar ke dapur dan menggeledah tasnya.Kalau dipikir-pikir lagi…‘Aku punya cara,’ ujar Craig. ‘Bukankah itu alasanmu memilihku untuk tugas ini?’‘Katakan saja kau memiliki catatan prestasi, Grissham, dan kau tersedia.’Keesokan harinya Craig duduk di kantor di belakang mejanya, memberitahukan perkembangan terakhir kepada Billy di telephon mengenai apa yang terakhir kali mereka diskusikan : “kencan makan malamnya” dengan Gladys. Keprihatinan utama Billy adalah, Craig mungkin mendesak—-hingga bisa saja membuat Gladys ketakutan dan pergi.Ha?Begitu ia meyakinkan Billy bahwa bukan itu yang terjadi, perhatiannya beralih pada apa yang ia temukan dalam tas tangan Gladys.‘Siapa nama penipu itu tadi?’ tanya Billy.‘Steven Dougherty.’‘Dia pengacara paj
"Tapi ini bukan pernikahan yang sebenarnya, Papa. Suaminya cacat. Claire bertahan dengannya hanya karena loyalitas dan tugas. "Itu pilihannya, Toni," kata Wilman."Hanya karena ia merasa tak punya pilihan lain." “Apa maksudmu?" tanya Caren tajam.Mata Anthoni bergerak-gerak gugup. "Kalian merancang kecelakaan untuk istri pertama suami Magdalena agar pria itu bebas menikahinya."Wilman mengabaikan kesiap Caren. Bukan karena Caren tak tahu mengenai situasi itu. Namun, tak satu pun dari mereka menyadari ada orang lain dalam keluarga tahu apa yang telah mereka lakukan untuk keponakan mereka."Itu situasi yang berbeda, Toni," kata Wilman.Anthoni Larue melipat tangan di dada; mulutnya berkedut menentang. "Kenapa itu berbeda?""Kakakmu sangat putus asa dan mengancam hendak bunuh diri, sehingga kami tak punya pilihan lain untuk menolongnya.”Air mata memenuhi mata indah putranya. "Aku pun putus asa. Hatiku hancur memikirkannya. Claire masih muda dan sangat berani, tapi semangatnya akan seger