Share

Bab 7 Benci

Author: D Lista
last update Last Updated: 2022-12-14 12:56:09

Bab 7  Benci

"Layani aku dengan baik, kamu akan mendapat bayaran yang pantas!" Ardi menatap tajam mata indah Gita, membuat gadis manis itu tersentak.

"Layani? Maksudnya apa?"

Deg,

Ya Rabb, cobaan apalagi ini. Yang benar saja aku akan hidup seatap dengan manusia berperangai monster ini? Kelakuannya sepertinya lebih menyeramkan dari Revan.

"Jangan menakutinya, Ar!" larang Revan pada Ardi seketika meledakkan tawanya.

Bisa tertawa juga ternyata, batin Gita.

"Mel, pacarmu sudah ada tanda-tanda mencurigakan. Awasi dia!"

"Ckk, lama-lama bisa penat aku di sini. Ayo Sayang kita bersenang-senang saja! Baik-baik kamu di sini, Ras. Tolong jinakkan singa ini!"

Kini gantian Revan yang meledek Ardi membuat pemilik rumah bergaya modern itu melongo.

"Tunggu, Van! Terima kasih banyak, ya sudah membantuku. Aku berhutang budi padamu." Melia yang mendengar ucapan tulus Gita justru menatapnya sinis.

"Kedepan tidak usah merepotkannya lagi!" cegah Melia.

"Tidak masalah, cukup doakan saja aku awet bersama Melia!" ucap Revan seraya mengecup pipi mulus pacarnya hingga bersemu merah. Gita yang melihatnya hanya tersenyum kaku, ternyata mereka sudah biasa melakukannya di depan umum.

"Mudah-mudahan kalian segera bertaubat dan menikah!" ucap Gita dalam doanya.

Sepeninggal dua sejoli itu menyisakan Ardi dan Gita yang masih setia duduk di ruang tamu. Anak buah Ardi pun sudah melesat entah kemana.

Detak jantung Gita semakin bertalu-talu. Ditatap intens dari ujung kepala hingga ujung kaki membuat duduknya menjadi tak nyaman.

Melirik sekilas ke arah lawan, Gita segera menundukkan wajahnya saat matanya beradu dengan pemilik mata setajam elang yang duduk dihadapannya.

"Jadi, apa kamu sudah tidur dengan sahabatku?"

Gita tersentak mendengar pertanyaan gila yang dilontarkan majikannya. Memberanikan diri menatap wajah Ardi, Gita ingin berteriak tidak tetapi nyalinya sungguh menciut.

Aura dingin ditunjukkan majikannya dengan wajah penuh selidik masih menatap Gita.

"Apa kamu juga mau memberi pelayanan itu untukku, huh?" tegasnya membuat tubuh Gita meremang.

Benar saja dia lebih menyeramkan dari Revan.

"Ma...maaf, sesungguhnya saya takut."

Dengan tubuh masih gemetaran dan tenggorokan sedikit tercekat, air mata pun mengiringi ucapannya.

"Kamu sungguh takut?" 

Tangan kanan Ardi sudah mencengkeram dagu runcing Gita. Wajah tanpa polesan itu aslinya memancarkan kecantikan alami jika dipandang dengan seksama. Bak berlian yang terlihat indah saat digosok.

"Saya takut sama Allah, saya belum pernah melakukannya dan tidak pernah mau melakukannya kecuali dengan suami saya."

Ardi tercengang dibuatnya. Sungguh ini tamparan pertama baginya. Gadis yang baru saja menjadi pelayannya justru dengan berani mengguruinya. 

Sejatinya sudah lama dia melupakan Tuhannya. Lupa melaksanakan kewajiban seorang muslim.

Hampir sepertiga dari hidupnya dilewati dengan kesenangan dunia. Berkali-kali orang tuanya mengingatkan, tetapi dianggapnya sebagai angin lalu. Kini dengan beraninya ada sosok asing yang menyentilnya.

Menatap nyalang wajah ayu di depannya, begitulah perasaan dalam hati yang tidak bisa dipungkiri Ardi. 

"Kita buktikan, apakah kamu bisa bertahan tinggal di rumah ini!" ucap sinis Ardi sambil melepaskan cengkeramannya.

"Saya berencana menjadi ART di rumah Tuan. Saya bisa bersih-bersih, mencuci dan juga memasak." Sedikit terbata Gita berusaha menjawab dengan mantap.

"Aku tidak butuh itu, semua sudah dikerjakan Bi Irah."

