Share

Amarah Khanza

Author: Pulungan
last update Last Updated: 2022-12-25 07:36:25

Tanpa membuang waktu Romi langsung melepas jasnya, lalu ia melompat ke dalam kolam.

"Ugh … ugh," Khanza terus meminum air hingga membuatnya tidak sadar diri. Romi langsung meraih Khanza membawa gadis itu naik. Salman langsung membantu Romi menaikkan Khanza.

"Ya Allah ... Khanza pingsan Bang," ucap Salman khawatir, tanpa menghiraukan ucapan Salman. Romi langsung mencium bibir Khanza memberinya nafas buatan.

Salman kaget bukan main melihat tindakan Romi, namun ia berusaha positif thinking. Berkali-kali Romi memberi nafas buatan hasilnya nihil, Khanza hanya batuk sekali membuat Romi semakin panik.

"Bang kita bawa ke rumah sakit aja," usul Salman yang dibalas anggukan oleh Romi.

"Biar saya yang bawa kamu lanjut pesta kamu aja, kasian kalo di tinggal." jawab Romi, lalu ia mengambil jasnya kamudian ia menggendong Khanza keluar.

Disisi lain Salman masih bingung dengan semua tindakan Romi. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali menepis pikiran jeleknya.

"Dana, Adam!" panggil Salman setengah berteriak membuat kedua ponakannya yang sedang bersembunyi langsung takut.

"Kalian yang dorong Khanza?!" bentak Salman, keduanya langsung menunduk takut.

"Kami hanya bercanda Om," jawab Dana membuat Salman semakin geram.

"Bercanda kalian bilang, lihat apa yang terjadi kalo sampe Khansa kenapa-kenapa, awas kalian ya," ancam Salman, lalu meninggalkan keduanya.

"Huhu ... Ini gara-gara kamu Dam," ucap Dana membuat Adam langsung menggeleng.

"Nggak gara-gara kamu juga," jawab Adam tidak mau salah.

"Tapi kamu yang nyuruh, aku cuma ikut aja," lanjut Dana.

"Gak, nanti aku bilang sama Om Salman kalo kamu juga salah." lanjut Adam

"Ih ... Nggak, kamu yang salah ..." teriak Dana membuat Adam menutup telinganya.

***

Sampai di rumah sakit, Khanza langsung di tangani oleh dokter. Lama Romi menunggu hingga akhirnya dokter tersebut keluar.

"Bagaimana keadaan istri saya Dokter?" tanya Romi begitu Dokter selesai memeriksa Khanza.

"Istri bapak tidak apa-apa hanya saja terlalu banyak meminum air. Tapi sudah di tangani sebentar lagi akan siuman," jawab Dokter membuat Romi bernafas lega.

"Terima kasih Dokter," lanjut Romi yang dibalas anggukan oleh Dokter.

Setelah Dokter pergi, Romi langsung masuk, ia melihat Khanza belum sadarkan diri.

"Kenapa aku harus di hadapkan dengan gadis bandel ini. Udah tau sakit segala sok-sokan pergi ke pesta, tenggelam dan akhirnya rumah sakit, ampun ..." gumam Romi sambil memperhatikan Khanza. Beberapa menit kemudian Khanza mulai membuka matanya.

Ia bingung melihat sekelilingnya hingga akhirnya pandangannya tertuju pada Romi yang sedang menatapnya juga dengan tatapan datar.

"Apa? Mau marah liat saya disini," ucap Romi tanpa aba-aba, membuat Khanza langsung mengalihkan pandangannya. Perlahan ia duduk sambil sandaran di sisi ranjang rumah sakit.

"Kenapa kamu sangat keras kepala?" tanya Romi yang masih menahan rasa kesal dari tadi.

"Maksudnya?" tanya Khanza membuat Romi langsung menghela nafas panjang.

"Masih nanya maksudnya setelah ngerepotin orang terus. Kamu nggak sadar apa setiap hari ada aja ulah yang kamu buat, why?" cecar Romi membuat Khanza diam ikutan emosi mendengar Romi ngegas.

"Udah tau sakit masih pergi ke pesta, kemaren-kemaren ada aja ulah kamu, sebenarnya tujuan kamu apa sih?

Kamu mau dapat perhatian dan simpati dari saya atau apa? Mending kamu ngomong tujuan kami sebenarnya apa.

Jadi jelas saya nggak terlalu pusing setiap hari mikirin ulah kamu, mau saya biarin saya terus di hantui kata-kata Ayah saya, maunya gimana?" lanjut Romi.

Perlahan mata Khanza mulai memanas mendengar semua itu ternyata selama ini hanya terpaksa.

