Share

Bab 4 – Aku Suamimu, Kamu Istriku

Di saat kekhawatiran Cecilia mencapai puncak, Valency pun menjawab dengan senyuman tipis, “Aku dikejutkan oleh Dekan yang mengabarkan kalau beasiswa tingkat lanjutan yang kuajukan disetujui. Akhirnya, aku pun harus kembali ke kampus untuk mengurus berkas-berkasnya.”

Mendengar itu, Cecilia memaki dalam hati, ‘Sial, kukira apa … ternyata beasiswa bodoh saja!’ Namun, di depan Valency, Cecilia memaksa untuk bersikap senang. “W-wah, selamat ya, Lency!”

Tampak senyuman Cecilia agak canggung karena sebelumnya memang sempat terkejut.

Sudut bibir Valency terangkat semakin tinggi. “Kamu kenapa ketakutan begitu? Seperti habis tertangkap basah selingkuh saja.”

Ucapan Valency membuat sekujur tubuh Cecilia menggigil, jantungnya berdebar kencang. Gadis itu pun tertawa palsu kepada Valency.

“Apa sih Lency? Bercandamu ada-ada aja,” balas Cecilia. Dia dengan cepat mengalihkan topik. “Syukur deh kamu dapat beasiswa itu. Tapi sayang ya, kamu jadi gak rayain hari jadian sama sekali kemarin?” 

“Ya begitulah. Sepertinya Felix juga sibuk, dia bahkan belum menghubungiku sejak kemarin,” jawab Valency dengan wajah sedih.

Cecilia menepuk-nepuk bahu Valency. “Tenanglah, mungkin dia sibuk mengurus sesuatu.” Dalam hatinya, gadis itu malah tertawa mengejek. “Ya, Felix kemarin memang sibuk berada di antara pangkal pahaku.”

Dengan puas, Cecilia menertawakan kebodohan dan kenaifan Valency dalam hatinya. 

Dari pertama kali melihat Valency, Cecilia sudah tahu betapa mudahnya gadis berpenampilan lugu itu diperalat. Menyendiri dan tak punya teman, juga tidak ada rumah yang dikunjungi sewaktu libur panjang. Kentara sekali Valency adalah seorang yatim-piatu dengan latar belakang rendahan yang kurang perhatian.

Orang seperti ini … kalaupun pintar dan bertalenta, akan lebih baik digunakan sebagai alat mendongkrak reputasi! Itulah alasan Cecilia mengenalkannya kepada Felix agar mereka bisa puas menggunakan Valency seperti sekarang!

Selagi memuji kepintaran dirinya karena bisa merencanakan hal seperti itu, ponsel Cecilia mendadak bergetar. Melihat siapa yang mengirimkan pesan, Cecilia pun tersenyum lebar.

“Kalau begitu aku pergi dulu ya. Aku ada janji belajar bersama dengan temanku.” Cecilia melambaikan buku catatan Valency. “Buku ini kupinjam dulu!”

Tanpa menunggu jawaban, Cecilia langsung melenggang keluar dari kamar. Valency melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan, tak lupa juga menyertakan senyum manis. 

Begitu Cecilia pergi sepenuhnya, senyum palsu Valency seketika luntur terganti dengan wajah datar dan tatapan dingin. Dia keluar kamar dan melangkah ke jendela lorong asrama yang langsung menyajikan pemandangan parkiran. 

Beberapa menit menunggu, Valency bisa melihat Cecilia berlari keluar asrama dan masuk ke dalam sebuah mobil yang sudah menunggu. Samar-samar dari kaca depan yang tembus pandang, tampak Cecilia memeluk Felix yang sejak tadi menunggunya. Bahkan dengan tak tahu malu mereka sempat saling bertukar kecupan mesra, tak memperdulikan orang-orang lewat yang bisa melihat. 

Mata Valency menyapu pemandangan di sekitar keduanya, menyadari tidak ada orang lain yang terganggu dengan kemesraan keduanya, bahkan dia melihat salah satu teman kelasnya menyapa Felix dan Cecilia dengan ramah dari jendela yang terbuka. 