Ardi kembali mendekati Gita dan menguncinya dengan kedua tangan menopang di sofa.

Gita menyadari posisinya tak nyaman sedikit mundur hingga punggungnya membentur sofa.

"Tuan mau apa?"

Tubuh Gita masih gemetaran melihat wajah Ardi semakin mendekat hingga napas mereka beradu di udara. Parfum menyejukkan menyeruak menusuk hidung Gita.

Sungguh ini pasti parfum mahal. Aromanya begitu menggoda.

Astaghfirullah, kenapa aku justru mengagumi parfumnya. Jelas-jelas aku di depan singa yang siap menerkam, bisa-bisanya berpikiran konyol begitu, guman Gita dalam hati.

"Ternyata kamu masih polos, huh. Melihat penampilanmu saja tidak menarik sedikitpun. Jauh dibandingkan dengan Melia," ledek Ardi seraya beralu meninggalkan Gita yang masih terpaku.

"Alhamdulillah."

Sedikit lega, Gita menarik napas dalam dan mengelus dadanya.

Tersadar dari pikirannya yang berkelana, Gita segera menyusul Ardi.

"Tuan, apa yang bisa saya kerjakan sekarang?"

Ardi mendadak berhenti dan berbalik membuat Gita menabraknya.

"Aww. Ma...maaf Tuan."

Posisi Gita tak menguntungkan, kedua tangannya yang menyandar di dada bidang Ardi segera ditariknya.

"Kamu mau menggodaku?" seringai ditunjukkan Ardi membuat Gita beringsut.

"Tidak, Tuan."

"Bi Irah."

"Ya, Tuan."

"Tolong, siapkan kamar untuk dia di sebelah kamar Bibi!" titah sang majikan seraya menunjuk Gita.

"Baik, Tuan. Ayo Non, saya antar ke kamar!"

Wanita paruh baya itu menggandeng Gita. Seketika ingatannya terlempar pada wajah ibunya di kampung.

"Maafkan Gita, Bu! Nanti kalau sudah mapan, Gita hubungi."

Tak terasa cairan bening mengalir membasahi pipinya yang sedikit tirus.

Berada di kamar yang telah disiapkan Bi Irah, Gita merenungi nasibnya.

Terlempar ke masa lalu.

Esok hari, sepulang sholat Idul Fitri, Bu Hastuti segera menutup rapat pintu rumahnya. 

Rasa kaget dan heran seketika menghinggapi kedua anaknya.

“Bu, kenapa pintunya ditutup?” tanya Desi dengan muka heran tak paham.

“Biar saja, Nak. Tidak akan ada yang datang ke sini. Kita sekarang jadi orang susah.”

Gita dan Desi memahami kegundahaan keluarganya. Hari lebaran yang biasa tertata kue kering di meja ruang tamu, opor ayam dan ketupat di meja makan, kini hanya menjadi bayangan semu. Tidak ada makanan khas lebaran yang bertengger di kedua meja itu membuat hati ibunya menjerit. Seketika Bu Hastuti mengusap air mata yang menetes di pipinya. Hal ini tak lepas dari pandangan Gita yang sedari tadi mencerna suasana. 

Melihat Pak Amran ayahnya sedang beristirahat di kamar, entah benar-benar beristirahat atau sedang memutar otak memikirkan keluarganya. Menatap ibunya yang sedang menangis sungguh membuat hati Gita tersayat. Di saat tetangga sekitar berlomba-lomba menerima tamu, justru keluarga mereka bersembunyi dibalik pintu.

Sejak kondisi ekonomi terpuruk, keluarganya pun tersisih dari lingkungan. Bak bangkai yang ada disekitaran mereka yang dapat menimbulkan bau. Tak ada rasa simpati dari tetangga, mereka menganggap keluarga Pak Amran seakan tak ada. Rasa hati Gita ingin jauh membawa pergi keluarganya dari kampung.

Suara pintu dibuka membuyarkan lamunan Gita.

Tersentak itulah yang dirasakannya, majikannya mendapati dirinya yang sedang tafakur dengan hidup keluarganya. Isakan kecil tadi apakah dia mendengarnya. Malu dirasakan Gita seketika.

Memilih pura-pura mengusap wajahnya dengan jilbab kaos instan yang dipakainya.

"Kenapa? Meratapi nasib? Kalau ingin merubah nasib menjadi baik bukan di sini tempatnya," cibir Ardi.

"Maaf, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"

Gita mencoba abai dengan apa yang dilontarkan sang majikan.

