Share

Bab 3 – Menjadi Nyonya Spencer

Jayden menganggukkan kepala mendengar jawaban Valency. Dia mengambil sebuah map coklat dan meletakkannya di hadapan gadis itu. 

“Apa ini?” tanya Valency kepada Jayden.

“Kontrak pernikahan, tanda tangani,” titah pria itu. 

Valency mengambil dokumen yang diberikan Jayden dan membaca isi dari kontrak yang tertera. Sulit untuk dipercaya, semua persyaratan tertuang dengan sangat detail di dalam sana, seolah Jayden telah menyiapkan semuanya dari jauh hari! 

Menepiskan keterkejutan itu, Valency tetap menandatangani kontrak tersebut dan memberikannya pada Jayden. Pria itu melakukan hal yang sama dan memberikan salinannya kepada Valency.

“Ayo,” ucap Jayden seraya melangkah meninggalkan ruang kantornya.

Valency bergegas mengejar Jayden. “Ke mana?” tanyanya dengan sedikit berlari.

Di dalam lift bersama dengan Jayden dan seorang pria yang Valency duga adalah asisten pribadi pria tersebut, Valency mendengar presdir Diamant Corp itu menjawab, “Kantor catatan sipil. Kita menikah hari ini.”

Valency sangat terkejut, tapi Jayden tidak terlihat akan menerima penolakan. Alhasil, dia pun mengikuti pria tersebut pergi ke kantor catatan sipil dalam diam. 

Hanya dengan menandatangani surat-surat dan berfoto bersama, kini Valency dan Jayden pun telah resmi menjadi sepasang suami-istri di mata hukum negara. Semua berlalu begitu cepat, seperti mimpi.

“Karena kita sudah menikah, tinggallah bersamaku.” Jayden berkata kepada Valency seraya memberikan akta nikahnya kepada sang asisten pribadi. “Aku akan menjamin seluruh kebutuhanmu selama kamu menjadi istriku.” Pandangan pria itu mendarat pada gadis tersebut. “Mengenai pendidikanmu, aku juga bisa menanggungnya."

Valency merasa permintaan Jayden masuk akal. Karena sudah menikah, maka harus tinggal bersama. Oleh karena itu, dia menyetujuinya. Terlebih bila mengingat kembali ke asrama berarti harus tinggal dan bertemu dengan Cecilia setiap hari.

“Oke,” jawab Valency singkat. “Tinggal bersama bukanlah masalah, tetapi perihal pendidikan, saya adalah murid beasiswa, jadi Tuan Spencer tidak perlu khawatir.”

“Jay.”

Valency mengerjap bingung mendengar Jayden menyebut namanya sendiri. “Apa?”

“Kamu istriku dan aku suamimu. Suami-istri macam apa yang berbicara dengan begitu sopan?” Jayden menekankan, “Panggil aku Jay.”

Wajah Valency bersemu merah. Dengan kepala sedikit tertunduk, dia berkata sedikit tergagap, “J-Jay ….”

“Itu lebih baik.” Jayden menyunggingkan sebuah senyuman tipis, membuat Valency terpana. “Aku harus kembali ke kantor, sekarang kamu ke mana?”

Valency pun menjawab, “Aku harus mengurus beberapa hal di asrama. Selesai itu, baru aku bisa ke tempatmu.”

Mendengar hal ini, Jayden pun menganggukkan kepala. “Aku akan kirimkan alamat rumahku nanti.” Pria itu menegaskan kembali, “Ingat, sekarang kamu adalah Nyonya Spencer. Jika perlu bantuan, langsung katakan padaku.”

Seusai Jayden mengucapkan hal itu, pria itu pun berpisah jalan dengan Valency.

Di dalam taksi, Valency memandang ke luar jendela. ‘Aku … menikah begitu saja?’ Dia masih sulit untuk percaya. Semua terasa seperti mimpi, berlalu begitu cepat.

Tidak perlu waktu lama sebelum Valency mencapai asrama. Namun, baru saja membuka pintu, Valency dikejutkan oleh teriakan nyaring seseorang.

“Valency! HP-mu itu sebenarnya buat apa sih?! Aku telepon terus dari tadi gak diangkat-angkat, bahkan pesanku juga nggak kamu balas! Sibuk ngapain aja sih kamu?!” 

Pancaran mata Valency berubah dingin. ‘Ah … Cecilia ….

Dengan santai, Valency masuk ke dalam ruangan, mengabaikan amarah Cecilia.

“Lency, aku lagi ngomong sama kamu!” teriak Cecilia, semakin kesal karena tidak diacuhkan Valency. “Aku capek tau cari kamu kemana-mana, ngerepotin banget! Kamu tahu ‘kan aku paling nggak suka panggilanku nggak diangkat lewat dari lima detik! Teman macam apa sih kamu?!” 

