Tapi tetap saja Evan Craig harus menjaga jarak. Itu sampai Gladys membuktikan bahwa ia bukan sopir bus pulang-pergi. Lebih cocok jadi pembalap Formula Satu.Semakin Craig ngebut, semakin cepat Gladys melaju. Bukannya berbaur dengan mobil-mobil lain, Craig terpaksa melesat menyalip mereka. Hilang sudah sifat tidak mencolok minivan-nya.Sialan.Lampu merah. Craig sudah menerobos lampu merah sebelumnya, tapi yang satu ini di persimpangan. Gladys berhasil melewatinya dan ia tidak. Sementara ia menjadi sebintik kecil di kejauhan, ia tak bisa berbuat apa-apa kecuali memaki dan menunggu. Bayangan bahwa ia sudah terbang jauh-jauh kemari hanya untuk kehilangan wanita itu membuat perutnya bergolak.Lampu hijau!Craig menekan pedal gas dan klakson persamaan, saudaranya berdecit. Permainan telah berubah menjadi pengejaran dan menghadapi resiko serius kehilangan dirinya. Craig melirik spedometer. Sembilan puluh, seratus, seratus dua puluh kilometer per jam. Itu dia!Craig melihat mobil Gladys di
"Katakan, Ryan, apa yang menunggumu di California hari ini?”“Selusin investor yang berani menanggung risiko. Dan pena.”“Kedengaranya menjanjikan. Kuanggap pena itu untuk tanda tanganmu.”“Semacam itu.”Gladys menduga pria itu akan menelaah dirinya, tapi ternyata tidak. Ia tersenyum. “Padahal aku sudah mengaku aku tukang tumpuk, tapi kau justru bersikap malu-malu terhadapku.”Ryan bergeser di kursi dekat jendela nya, keheranan bercampur gembira. “Untuk yang kedua kalinya, kau benar sekali, oke, tahun lalu aku menjual perusahaan piranti lunakku. Sore ini aku mau membeli perusahaan yang baru. Membosankan sebetulnya."“Kurasa tidak. Ngomong-ngomong, selamat! Dan para investor tadi mereka berani menanamkan modal padamu?”“Menurutku, kenapa harus mempertaruhkan uang sendiri kalau ada orang lain yang bersedia mempertaruhkan uang mereka?”“Setuju sekali.”“Sekarang, bagaimana denganmu, Gladys? Apa yang menunggumu di California hari ini?”“Klien," katanya. “Aku Decorator interior."Ryan meng
Evander Craig pergi untuk beberapa keperluan dan akhirnya kembali ke kantor. Selusin kali sepanjang sisa sore itu, Gladys ingin mengakhiri penguntitannya, dan selusin kali ia memaksa diri untuk tetap berada dalam mobil yang diparkir sekitar satu setengah blok dari kantor Craig.Gladys penasaran mengenai apa yang akan terjadi malam harinya. Apakah Evander Craig memiliki kehidupan sosial? Apa ada yang dipacarinya?Sekitar pukul enam, jawaban mulai muncul. Lampu lampu di Centeniel Life Insurance padam dan Craig berjalan keluar dari gedung itu. Tapi sepertinya ia tidak akan ke bar, atau makan malam di luar, juga tidak menemui gadis mana pun. Paling tidak bukan malam ini. Sebaliknya, ia membeli pizza dan langsung pulang. Pada saat itulah Gladys mendapati bahwa memang ada yang disembunyikan Craig : ia tidak sekaya yang dia ingin disangka orang, kalau melihat tempat tinggalnya. Apartemennya di PleasantVille hanya berupa bangunan kumuh di antara bangunan bangunan kumuh lain, mirip deretan ruk
"Aku menghargai nya, Mr. Craig. Ini kejutan yang menyenangkan.”“Please, panggil aku Evan.”“Kalau begitu panggil aku Gladys“Baiklah, Gladys.” Ia melirik dari balik bahu Gladys ke Mercedes merah miliknya di jalan masuk. Dengan tutup bagasi masih terangkat. “Mau bepergian?”“Ya, sebenarnya..."“Ada tujuan yang menarik?”“Tergantung pada pendapatmu mengenai Florida selatan.”“Seperti kata orang, tempat yang menarik untuk dikunjungi.Tapi aku tidak tertarik tinggal di sana.”“Harus aku katakan itu kepada client ku di California. Atau mungkin juga tidak?”“Kau bekerja di bidang apa kalau aku boleh tahu?”“Aku Decorator Interior.”“Yang benar saja. Pasti menyenangkan. Maksudku, tidak banyak pekerjaan yang memberikan kesempatan menghabiskan uang orang lain, bukan?”“Tidak, kurasa tidak. Kalau di California,...” Gladys melirik arlojinya. “Ups, ada yang terlambat ke bandara.”“Silakan, silakan berangkat lah.”“Well, sekali lagi Mr. Craig--- ia menahan diri Evander, Evan. Terima kasih sudah m
Alis mata berkerut. “Dia benar-benar mencantumkan namaku sebagai pewaris?”“Iya betul.”“Kapan itu?”“Maksudmu kapan polis disahkan?”Ia menggangguk.“Ternyata belum lama. Lima bulan yang lalu.”“Sekarang baru jelas. Sekalipun saat itu kami baru mulai berhubungan.”Craig tersenyum. “Dia jelas memiliki perasaan yang dalam terhadapmu sejak awal.”Gladys mencoba untuk balas tersenyum, tapi airmata yang mengaliri pipinya menghalangi. Ia mengusap sambil meminta maaf. Craig menyakinkannya bahwa hal itu tidak jadi masalah, bahwa ia mengerti sebenarnya, dan itu boleh dikata menyentuh. Atau dia memang benar-benar mahir.“Armadillo sudah memberiku begitu banyak, dan sekarang ini.” Ia kembali mengusap air matanya. “Aku rela berkorban apa pun agar dia bisa kembali kepadaku.” Gladys menghirup kopinya. Craig juga. “Apa yang harus dilakukan? Aku rasa ada yang harus aku...Sebelum pembayaran dilaksanakan betul?”Craig agak mencondongkan tubuh di atas meja dan menggenggam cangkirnya dengan dua tangan.
Evander Craig baru saja membersihkan lensa digicamnya ketiga kalinya dalam waktu dua puluh menit.Disela-selanya, ia menghitung jumlah jahitan pada bungkus kulit roda kemudi(402), memprogram ulang posisi jok pengemudinya (agar naik dan sedikit lebih maju), lalu mempelajari tekanan optimal untuk jenis ban yang ada di BMW 330i (tiga puluh PSI di depan dan tiga puluh lima di belakang, menurut buku panduan di laci dashboard). Rasa bosan pun muncul.Mungkin seharusnya ia menelepon terlebih dahulu, tapi ini sudah menjadi keputusannya. Perkenalan ini harus dilakukan secara langsung. Bertatap muka. Berbicara langsung. Bahkan dengan resiko ia tertidur sementara menunggu mobilnya datang.Seandainya tahu bahwa kegiatan hari ini ternyata berubah jadi pengintaian, ia pasti sudah bawa donat atau camilan apapun itu. Di mana dia?Sepuluh menit kemudian ia melihat dari seberang Central Drive, sebuah Mercedes merah menyala memasuki jalan masuk rumah mendiang tunangannya itu. Mobil berhenti di depan, da