Tidak usah sakit hati dengan apa yang diucapkan, demi air mata ibu yang menetes setiap malam, aku akan bertahan.

Setidaknya itulah janji Gita yang tertanam dihatinya saat ini.

"Sebentar lagi wanitaku datang, kamu cukup di kamar. Kalau aku tidak memanggilmu, jangan pernah keluar. Jangan mencampuri urusan pribadiku, mengerti!"

"Apa istri Tuan yang datang?" tanya Gita dengan perasaan hati-hati.

"Diam! Jangan sebut kata yang aku benci."

Bentakan Ardi membuat Gita tersentak. Satu kesalahan telah dia buat hingga tuannya murka, mendekat dan mencengkeram bahunya.

Ya Rabb, jangan sampai Tuan Ardi mengusirku. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
D Lista
bisa dengan koin bonus atau lihat iklan kak
goodnovel comment avatar
Tumi Yuyun
ko bab 9 gx bisa d buka
goodnovel comment avatar
Silver Girl
semoga aman git
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri yang Kabur di Malam Pertama   Bab 137 Ending

    Bab 137 EndingSakha sudah seperti buka puasa. Sekian purnama tidak menyentuh istrinya, kerinduan pun berada di puncaknya. "Wajah Mas masih sakit, ini. Aku obatin, ya?""Nggak perlu, Rahma. Aku butuh obat rindu.""Mas!"Rahma sudah tidak bisa mengelak, ia pun merasakan rindu yang menggebu. Keduanya melewati malam panjang ditemani rembulan yang sinarnya menyusup dari celah gorden. Sentuhan lembut Sakha menyapa Rahma membuat hati wanita itu mengembang. Seulas senyum terukir di bibir merahnya."Tenang, Nak, Abi mau mengunjungimu."Sakha memperlakukan istrinya dengan lembut walau di dalam sana sudah menahan gair*h yang memuncak. Ia tidak ingin membuat trauma istrinya yang sedang hamil besar.Satu jam berbagi peluh membuat keduanya kelelahan. Sakha memberikan kecupan hangat di kening Rahma. Hingga wanita itu memejamkan mata menikmati ketulusan suaminya."Terima kasih, Sayang.""Terima kasih juga, Mas."Waktu kian berlalu, detik tergerus oleh menit hingga menit berganti menjadi jam. Purnama

  • Istri yang Kabur di Malam Pertama   Bab 136 Rindu

    Bab 136 Rindu "Percuma, Arga. Kakakmu dari dulu sudah begitu," imbuh Pak Ardi ketus."Ya Allah, Pa, Arga. Ini salah paham," lirih Sakha yang merasakan tubuhnya sudah lunglai."Apa?! Astaghfirullah, ini pasti salah paham.""Pa, Arga, tunggu!" teriakan Sakha tidak digubris dua lelaki beda generasi itu. Pak Ardi dan Arga sudah masuk mobil meninggalkan kediaman untuk menemui Rahma yang terbaring di rumah sakit."Astaga, Mas Sakha kenapa?" Dari dalam rumah keluar satpam yang sedari tadi dicari Sakha."Bapak kemana saja? Muka saya sudah babak belur kayak maling, nih," dengkus Sakha sambil menahan nyeri akbitan tamparan papanya dan juga pukulan Sakha."Ayo, Pak. Kita ke dalam dulu. Bi, Bibi. Tolong ambilkan air kompres untuk Pak Sakha!" "Hah, Mas Sakha kenapa?""Jangan banyak omong, cepat ambilkan."Bibi ART pun mengangguk. Gegas ia ke dapur mengambil air kompres."Maaf, Mas. Tadi saya membereskan kamar Mbak Rahma sama bibi." Satpam mengucap dengan sedikit takut membuat Sakha penasaran."Me

  • Istri yang Kabur di Malam Pertama   Bab 135 Pulang

    Bab 135 PulangPenerbangan Padang-Jakarta akhirnya pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta. Sakha memang sengaja belum mengabari orang rumah tepat hari apa pulangnya. Ia harus menyiapkan keperluan Cantika dan neneknya di rumah sakit ternama di Jakarta. Setelahnya, Toni yang akan menemani Cantika untuk proses operasi mata neneknya."Pak Toni tolong Cantika ditemani sampai keperluannya tidak kurang satupun," ucao Sakha sambil menyenderkan punggung di sofa tunggu bandara. Mereka masih menunggu bagasi."Siap, Pak. Oya, Pak Sakha yakin tidak perlu ditemani pulang sampau rumah terlebih dulu?" tanya Toni basa-basi."Ckkk, bukankah Pak Toni senang langsung bisa menemani Cantika?" Sakha justru balik bertanya membuat Toni terkesiap."Nanti kalau Cantika bingung di kota ini, Pak Toni yang repot, kan? Gadis itu nggak ada duanya,"ucap Sakha terkekeh."Dia gadis yang pintar, Pak. Nggak mungkin nyasar di kota ini," balas Toni sambil tersenyum."Pak Toni nggak takut Cantika nyasar, tapi takut dia k

