Share

JATUH PINGSAN

Nayla bisa mendengar seseorang menanyakan keadaannya, namun, ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa sosok yang telah menopang tubuhnya hingga dirinya tidak terjatuh ke tanah. Tubuhnya terlalu lemah saking tidak bisa menahan rasa sakit yang kini tengah menderanya.

Perlahan penglihatan mulai buram serta pendengarnya mulai tidak begitu jelas. Pada akhirnya ia tak sadarkan diri di pangkuan seseorang yang baru saja menolongnya itu.

Orang yang menolong Nayla kaget, karena tiba-tiba Nayla pingsan. Ia berusaha untuk membangunkan Nayla dengan menepuk-nepuk kedua pipi Nayla. Namun sama sekali tidak ada tanda-tanda Nayla akan membuka matanya.

Alhasil karena posisi mereka sedang ada di depan rumah sakit, orang yang menolong Nayla langsung menggendong dan membawanya untuk diperiksa. Takut ada sesuatu yang serius terjadi dengan Nayla.

Beberapa jam kemudian Nayla mulai tersadar dari pingsannya, kedua matanya mulai mengerjapkan berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya yang amat membuatnya silau.

Nayla melenguh kesakitan, lalu ia mengedarkan pandangannya dan begitu syok saat tahu ternyata Ia ada di kamar rawat rumah sakit. Cepat-cepat Nayla pun terbangun ia berusaha mengingat sesuatu. Kenapa bisa dirinya sudah ada di kamar rawat rumah sakit? Sedangkan yang dia ingat dia masih berada di depan rumah sakit bukan di sini.

Hingga di detik berikutnya, Nayla pun teringat pada sosok yang tadi menolongnya. Sayangnya ia tidak bisa melihat wajah orang itu. Namun samar-samar ia bisa melihat mendengar suaranya bahwa orang yang menolongnya itu adalah seorang pria.

“Sepertinya orang itu yang sudah membawa aku ke sini,” terka Nayla.

Rasa sakit di area bawah perutnya sudah tidak terasa terlalu sakit. Kini wajahnya begitu pucat dan tubuhnya masih terasa lemas. Ia tidak sanggup untuk menemui dokter Samuel padahal dirinya sudah ada janji untuk bertemu.

“Dokter Samuel pasti menungguku, tapi aku tidak mampu berjalan lagi, aku butuh untuk istirahat,” gumam Nayla. Lalu kembali lagi merebahkan tubuhnya.

Nayla memilih untuk mengistirahatkan sejenak tubuhnya. Ia menatap langit-langit kamar rumah sakit. Ia tengah memikirkan nasibnya yang sangat menyedihkan ini. Dia tidak tahu sampai kapan Tuhan memberinya waktu untuk terus hidup di dunia ini. Karena sungguh rasa sakitnya semakin hari semakin terasa menyiksa. Sebelumnya jika sakitnya kambuh tidak sampai ia pingsan, sekarang saking tidak mampu menahan rasa sakit dia harus jatuh pingsan.

Nayla memegang bagian perutnya dengan air mata yang mulai berjatuhan.

“Ya Allah, aku mohon berikanlah kesempatan untuk bisa mengandung, meskipun nyawaku jadi taruhannya. Aku ikhlas ya Allah,” harap Nayla memohon untuk kesekian kalinya.

Menjadi seorang ibu yang sempurna memang keinginan Nayla dari dulu. Tapi dokter mengatakan dirinya tidak boleh hamil karena justru akan membuat penyakitnya semakin parah lagi. Bukan hanya penyakit yang semakin parah tapi nyawanya pun jadi taruhannya.

“Aku tidak masalah jika memang harus meninggal, asalkan aku bisa melahirkan seorang anak untuk Mas Fery. Setidaknya jika nanti aku meninggal, ada sesuatu yang bisa aku berikan untuk suamiku.”

“Meskipun kini aku memintanya untuk menikah lagi tapi jujur ya Allah, dari hati Nayla yang paling dalam ingin sekali memiliki seorang anak yang terlahir dari rahimku sendiri,” lanjut lagi Nayla dengan semakin terisak-isak.

Kali ini dia benar-benar tidak bisa menahan rasa sedihnya. Ia menangis terisak-isak ia tidak peduli jika seandainya ada orang yang mendengar suara tangisannya. Karena apa? karena mereka tidak akan tahu betapa terluka dirinya.

Di tengah kesedihannya itu tiba-tiba dokter Samuel datang, sontak saja membuat Nayla terkejut. Cepat-cepat Nayla menyeka air matanya lalu beranjak bangun.

“Dokter Samuel,” panggil Nayla.