Sembari meletakkan tasnya di atas meja belajar, Valency melirik Cecilia yang terus mengoceh dan memojokkannya. Sungguh, bagaimana bisa selama ini Valency tidak sadar bahwa Cecilia sama sekali tak memperlakukannya sebagai teman? Dia lebih seperti anjing peliharaan yang harus datang ketika dipanggil dan pergi ketika diusir!

“Baterai HP-ku habis,” jawab Valency singkat seraya menggoyang-goyangkan ponselnya yang mati di hadapan Cecilia. “Ada apa mencariku?” 

Kening Cecilia mengernyit, merasa ada yang berbeda dengan sikap Valency hari ini. Biasanya Valency akan langsung meminta maaf padanya jika dia marah-marah seperti tadi, tetapi sekarang gadis itu malah menjawabnya dengan singkat dan seolah tak peduli. 

“Kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Valency dengan kening berkerut. “Kamu sakit? Perlu obat?”

Valency sadar dirinya harus tetap bersabar dan bersikap biasa. Tidak baik kalau Cecilia menyadari ada yang salah dengannya. 

Mendengar perhatian Valency, segera Cecilia menepis prasangkanya. “Nggak, aku nggak sakit.” Dia pun menatap Valency dengan kesal dan berkata, “Di mana buku catatanmu? Aku ada tugas yang harus dikumpulkan besok, jadi perlu referensi sedikit.”

Alis Valency meninggi. Referensi katanya? Jelas-jelas mau mencontek lebih jauh penjelasan desainnya untuk dipresentasikan pada lomba besok, masih berkilah perlu referensi …. 

Namun, Valency hanya tersenyum selagi mengeluarkan sebuah catatan dari dalam tasnya. “Ini.” 

Mendapatkan catatan itu, mata Cecilia langsung berbinar dan dia memeluk Valency dengan erat. “Lency memang yang terbaik! Aku sangat menyayangimu!” serunya dengan nada manis. “Ya sudah, aku pinjam dulu ya! Nanti malam aku akan traktir kamu di restoran seafood kesukaanmu itu, ajak Felix juga biar tambah ramai!” ucap Cecilia penuh semangat.

Valency tersenyum tipis. Restoran seafood kesukaan Valency? Valency saja alergi terhadap sebagian besar makanan seafood! Sejak kapan dirinya punya restoran seafood favorit? 

Kalau Valency masih sama seperti dulu, dia mungkin akan merasa tidak enak kepada Cecilia dan tetap memaksakan diri untuk ikut dengan dugaan temannya itu salah mengingat hal kesukaannya. Dia akan lebih memilih memakan obat alergi sebelum dan sesudah makan daripada melukai hati Cecilia yang di matanya sudah berusaha berbuat baik padanya.

Namun, Valency yang bodoh itu sudah mati, dan Valency yang sekarang … jauh berbeda.

“Aku tidak bisa ikut. Malam nanti ada tugas yang harus dikerjakan,” tolak Valency. 

Cecilia menunjukkan mimik seolah dia kecewa dengan penolakan Valency. Akan tetapi, dalam hati dia bersyukur karena itu berarti dirinya tak perlu buang waktu untuk gadis itu. 

“Ah, sayang sekali. Padahal Felix juga sempat bilang dia rindu makan di sana.”

Lihat, ‘kan? Mereka yang sudah ada janji duluan di restoran itu,’ ejek Valency dalam hati. “Kalian pergi saja, tidak apa-apa.”

“Oke! Aku akan suruh Felix bungkus satu porsi untukmu nanti!” ujar Cecilia. “Oh iya, bukankah kemarin hari jadimu dengan Felix? Bagaimana? Dia memberikan kejutan untukmu? Atau kado apa yang dia berikan padamu?” 

Valency mendengus. Cecilia jelas tahu apa yang terjadi, tapi gadis itu masih berpura-pura bertanya. Entah apa tujuan gadis itu adalah untuk membuat Valency sedih atau agar merasa lebih tinggi karena berhasil menahan Felix di tempat tidur?

Detik berikutnya, Valency menghadap Cecilia dan menatapnya serius. “Sebenarnya, aku kemarin mendatangi apartemen Felix.”

DEG!

Cecilia mematung. ‘Apa?

Pancaran mata Valency berubah dingin ketika melihat kekagetan di mata Cecilia. “Coba tebak kejutan apa yang kudapatkan?”

Cecilia meneguk ludah, merasa pancaran mata Valency sangat mengintimidasi.

“Ke-kejutan? Kejutan apa?” tanya Cecilia. ‘Apa jangan-jangan Lency melihatku bersama Felix kemarin?!’

Creative Words

Waw waw waw! Langsung dibongkar kah kebejatan Cecilia dan Felix?! Terima kasih sudah baca sampai akhir! Semoga suka dengan karya ini! Kalau kalian suka, jangan lupa untuk berikan like, vote, dan comment yaa! Biar author tahu tanggapan kalian terhadap karya ini, terima kasih!

| 8
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ShalomAbel Tuhuleruw
sangat luar biasa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status