Share

Empat

Penulis: Rositi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-16 17:40:59

Kebersamaan di bangku tunggu yang ada di depan restoran, masih berlangsung hangat. Orang tua Ravael masih menatap sang menantu penuh harap. 

Jejak lelah begitu kentara dari gelagat Melati. Buih keringat yang masih kerap jatuh dan sudah membuat rambut sekaligus wajah basah. Keadaan itu membuat orang tua Ravael yakin, Melati yang harusnya masih mengeyam bangku kuliah, sudah sangat bekerja keras.

Hingga meski Melati tidak menyanggupi permintaan kedua mertuanya. Caranya yang santun, juga perjuangan Melati yang nyata untuk sang bapak jauh di kampung sana, membuat orang tua Ravael maklum. Terlebih, Melati berdalih akan berusaha pulang ke rumah setelah dirinya beres bekerja. Jadi, Melati tak akan tinggal di mess restoran lagi yang keberadaannya ada si lantai paling atas restoran berlantai empat di sana.

“Aku kira mereka akan membahas perceraian karena kemarin, aku sudah membahasnya dengan mas Rava. Meski lagi-lagi, tidak ada balasan karena setiap pesanku memang hanya beliau baca. Namun ternyata, orang tua mas Rava ingin aku tinggal bersama mereka. Apakah ini bertanda baik?” Melati yang berbicara dalam hati, tersenyum sopan melepas kepergian orang tua suaminya.

Orang tua Ravael pergi menggunakan mobil yang langsung disetir sendiri oleh papa Ravael. Sampai detik ini, Melati sungguh tidak tahu, bahwa alasan keduanya datang sekaligus menemuinya, justru karena fitnah keji dari Ravael kepadanya.

Gara-gara permintaan cerai yang Melati bahas, bukannya langsung merespons apalagi menceraikan Melati. Yang ada Ravael malah memfitnah Melati selingkuh. Alasan Melati di Jakarta, dikata Ravael kepada orang tuanya karena Melati tinggal dengan selingkuhannya. Andai Melati sampai tahu, yang ada gadis desa tak berdosa itu pasti makin nelangsa.

***

“Kamu hanya salah paham, Rav. Di Jakarta, Melati murni untuk bekerja karena dia enggak mau merepotkan kamu. Restoran tempatnya bekerja sangat tertib. Dia tinggal di mess yang juga ada di restoran. Semua yang dia lakukan terpantau CCTV selama 24 jam!” jelas ibu Irma ketika kabar Melati akan tinggal di sana, dan baru saja ia kabarkan, ditolak oleh Ravael.

“Mama enggak mikirin perasaan Nilam! Nilam sedang sakit parah, tetapi Mama menarik Melati ke sini!” Ravael menolak mentah-mentah dan akan terus melakukannya. Ia juga sengaja melewatkan makan malam yang sudah disiapkan oleh sang mama. 

Hidangan lezat yang memenuhi meja makan di sana, sama sekali tidak mengundang minat Ravael. “Baru pulang dan langsung diajak makan, ujung-ujungnya masih Melati yang mereka bahas. Enggak mikir apa, di kamarku Nilam sedang kesakitan. Terapi sinar yang dia jalani, bukannya membuat Nilam membaik, justru sebaliknya!” gumam Ravael masih marah-marah. Ia yang melangkah sambil menenteng tas kerja dan jasnya, hampir menginjakkan kaki di anak tangga. Anak tangga yang akan menghubungkannya ke lantai atas selaku lantai keberadaan kamarnya.

Karena emosinya dan masih Melati yang menjadi penyebabnya, Ravael sampai di lantai dua keberadaan kamarnya lebih cepat dari biasa. Baru menghela napas, rintih kesakitan Nilam, sudah terdengar. Tampaknya selain kesakitan, lagi-lagi istri kesayangannya itu mengamuk.

Mungkin karena sederet pengobatan yang dijalani dan itu membuat Nilam sangat kesakitan, emosi Nilam jadi sangat tidak stabil. 