“Jangan bangun! Kembali berbaring lagi. Keadaan Nyonya sedang tidak baik-baik saja.” Dokter Samuel meminta agar Nayla kembali rebahan saja.

“ apa-apa dokter keadaanku sudah mendingan kok,” bohong Nayla.

Dokter Samuel hanya bisa tersenyum karena pasiennya yang satu ini begitu sangat unik. Pantang bagi pasiennya ini menunjukkan rasa kesakitannya. Ia selalu bersikap aku baik, tidak apa-apa.

“Baiklah terserah Nyonya saja.”

“Oh ya, Dok. Kenapa dokter tahu aku ada di sini?” tanya Nayla.

“Tadi saya melihat Nyonya dibawa ke sini. Berhubung tadi ada sesuatu yang urgent akhirnya baru sekarang saya bisa menemui Nyonya. Nyonya kenapa sampai bisa pingsan seperti itu dan mana Tuan Fery? Biasanya selalu bersama Nyonya.”

“Suamiku lagi dinas, Dok.” Jawab Nayla tanpa menjawab alasan kenapa dirinya bisa pingsan.

“Pantesan saja tidak ikut, biasanya Tuan Fery tidak pernah absen antar Nyonya ke sini. Kemarin saya tunggu kedatangan Nyonya tapi tidak kunjung datang.”

“Maaf, kemarin tidak bilang tidak jadi ke sini. Ada sedikit masalah di keluarga , enggak enak rasanya kalau harus meninggalkan rumah dalam keadaan ada masalah.”

“Nyonya terlalu baik dan terlalu mementingkan perasaan orang lain. Padahal Nyonya jika seandainya hal tersebut tidak membuat nyaman, jangan pernah dipaksa-paksakan.”

“Justru membuat orang lain senang membuat hati saya juga senang. Setidaknya saya bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dok, kita periksa sekarang bisakan?” Nayla sengaja mengalihkan topik pembicaraan.

Dokter Samuel pun memilih untuk mengikuti permintaan Nayla. Ia langsung memeriksa keadaan Nayla.

Pikiran Nayla tidak fokus, biasanya saat check up seperti ini suaminya selalu menemaninya bahkan ia selalu memberi kekuatan agar dia tetap tegar menghadapi cobaan dari Tuhan.

Kalau boleh jujur Nayla lelah setiap 1 bulan sekali harus check up, minum obat-obatan rasanya tubuhnya itu sudah penuh dengan macam obat-obatan tapi hasilnya masih saja tidak ada.

Karena tidak ingin melakukan histerektomi yaitu proses pengangkatan rahim. Justru Nayla memilih untuk melakukan radioterapi dan mengonsumsi obat-obatan resep dari dokter.

Beberapa saat kemudian setelah dokter Samuel memeriksa keadaan Nayla. Ada sedikit senyum terbit di bibir milik dokter Samuel itu. Nayla pikir mungkinkah ada berita baik sehingga dokter Samuel menyunggingkan senyuman?

“Bagaimana dengan hasilnya?” tanya Nayla mulai tak sabaran.

“Alhamdulillah, sekarang ada kemajuan. Meski kita tahu sel kanker kamu masih ada dan kemungkinan masih akan tumbuh semakin membesar tapi dengan kamu rajin melakukan terapi, rajin mengonsumsi obat-obatan yang saya bagikan, insyaallah pasti akan ada sebuah keajaiban, lagi pula kanker rahim Nyonya masih ada di tahap awal.”

Nayla senang mendengar penjelasan dari dokter Samuel, setidaknya harapan hidupnya masih ada meskipun sedikit. Tapi setidaknya ia masih memiliki waktu lama untuk terus bersama suaminya.

“Alhamdulillah, aku senang dok dengarnya, usaha yang sudah aku, suami dan dokter lakukan ada hasilnya, tidak sia-sia.”

“Di dunia ini tidak ada yang sia-sia selagi kita mau mencoba, mau berusaha tetap ikhtiar, jangan dulu putus asa, jangan dulu menyerah sebelum kita mencoba.”

“Iya dok kata-kata dokter itu selalu aku ingat, ya kadang sedikit down ketika rasa sakit itu mulai menyerang rasanya detik itu juga aku seperti akan dipanggil Allah.”

“Kematian memang kepastian, kita semua akan mati tapi ikhtiar terhadap sebuah penyakit juga suatu keharusan bukan?”

“Kau benar, Dok.”

Setelah menjelaskan keadaan Nayla, dokter Samuel meletakkan kacamata bacanya, lalu kini ia memasang wajah serius. Dokter yang kemungkinan berusia hampir kepala 6 itu terlihat serius sontak membuat Nayla pun keheranan.

“Nyonya ... “ panggil dokter Samuel serius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status