"Hei! Kalian itu ngapain sih? Gak tau malu! Kamu juga! Perempuan gak tau malu!" maki Helena.Nadine buru-buru berdiri. Wajahnya menunduk. "Maaf, saya cuma jatuh. Saya gak sengaja.""Berani-beraninya peluk suami orang! Lagian Kamu itu siapa sih? Baru kenal udah kurang ajar!" Helena menghampiri Nadine, lalu menarik tangan Aldiano.Tapi Aldiano mengelak, ia kembali duduk. kini Pamela yang berdiri. Wajahnya tegang, penuh amarah. Matanya berkilat."Jangan pernah kamu berani memaki anak saya!"Mendengar itu, Helena malah tertawa. "Anak dari mana sih Ma? Anak boleh mungut? Baru dengar aku, kalau Mama punya anak lagi." Ejek Helena sambil memelintir rambutnya."Oooh, Jangan-jangan Mama melahirkan anak, terus langsung gede anaknya? Atau? Mama temenan sama doraemon?"PLAKKK!Tangan Pamela mendarat di wajah Helena, yang di anggapnya sudah di luar batas."Jangan pernah mengejek saya. Lebih baik sekarang juga, kamu pergi dari tempat saya. Atau saya akan panggil security!" tunjuk Pamela mengusir Hel
"Kamu cantik sekali Nona. Saya gak bohong, kalau anda begitu cantik dan anggun. Kalau begitu kita keluar sekarang," tukas Calista memuji Nadine yang berubah menjadi cantik dengan riasan sederhananya. Nadine hanya tersenyum malu. Nadine dan Calista keluar dari kamar. Gaun selutut berwarna biru muda pilihan Calista membalut tubuhnya. memberi kesan elegan. Cahaya lampu memantul kulitnya yang bagai kilau alami. Bola matanya seperti cermin yang berbinar. Kecantikan yang terpancar dari dalam, yang selama ini tersembunyi, kini terpancar bersinar. "Calista, aku deg-degan makan sama mereka..""Tenang aja Nona, mereka semua baik kok," jawab Calista tersenyum membungkuk. "Calista, kamu kenapa sih? gak pernah pakai baju cewek? Kamu tomboi yah?""Kalau saya pakai baju feminim, berarti Nona yang harus jaga saya.""Iiih, kok aku? Hihihi." Malam ini ia terlihat sangat cantik dan lebih manis, dengan rambut dibiarkan terurai panjang dibawah bahu. Make up natural yang Calista Arahkan menambah kes
Mobil berhenti di pelataran rumah mewah yang berdiri Mega di atas lahan yang luas. Gerbang otomatis untuk masuk keluarnya mobil Terukir elegan berwarna hitam. Bangunan bertingkat tiga bercat putih dengan marmer dinding mengkilap, menunjukkan pemiliknya mempunyai daya seni klasik. Sementara air mancur di tengah-tengah taman yang dipenuhi tanaman bunga anggrek menguar ke setiap sisi. Calista membuka pintu mobil dan turun membukakan pintu untuk Alena. Nadine pun turun. Matanya sangat takjub mengelilingi setiap pemandangan yang membuatnya merasa nyaman. Mereka melangkah masuk di jalan berbatu granit membelah taman itu. Dengan tanaman bonsai dan tanaman hias lainnnya. "Ckckck," indah sekali rumah ini," decak Nadine. Begitu masuk, suasana eksklusif menyambut pandangan Nadine dan Alena. Melalui Dinding cermin samping rumah, kolam renang biru Safir membentang jacuzzi. Tidak henti-hentinya Nadine berdecak kagum. Dua ART berseragam warna pink menyambutnya. "Biar saya bantu, Oh iya N
What's? kenapa kamu nggak bilang Sandra?" bisik Delia mendongak wajahnya. Matanya membulat. "Aku pikir kamu udah tau. Sisa isinya masih ada tiga perempat lagi! Awas kalau Kak Erlan over dosis. Ini salah kamu!" balas bisik Sandra. "Uissst," Delia mengisyaratkan untuk Sandra diam. TAK! TAK! TAK! Langkah kaki Erlan terdengar menghampiri mereka.Sandra dan Delia menghindar darinya. โAwal Erlan tak terjadi apa-apa. Namun, setelah 5 menit, tubuhnya mulai merasakan zat yang masuk secara berlebihan. Reaksi obat itu terasa, dan ia kolaps Dan kini Erlan terbaring lemah. Selang infus masih terpasang di tangannya. Nafasnya masih terasa sesak. Fase kritis baru saja dilewati. "Lebih baik kamu pergi dari sini. Aku gak butuh kamu!" ucap Erlan lirih. Delia menggenggam jemarinya sendiri. Seolah merasakan bersalah. Maka perlahan ia meninggalkan Erlan, walau hatinya masih terasa panas oleh sikap Nadine tadi. Rasa dendam menggerogoti benaknya. Rubia dan Sandra masih menanti di ruang tunggu.
"Jangan pernah berani menyentuh sedikit saja kulitnya. Kalau tidak, anda akan tahu akibatnya!" suara bariton itu terdengar lirih dan dingin. "Apa! Akibatnya apa?! Siapa kamu!? Jangan pernah menyentuh tangan aku!" Hardik Delia. Bola matanya menjorok keluar. "Bapak Aldiano? Kenapa Bapak ada disini?" tanya Nadine terkejut. "Saya sudah tahu semua dari anak buah saya. Kalau perempuan ini sudah memberi obat kuat pada suami anda. Silahkan di cek hasil lab suami anda," ucap Aldiano ke Nadine. "Gak perlu Pak. Suami macam apa seperti itu? Dia sudah melecehkan saya," ucap Nadine lirih. "Jangan sembarangan kalau bicara! Aarrrgh ... Lebih baik aku pergi dari kalian," pekik Delia meninggalkan Aldiano dan Nadine. "Sebaiknya kamu tinggalkan tempat ini. Saya sudah dengar semuanya tentang kamu, permisi." "Pak! Pak! Bapak belum jawab pertanyaan saya. Bapak tahu dari mana, kalau saya ada di sini?" teriak Nadine. Aldiano menoleh ke belakang. "Papa. Saya tahu dari papa. Apa kamu lupa, kalau saya ad
"Calista? kamu belum tidur yah? kok balik ke sini lagi?" tanya Nadine saat Calista masuk ke ruangan VVIP."Jangan khawatir Nona. Saya baru saja ambil barang-barang Nona di hotel, karena hari ini cek out. Jadi atas perintah Ibu Pamela, jadi saya pindahkan koper Nona ke rumah Ibu Pamela.""Apa? Kenapa harus dipindahkan ke rumah Ibu Pamela? Saya jadi merasa nggak enak udah merepotkan dia." kata Nadine membelalak."Jangan khawatir Nona, rumah Ibu Pamela itu sangat besar. Jadi sudah saya siapkan kamar untuk Nona dan Ibu Nona. Karena itu perintah dari ibu Pamela."Calista yang sudah ditugaskan langsung untuk menjaga Nadine dan ibunya, sudah menyiapkan satu kamar di rumah Pamela. Calista, seorang gadis muda cantik, yang sudah terlatih khusus untuk menjaga Pamela, namun sekarang, Pamela ingin Calista menjaga Nadine dan ibunya.Alena meraih tangan Nadine. "Kalau mereka itu baik, dan menghargai kamu, apa yang gak pernah kamu dapatkan dari mertua kamu ataupun suami kamu. Kamu pun harus hargai ke