Kini, Valency sadar bahwa semua orang sudah tahu tentang hubungan dua orang di bawah sana. Hanya dialah yang berperan sebagai manusia bodoh selama ini!

Seraya menghela napas panjang, Valency pun berbalik kembali ke kamar. Pancaran matanya menggambarkan aura gelap yang sangat kenal, siap menebas semua orang yang memperalat dan merendahkannya.

Tenanglah, Valency. Pembalasanmu akan segera dimulai.

**

Usai membereskan barang-barangnya dan memastikan tak ada yang tertinggal, Valency keluar dari asramanya. Tidak lupa dia mengurus berkas keluar asrama dan mengembalikan kunci kamarnya pada kepala asrama.

Setelah memanggil taksi dan masuk ke dalamnya, Valency pun berkata, “Ke alamat ini ya, Pak.” Dia menunjukkan alamat rumah Jayden kepada sopir. 

“Siap, Nona.”

Baru saja menyandarkan punggung di kursi mobil, sebuah pesan diterima oleh Valency.

[Masih lama?]

Itu dari Jayden!

[Dalam perjalanan.]

Valency membalas pesan pria itu.

[Oke.]

[Hati-hati.]

Dua kata yang dikirimkan pria itu membuat Valency agak terkejut. 

‘Hati-hati’.

Dua kata perhatian sederhana yang tidak pernah sebelumnya didapatkan Valency dari pria mana pun, termasuk Felix.

Pandangan Valency pun melembut dan dia mulai mengetik.

[Ya, terima kasih.]

Ah, itu terlihat aneh. Hapus.

[Kamu juga.]

Itu juga aneh! Hapus!

Merasa tidak ada kalimat yang cocok untuk membalas Jayden, Valency pun menutup ponselnya sembari menggigit bibir dan memilih tidak membalas.

Jarak antara asrama menuju alamat yang dikirimkan Jayden memakan waktu sekitar empat puluh menit. Saat tiba di depan gerbang perumahan itu, taksi Valency dihentikan.

“Ingin ke mana?” Seorang security bertanya.

Valency pun menurunkan jendela dan menunjukkan sebuah alamat. “Ke sini, Pak.”

Melihat alamat itu, sang security terkejut, lalu dia menatap Valency dengan wajah bertanya-tanya. “Nona, bisa nyatakan tujuan Anda ke alamat ini?”

Kening Valency berkerut mendengar pertanyaan itu. Namun, menganggap itu adalah prosedur keamanan perumahan tersebut, dia pun menjawab, “Itu rumah suami saya, Tuan Jayden Spencer.” Khawatir sang security tidak percaya, Valency menunjukkan kartu akses rumah Jayden yang ada di tangannya. “Ini buktinya.”

Melihat kartu akses yang ditunjukkan Valency, security tersebut langsung menegapkan tubuhnya dan berkata, “S-saya mengerti. Silakan lewat, Nona.”

Valency pun tersenyum dan berterima kasih. Taksi yang ditumpanginya pun kembali berjalan.

Tanpa Valency ketahui sang security masih saja kebingungan. ‘Tuan Muda Keluarga Spencer yang dingin itu baru saja menikah?! Ini berita besar!

Melewati gerbang, Valency agak kaget mendapati rentetan rumah mewah di sepanjang penglihatannya. Sekali lihat, gadis itu tahu jika orang-orang yang tinggal di perumahan ini adalah orang-orang dari kalangan elite. Tidak heran keamanannya begitu ketat.

“Sudah sampai, Nona,” ucap sopir taksi kala mencapai alamat yang dituju Valency. Dalam hati sang sopir taksi, dia terkagum gadis berpakaian sederhana itu ternyata adalah nyonya dari rumah besar di depan mata.

Bersamaan dengan Valency yang turun dari taksi, pintu pagar di hadapannya juga terbuka dan memperlihatkan Jayden yang menunggu di depan teras. Pria itu langsung menghampiri Valency sementara sopir taksi mengeluarkan koper gadis tersebut dari bagasi. 