Tidak ada waktu Nilam yang tidak Nilam lalui dengan marah-marah. Suster atau siapa pun yang membantunya pasti akan salah di mata Nilam. Layaknya saat ini, suster yang akan membantu Nilam ganti popok, Nilam maki tiada henti. Nilam kesakitan, padahal suster yang mengurus sama sekali belum menyentuhnya. 

Ravael paham, Nilam sudah telanjur trauma. Hingga untuk sekadar membedakan mana nyata dan halusinasi, Nilam tak lagi bisa. Itu juga yang membuat Ravael makin kasihan, hingga ia juga makin peduli kepada sang istri. 

Iya, kepada Nilam, Ravael memang bisa sabar. Kontras ketika ia memperlakukan Melati. Setelah beres mengurus Nilam dan itu mengganti popok Nilam, Ravael berniat menghubungi Melati. Ada masalah genting yang telah wanita desa itu perbuat. Masalah genting yang mengancam hubungannya dan Nilam. Ravael tak mau, hadirnya Melati di sana, justru membuat Nilam makin sakit. Alasan Nilam dibawa pulang saja karena agar Nilam bisa istirahat dengan leluasa.

Terapi sinar yang harus Nilam jalani dan tinggal lima kali lagi, sengaja ditunda agar Nilam bisa istirahat. Diharapkan, tubuh sekaligus kesehatan Nilam juga membaik bersama waktu istirahat yang diberikan. Meski Nilam sempat kecewa karena malah disuruh pulang. Nilam berdalih ingin lanjut saja, tim dokter yang menangani tetap tidak mengizinkan. Karena sekadar disentuh saja, Nilam sudah kesakitan.

“Pak Rava, ... punten. Ini ...,” ucap suster yang mengurus Nilam.

Karena tak bisa mengurus Nilam selama 24 jam, Ravael memang sengaja memperkerjakan seorang wanita dari yayasan penyalur. Terlebih karena Nilam bukan menantu yang orang tuanya harapkan, orang tua Ravael juga hanya bantu sebisanya. Tentunya kalian juga jangan lupa, bahwa sebelum mengurus Nilam, Ravael sekeluarga sudah habis-habisan membiayai pengobatan orang tua Nilam. Padahal ketimbang mengurus orang tua Nilam, ibu Irma dan sang suami lebih sudi berbagi kepada orang tua Melati yang teman lama mereka.

“Kenapa, Sus?” tanya Ravael sambil menaruh tas kerjanya di meja kerja miliknya yang ada di dekat jendela kamar. Ia menyikapi sang suster dengan serius. Karena biasanya, wanita paruh baya itu akan mengabarkan setiap perkembangan Nilam.

Sementara yang Nilam lakukan, wanita itu sudah tidur meski Ravael yang mengganti popok Nilam, belum selesai memasang popoknya. Memang separah itu keadaan Nilam yang bisa mendadak tidur bahkan tidak bisa diajak komunikasi, padahal sebelumnya baru saja menangis, teriak-teriak sangat drama.

“Punten, Pak. Si Ibu sudah satu minggu belum BAB. Seharian ini, Ibu sangat kesakitan. Biasanya kan, habis suntik block saraf, Ibu bisa BAB,” jelas sang suster yang berbicara dengan logat sunda sangat khas.

“Sepertinya, block saraf kali ini memang enggak ngaruh sih, Sus. Terus bagaimana?” tanggap Rafael yang makin bingung. Karena sang suster malah mengajukan cuti untuk satu minggu ke depan. Suami suster tersebut jatuh sakit, dan bahkan baru jatuh dari pohon kelapa. Hingga mau tak mau, Ravael harus memberi susternya cuti.

“Bentar ... Melati kan mau ke sini.” Iya, ... Ravael sungguh baru ingat itu. Ia pastikan, ketimbang dimanja-manja oleh orang tuanya, ia akan membuat adanya Melati di sana berguna untuknya maupun untuk Nilam.

*** 

Di mess, Melati sudah memasukkan semua pakaian maupun barang-barangnya ke ransel jinjing. Barang-barang milik Melati memang tidak banyak. Pakaian pun hanya lima setel, satu buah handuk, dan juga sebuah kain jarit untuk selimut. Sisanya hanya perlengkapan mandi dan sebuah lotion tubuh. Melati siap pergi karena ia juga sudah mengantongi izin dari bosnya. 