"Ceraikan aku," jawab Khanza membuat Romi langsung menatapnya tajam.

"Inilah kamu, jika di tanya tujuan dan maksud kamu malah minta cerai se-"

"Aku beban 'kan? Ngerepotin terus, nggak tau malu, matre. Bukan tipe kamu, bikin ulah mulu sebaik-baiknya jalan adalah pisah biar kamu nggak ada beban.

Aku nggak minta di perhatiin kamu sendiri yang selalu merhatiin. Kamu yang tiba-tiba bikin baper, buat apa?

Kalo emang nggak suka bilang, ayo pisah. Aku juga nggak kuat sama kamu Kak. Kamu terlalu level tinggi buat aku yang level rendah, kampungan, norak." bantah Khanza  panjang lebar membuat Romi diam mencerna ucapan gadis itu.

"Kalo kamu emang terpaksa lakukan semua ini, kenapa kamu menolongku tadi?

Kenapa kamu nggak membiarkanku mati saja biar kamu puas," lanjut Khanza, Romi yang mendengar itu kembali emosi.

"Karena kamu tanggung jawab saya Khanza, kamu pikir saya menikahi kamu cuma karena wasiat.

Gak Khanza nggak, asal kamu tahu malam sebelum akad di langsungnya orang tuaku sudah memintaku berjanji dan bersumpah untuk menjagamu.

Aku memang berjanji tapi hatiku nggak bisa di bohongi, aku tidak menginginkan itu semua," bantah Romi.

Khanza yang mendengar itu langsung mengusap air matanya kasar, lalu mencabut infus dengan paksa dari tangannya hingga mengeluarkan darah.

"Apa yang kamu lakukan? Lihat tanganmu," kesal Romi kaget melihat Khanza mencabut infusnya.

"Jangan perdulikan aku, malam ini juga aku ingin kita pisah biarkan aku pergi." ujar Khanza, lalu ia berjalan keluar membuat Romi harus kembali menahan amarah.

"Bisa nggak jangan keras kepala," tegas Romi yang tidak di hiraukan oleh Khanza ia terus berjalan membuat Romi mau tidak mau harus mengikuti gadit itu.

"Khanza saya stop, jangan keras kepala kamu lagi sakit." ucap Romi bingung harus bagaimana.

"Gak, aku memang keras kepala kalo tidak suka jangan ikuti aku." jawab Khanza terus mempercepat langkahnya.

Romi langsung mengejar Khanza, detik kemudian ia menarik tangan gadis itu, membuat Khanza hampir saja terhuyung ke belakang.

"Bisa nggak kamu jangan keras kepala, bakal ada masanya kita pisah. Bukan cara seperti ini lagi-lagi kamu selalu membuat ulah," ucap Romi. Tapi tidak dengan Khanza matanya langsung menatap tajam Romi.

"Aku bilang sekarang kenapa harus tinggi nanti yang ada nanti ulahku semakin banyak. Kamu stres, kamu pusing, kamu kesal mending kita pisah sekarang," sanggah Khanza.

Romi yang harus mati-matian menahan emosi langsung menggendong Khanza dan membawanya ke dalam mobil.

"Lepas!" teriak Khanza namun tidak di hiraukan oleh Romi. Ia langsung masuk ke dalam mobil mulai menjalankan mobil ke rumahnya.

Sampai di rumah Khanza langsung masuk ke kama,r lalu ia menyusun semua pakaiannya ke dalam koper. Ia sudah terlanjur emosi semua kata-kata Romi sangat menyakitinya.

"Sekarang aku mau kita pisah kalo kamu tidak mau menalakku gak apa-apa. Tapi aku sudah tidak bisa disini lagi," ucap Khanza.

Romi tidak menghiraukan ucapan itu ia langsung mengunci pintu kamar tanpa sepengetahuan Khanza.

Setelah selesai mengemasi semua barang-barangnya, Khanza langsung menyeret kopernya berniat untuk keluar. Namun begitu sampe pintu ia langsung heran karena pintunya di kunci.

"Kok gak bisa," gumam Khanza sambil berusaha membuka pintu tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Kau Jadikan Taruhan    Ending (Tamat)

    Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain

  • Istri yang Kau Jadikan Taruhan    Khanza Melahirkan

    Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap

  • Istri yang Kau Jadikan Taruhan    Terlalu mandiri

    6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira

  • Istri yang Kau Jadikan Taruhan    Vina Mual

    Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me

  • Istri yang Kau Jadikan Taruhan    Terlalu posesif

    "Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar

  • Istri yang Kau Jadikan Taruhan    Khanza di bentak

    Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status