“Hanya ini barangmu?” tanya Jayden memastikan, melihat Valency yang hanya membawa sebuah koper kecil saja. 

Valency tersenyum kecil diikuti anggukan kecil. “Iya. Aku tidak punya banyak barang,” jawabnya. Dalam hati, gadis itu menambahkan, ‘Lebih tepatnya, tidak punya banyak uang untuk membeli barang.” 

Jangankan untuk membeli barang baru, selama ini untuk makan saja Valency harus bekerja paruh waktu selain melakukan magang. 

Jayden terdiam, pria itu tahu apa yang ada di pikiran Valency. Namun, dia tidak akan mengatakan apa pun agar gadis itu tidak merasa tersinggung.

“Berapa, Pak?” tanya Valency pada sopir taksi yang membawanya. 

“Aku saja,” ucap Jayden memotong Valency yang hendak membayar. Dia segera membuka dompetnya dan mengeluarkan uang ratusan ribu, memberikannya pada sopir taksi. 

Menerima uang sebanyak itu, sang sopir taksi terbelalak. “T-Tuan, ini terlalu banyak.”

“Ambil saja lebihnya. Itu hadiah karena sudah mengantar istri saya dengan selamat,” balas Jayden seraya meraih koper Valency. “Ayo masuk,” ajaknya. 

Valency yang agak tercengang dengan ucapan Jayden tidak sempat bereaksi saat pria itu meraih kopernya. Saat sadar, dia buru-buru mengejar Jayden.

“A-aku bisa bawa sendiri.” Gadis tersebut hendak merampas kopernya dari tangan Jayden, tetapi dengan cepat pria itu menjauhkannya dari jangkauan Valency. 

“Kamu istriku. Sebagai suami, sudah tugasku membantumu dalam hal seperti ini.”

Kedua pipi Valency seketika memerah, hatinya menghangat mendengar ucapan Jayden. Perhatian asing yang tak pernah dia dapatkan bahkan dari Felix yang selama ini berpacaran dengannya membuat gadis itu merasa agak canggung. 

Pandangan Valency menatap lurus pada punggung Jayden yang telah berjalan masuk mendahuluinya dengan mengangkat koper di tangan kanannya. 

Selagi Valency menatapnya, Jayden yang telah sampai di teras rumahnya pun berbalik saat tak mendapati keberadaan Valency di sebelahnya. Menemukan istri barunya itu terbengong di luar, Jayden menautkan alis.

“Kenapa diam saja?” panggil pria itu membuat Valency tersentak. “Kemari.”

Titah itu membuat Valency berlari kecil menghampiri Jayden. Hal tersebut entah kenapa membuat gadis tersebut tampak seperti kelinci yang sedang menyusul induknya.

Tanpa sadar Jayden tersenyum, hanya untuk sekilas, sebelum akhirnya ekspresi pria itu kembali datar dan dia meraih tangan Valency untuk menggenggamnya. 

Mulanya Valency terkejut, tetapi dia kemudian mendengar Jayden berkata, “Jangan tertinggal lagi.”

Alhasil, Valency hanya bisa menganggukkan kepala dengan wajah merona sembari berjalan bersama Jayden di sisinya.

Creative Words

Aduh duh duh ... Tuan Jayden ... jangan sweet sweet dong. Kulipet juga nih bumi :") Terima kasih sudah baca sampai akhir! Semoga suka dengan karya ini! Kalau kalian suka, jangan lupa untuk berikan like, vote, dan comment yaa! Biar author tahu tanggapan kalian terhadap karya ini, terima kasih!

| 8
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Yeni Hermayanti
hmm soooo sweeeeeettt.........
goodnovel comment avatar
Al Fiana
alur ceritanya Kya pernah baca, tpi beda nya yg tak baca itu minyak wangi, klo yg ini perhiasan,, semangat thor
goodnovel comment avatar
ShalomAbel Tuhuleruw
sangat cocok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status