Satu hal yang sangat Melati syukuri. Karena ketika suaminya sangat sulit ia dekati dan yang ada selalu memberi jarak, bosnya justru sangat baik bahkan pengertian. Tahu akan pulang ke rumah mertua saja, Melati sampai akan diantar oleh sopir restoran agar Melati sampai tujuan dengan selamat dan tentunya aman. 

Padahal Ravael saja tetap belum merespon, meski Melati sudah mengabarkan malam ini juga, dirinya akan pulang ke rumah orang tua Ravael. Rumah yang juga menjadi tempat tinggal Ravael beserta Nilam.

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab 2 (Cinta Habis Di Orang Lama)

    “Cintaku habis di Melati. Maaf kalau aku ... mengatakan ini kepadamu, Dim.” Susah payah Ravael menahan tangis sekaligus kesedihannya. Namun pada akhirnya, air matanya tetap mengurai cerita.“Aku tidak bermaksud buat jadi duri dalam rumah tangga kalian. Apalagi kamu begitu memuliakan Melati. Hubungan kalian pun makin hari makin–”Dimas yang berdiri di sebelah Melati sengaja berkata, “Melati lagi hamil lagi. Kami kebobolan.”Seperti yang Dimas yakini, pengakuanya barusan sukses membungkam Ravael. Sahabatnya itu tampak sangat terkejut, tak percaya, sedih, tapi juga bahagia. Senyum bercampur dengan air mata, buyar di wajahnya.Dimas tahu, cinta Ravael habis di Melati selaku mantan istri yang ternyata telah mencuri hati sahabatnya itu. “Aku tahu, cinta kamu sudah habis di istriku. Aku beneran tahu, Rav.” Bukan hanya Ravael yang menangis karena ucapan Dimas barusan. Karena Dimas yang mengatakannya juga berderai air mata hanya karena mengatakannya.“Entah sampai kapan penyesalan itu akan te

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   Bonus Bab

    Suasana nyaris terbilang hening, jika suara anak-anak tak sesekali terdengar. Langkah Melati tertuju ke ruang keluarga, suami dan anak-anak mereka berada. Di sana, Dimas dan kedua anak mereka tengah fokus memasang puzzle milik Chiki.“Serius banget? Kirain mama ditinggal, soalnya kedengerannya sepi banget," ucap Melati sembari membawa nampan berisi potongan buah semangka dan juga melon.Hanya Abimana yang tidak begitu merespons Melati. Bocah yang mulutnya disumpal empeng warna biru muda itu tampak sangat tertarik ke puzzle di meja. Lain halnya dengan Dimas yang langsung menyambut kedatangan istrinya dengan senyum hangat. Senyum Dimas terus terukir sempurna, meski Abimana yang bertubuh gemoy dan tengah ia pangku, benar-benar tak mau diam.“Aku mau semangka!” ucap Chiki sangat antusias. Ia sampai menghampiri mama sambungnya, kemudian mengambil sebuah garpu untuk memakan potongan buah.“Dek Abi serius banget sih?” Melati tidak bisa untuk tidak menertawakan kehebohan putranya. “Pa, lihat

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   49. Berdamai Dengan Kenyataan (TAMAT)

    Air mata Dimas berjatuhan membasahi pipi, mengiringi langkahnya yang kali ini terasa sangat berat. Andai tidak dikuatkan oleh Melati sang istri, mungkin Dimas sudah berakhir meraung-raung sesuka hati. Sebab meski kabar kematian nyonya Filma, sudah Dimas dengar tiga hari setelah dirinya siuman. Mengunjungi peristirahatan terakhir mamanya, teramat membuat Dimas tak berdaya.Ketika Dimas tak kuasa menahan air matanya sambil mendekap nisan mamanya. Di sebelah kirinya, pemandangan berbeda dilakukan oleh istrinya. Di sana, istrinya mendekap nisan pak Sulaiman penuh ketenangan. Air mata Melati memang berlinang, tetapi Melati tampak sangat tegar. Meski dari ketegaran Melati, Dimas merasa bahwa apa yang istrinya lakukan, justru teramat menyakitkan.Meski harus sempat membuatnya merangkak, Dimas berhasil mendekat kemudian mendekap Melati. Tanpa kata, ia melanjutkan tangisnya kemudian membenamkan wajah di punggung istrinya.“Roda kehidupan terus berjalan. Anak-anak butuh kita. Aku butuh Sayang,

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   48. I LOVE YOU!