  • Istri yang Kabur di Malam Pertama   Bab 134 Tuntas

    Bab 134 Tuntas"Terima kasih atas kerja samanya, Pak Sakha."Seorang pimpinan petugas kepolisian menjabat tangan serta mengucap terima kasih pada Sakha di ruang kerjanya. Sebab Sakha telah membantu petugas kepolisian untuk menegakkan keadilan. Tuntas sudah tugas Sakha di kota ini."Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak. Saya harus menemui warga untuk m3nyampaikan hak-haknya,"ucap Sakha yang diangguki petugas. Sakha kembali menaiki mobilnya yang disopiri Toni menuju kediaman Pak Cokro. Di rumah orang terhormat di kampungnya itu telah berkumpul banyak warga. Ada juga karyawan Sakha yang sudah lebih dulu sampai di sana. Sementara itu, Cantika absen karena harus menemani neneknya melakukan diagnosis oleh dokter di rumah sakit."Kita sudah sampai, Pak." Toni menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Ia tahu betul Sakha dangat kelelahan beberapa hari terakhir. Sebab anak bosnya itu kejar target melumpuhkan musuh ayahnya. Beruntung Cantika bisa diajak kerja sama, pun Pak Cokro dengan senang hati mem

  • Istri yang Kabur di Malam Pertama   Bab 133 Tertangkap Tangan

    Bab 133 Tertangkap TanganSenja menampakkan warna jingga yang indah di cakrawala. Cantika segera pulang ke rumahnya karena sang nenek pasti lama menunggu. Seharusnya, ia pulang siang hari, tetapi demi membantu pihak keamanan untuk menggrebek Robert, kepulangannya molor."Nek, nek." Cantika mendapati neneknya tiduran di kamar. Gadis itu mendekat lalu mengusap lembut wajah sang nenek. Setitik bulir bening menetes membasahi pipi mulusnya. wanita ini telah merawatnya sejak kecil. Cantika yatim piatu, entah di mana orang tuanya kini iapun tidak tahu. Kata Sang nenek orang tuanya telah meninggal. Tapi sunggu misterius baginya."Ika. Kamu sudah pulang?""Iya, Nek. Ika mau siapin baju buat kita ke rumah sakit. Nenek akan diobati dokter di sana biar bisa melihat lagi."Ucapan Cantika tersendat karena isakan kecil menyusul."Bukannya tadi siang kamu sudah pulang?""Hah, enggak. Ika barusan pulang dari bekerja."Cantika sedikit heran, apa ada yang datang ke rumah. Kenapa neneknya merasa ia sudah

  • Istri yang Kabur di Malam Pertama   Bab 132 Mencuri Barang

    Bab 132 Mencuri barangSakha merencanakan strategi untuk menangkap Robert beserta anak buahnya. Dia telah mengumpulkan bukti-bukti dibantu oleh Pak Cokro dan Cantika. Bekerja sama dengan pihak berwajib, Sakha ingin pekerjaan di proyek pembangunan jalan tol berjalan lancar. Ia ingin segera pulang sebelum istrinya melahirkan. Janji di awal hanya pergi satu dua bulan. Hingga kini kehamilan Rahma terhitung masuk trimester tiga.Semalam ia menelpon istrinya."Sayang, maafkan aku baru sempat menelpon. Pekerjaan di sini sungguh menyita waktu. Sinyal juga susah karena lokasi di tengah hutan.""Ia Mas. Aku tahu, yang penting kamu sehat dan baik-baik saja di sana. Aku percaya Mas melakukan kerja keras di sana. Ada Pak Toni yang menemani, aku pun lega.""Iya, Sayang. Selesai proyek di sini, aku segera kembali ke Jakarta. Doakan tidak sampai melewatkan kelahiran anak kita, ya.""Iya, Mas.""Jam segini kok belum tidur, Sayang?""Hmm, akhir-akhir ini aku susah tidur, Mas. Nggak tahu, pikiran selalu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status