    Hari ke tujuh Dimas koma. Sekitar hampir pukul dua belas malam. Melati masih terduduk di ruang tunggu. Ia memakai kain khusus untuk menutupi tubuhnya karena tengah memompa ASI.Kini, di sana Melati tidak sendiri. Ia bersama enam orang selaku keluarga pasien ICU yang baru datang. Selain itu, Melati juga ditemani oleh ibu Irma. Di kasur lantai sebelah, wanita itu sudah lelap, memakai bantal dan juga selimut milik Melati.Keluarga Ravael masih menjadi satu-satunya pihak yang membantu Melati secara langsung. Sekarang saja, Chiki dan Abimana, dijaga oleh Ravael maupun pak Bagyo. Keduanya menginap di rumah Dimas, untuk merawatnya. Sementara ibu Irma sengaja keduanya tugaskan untuk menemani Melati, agar Melati tak merasa canggung, layak ya setiap ditemani Ravael.Sebenarnya beberapa sahabat nyonya Filma maupun Dimas, banyak yang mendekat. Banyak dari mereka yang mengirim ini itu, dan ada juga yang sampai berkunjung ke rumah sakit. Namun karena Melati tidak begitu paham apalagi kenal, Melati

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   47. Surat Wasiat Suamiku

    Di tengah kerapuhan yang Melati rasakan, kedatangan pengacara keluarga suaminya ke rumah sakit, malah memupus harapan yang susah payah Melati susun.Surat wasiat, seolah sudah tahu bahwa cepat atau lambat, kepergiannya untuk selama-lamanya akan tiba, seorang Dimas sungguh meninggalkan surat wasiat untuk Melati.Semua aset milik Dimas, sudah dipindah nama menjadi milik Melati. Semua itu sudah disetujui oleh nyonya Filma. Sungguh mulianya mama dan anak itu. Melati yang mendengarnya nyaris pingsan karena dari cara suaminya menyiapkan semua kemudahan untuknya, justru menegaskan bahwa niat pria itu meninggalkannya, sudah sangat matang.“Biaya pendidikan untuk anak-anak juga sudah disiapkan—” Pak Hakim, selaku pengacara keluarga Dimas masih menjelaskan.Di bangku tunggu, Melati yang terduduk loyo, makin kesulitan mengendalikan tangisnya. Surat wasiat itu sengaja dikabarkan ke Melati karena berlangsungnya koma yang Dimas alami, sudah hampir empat hari.“Suamiku, di saat hatiku bahkan kehidup

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   46. Ucapan Adalah Doa

    “Aku mau suamiku. Berilah beliau jalan, biarkan kali ini aku yang mengabdi sekaligus membahagiakannya. Andai—” Melati tak kuasa melanjutkan ucapannya yang bahkan ia lakukan dalam hati.“Kamu istri terbaikku, ... sampai kapan pun, kamu wanita yang selalu membuatku bahagia. Walau sebelumnya aku pernah bersama mamanya Chika, tetap saja semuanya terasa berbeda.” Mendadak, Melati teringat ucapan dari suaminya.“Walau kamu bukan wanita pertama dalam hidupku, percayalah ... kamu tetap menjadi yang utama. Bahkan aku selalu berdoa.”“Bahwa jika memang setelah ini masih ada kehidupan untuk aku jalani. Aku maunya dipertemukan sekaligus berjodoh denganmu sejak awal!”“Aku melakukan semua cara untuk bisa mendapatkan kesempatan kemudian mewujudkan harapan itu. Salah satunya, ... aku yang menjadi orang yang lebih baik lagi, dari sebelum-sebelumnya. Selain, ... aku yang akan selalu mencintaimu. Bahkan itu ketika aku sedang berada di titik paling rendah.”Teringat semua ucapan sekaligus petuah dari su

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   45. Duka yang Begitu Tiba-Tiba

    “Saya benar-benar minta maaf!” sergah Ravael yang menghampiri Salwa berikut orang tuanya.Ravael sudah mengakhiri sambungan teleponnya. Ponselnya pun sudah ia kantongi di saku sisi celana sebelah kanan. Namun, Ravael yang kali ini berpenampilan kasual, tetap tidak bisa tenang, apalagi baik-baik saja.Dalam diamnya, Salwa yang memakai pakaian santun sekaligus merias wajah, jadi tidak bisa berpikir jernih. Kondisi Ravael, juga alasan pria itu mendadak kacau, dirasa Salwa menjadi pertanda tidak baik untuk hubungannya dengan atasannya itu.Tentu Salwa tidak lupa, siapa Melati, yang menjadi alasan Ravael berikut orang tuanya, sangat kacau layaknya kini. Melati, wanita yang sangat Ravael cintai. Mantan istri Ravael yang justru telah dinikahi sahabat baik Ravael sendiri. Namun kendati demikian, cinta Ravael kepada Melati, tak pernah luntur. Buktinya, foto-foto Melati masih Ravael simpan baik-baik di setiap laci meja maupun lemari kerja. Salwa mengetahui semua itu. Karena sebagai sekretaris R

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   44. Kabar Kecelakaan

    Demi menjaga perasaan Ravael dan orang tuanya, Melati baru menempel manja kepada suaminya, ketika mereka keluar dari ruang VIP.Setelah agak jauh dari ruang VIP, Melati sengaja mendekap pinggang suaminya menggunakan kedua tangan. Ia bersiap minta difoto kepada mama mertuanya. Nyonya Filma sudah langsung menertawakannya karena permintaannya.Posisinya, Dimas masih menggendong Abimana di depan dadanya. Sementara pak Sulaiman masih menemani Chiki menghabiskan makanan di dalam ruang VIP.“Ma, kalau gambarnya kurang cerah, tolong jangan sungkan minta kami buat pindah posisi,” ucap Melati tak segan merengek.Sikap Melati yang jadi menggemaskan sekali, membuat Dimas terpesona. Dimas tak hentinya tersipu dan berakhir menekan sakelar lampu di sebelahnya. Hingga suasana di sana jadi lebih terang benderang.“Nah ... gini!” ucap nyonya Filma langsung menemukan angel yang tepat. Namun, kali ini justru giliran dirinya yang tersipu. Sebab untuk kali pertama dalam kebersamaan mereka, menantunya tak s

  • Istri yang Kutolak Ternyata Wanita yang Diam-Diam Aku Cintai   43. Cinta Dan Bahagia yang Telanjur Habis

    “Menikahlah dengan saya, dan saya akan melunasi semua hutang keluarga kamu!” ucap Ravael, tenang tanpa benar-benar menekan.Di hadapan Ravael, Salwa langsung kebingungan. Shalwa berangsur mendekat karena kedua tangannya butuh pegangan. Kedua tangan Salwa berpegangan kepada pinggir meja kerja Ravael yang kokoh. Napasnya menjadi tak karuan dan jantungnya pun deg-degan parah. Sempat mendadak tak berani menatap kedua mata Ravael sang bos. Kali ini, Salwa berangsur melakukannya. “P—pak?” Suaranya tercekat. Ia menatap tak percaya kedua mata tajam bosnya yang memang memiliki wajah sangat tampan.“Kamu jangan berharap saya bisa mencintai kamu. Pernikahan kita, tak lebih agar Amira berhenti mengganggu saya. Saya hanya butuh teman hidup!” ucap Ravael mematahkan kegugupan Salwa.“Jadi, kamu lebih memilih menikah dengan anak rentenir itu. Daripada kamu menerima tawaran saya, dan menjadi teman hidup saya?” sergah Ravael lantaran Salwa malah seolah melupakan tawarannya.“Tentu saya pilih tawaran P

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status