Share

KEDATANGAN IBU

Alga pulang ke apartemen dengan pikiran kalut. Ia masih memikirkan pertemuannya dengan Munah walaupun hanya sekilas. Bagaimana caranya agar ia bisa menemukan di mana istrinya itu tinggal? sedang Jakarta begitu luas.

Lelaki itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu terpejam karena merasakan penat yang luar biasa. Tiba-tiba tubuhnya serasa ada yang memijat lembut dan ia merasa begitu rileks karenanya. Mungkinkah ia sedang  bermimpi?

"Enak, Al?" ucap seseorang membuat Alga terlonjak kaget. Lelaki itu segera menoleh ke belakang dan seorang perempuan paruh baya terlihat tengah memijit bahu dan punggungnya seraya tersenyum manis. Perempuan itu kemudian mengedipkan mata kepadanya.

"Ibu?!" seru lelaki itu tak percaya. "Ibu datang kenapa tak hubungi aku?" tanya Alga.

"Ibu mau kasih kejutan buat kamu," jawab Ela masih dengan memijit tubuh puteranya.

"Pijitan Ibu enak, tahu aja kalau aku sedang capek."

"Makanya cari istri ... biar ada yang mijitin kamu kalau lelah pulang kerja begini." sindir Ibunya. Alga tersenyum masam.

"Aku kan sudah punya istri, Bu." sahut Alga. Ia meraih tangan perempuan yang masih cantik di usianya yang tak lagi muda itu. Lalu menciumnya.

"Kapan datang dari Semarang?" ucapnya seraya menarik Ibunya agar duduk di sampingnya. Ela pun menghempaskan diri di samping Alga.

"Tadi siang Ibu sampai, begitu datang Ibu langsung belanja di Mall karena tahu isi kulkas kamu pasti kosong.

"Repot-repot amat, Bu. Lagian ga ada yang masakin juga, tar malah ga kepake. Jadi mubazir."

"Makanya cari istri, Al ... biar ada yang masakin kamu, ngurus semua keperluan kamu, dan ngurusin banyak hal, lihatlah apartemen ini, auranya suram tanpa sentuhan seorang wanita.

"Hmmm sudah ku bilang aku sudah punya istri."

"Maksud Ibu, kamu nikah lagi dari pada menunggu yang tak pasti. Lagipula dulu kan kamu gak suka sama istri kamu, kalian juga nikah karena dijodohkan Ayah, bahkan tak pernah sekalipun bertemu muka, kamu hanya melihat Munah disebuah foto, dan ini sudah satu tahun berlalu lho ... Ibu dan Ayah sudah memberi kebebasan jika kamu ingin menikah lagi, dan menceraikan Munah." Alga langsung menggeleng mendengar saran Ibunya.

"Aku akan menunggu, sebentar lagi ... aku pasti akan menemukannya. Setelah itu terjadi aku baru akan membuat keputusan tentang keberlangsungan pernikahan kami," sahut Alga yakin. Lelaki itupun menghela nafas. Ela tersenyum melihat keteguhan puteranya tersebut.

"Ya sudah. Ibu dan Ayah sudah serahkan semua keputusan sama kamu, kami tak akan ikut campur lagi. Kamu sudah dewasa dan bisa menentukan langkah terbaik untuk hidupmu sendiri."

Alga memeluk Ibunya. "Terima kasih ...," ujar lelaki itu pelan. Dan Ela mengelus kepala puteranya dengan sayang.

"Kalau aku bilang melihat Munah di Jakarta, Ibu percaya apa ga?"

"Ehh ...." Ela menghentikan gerakan tangannya.

"Kamu benar-benar sudah menemukannya?" tanya Ela kaget, tak menyangka Alga juga akan bertemu dengan perempuan itu seperti dirinya.

"Ya, siang tadi aku melihat dia di sebuah resto, dia kerja di sana."

"Kamu gak salah orang?" selidik Ela ragu.

"Engga, aku yakin, perempuan itu adalah Munah istriku, Bu. Matanya hijau ... dan dia persis dengan yang difoto." Alga menerawang seakan membayangkan rupa istrinya tersebut, dia yakin dengan penglihatannya. Perempuan itu adalah Munah dan ia tsk mungkin salah.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ela sembari menelisik raut putranya, seakan ingin tahu apa yang sebenarnya Alga rasakan.

"Aku akan mencari tahu keberadaannya lewat pemilik resto tempat ia kerja. Kebetulan temenku kenal sama pemiliknya."

"Oh ... rupanya itu yang membuat kamu ingin menunggunya? karna kamu sudah memiliki petunjuk tentang Munah?"

"Iya ... meski masih sedikit petunjuk yang ada, setidaknya sudah ada harapan." Alga tersenyum.

"Syukurlah ... Ibu harap perempuan itu takan lari lagi. Ajak dia bicara baik-baik untuk memutuskan nasib pernikahan kalian. Dan jangan menghukumnya, dan jangan pula memaksanya, Al. Dia tak memiliki orang tua, meski hidupnya tak kekurangan kasih sayang dari keluarga Pak Arman, tapi tetap saja berbeda. Dia pasti punya alasan sendiri waktu dulu memutuskan pergi." Alga mengangguk mendengar penuturan Ela. Hanya saja ia tak bisa mengikuti kata ibunya untuk tak menghukum Munah karena yang ada dibenaknya kini adalah ia harus mencari cara untuk sedikit mengerjai istrinya itu karena perbuatannya dimasa lalu.

"Oh ya, bagaimana kabar Pak Arman di Semarang, Bu? masih jadi sopir Ayah?" tanya Alga. Dia memang hampir tak pernah kembali lagi ke Semarang setelah ditinggal pergi oleh Munah di hari pernikahannya, lelaki itu langsung kembali ke Ibukota keesokan harinya. Alga memiliki usaha sendiri di Jakarta yang telah berdiri sejak ia lulus kuliah dan usahanya tidak terkait dengan perusahaan Ayahnya. Alga memang sosok yang mandiri meskipun keluarganya kaya raya. Baginya mendapatkan sesuatu dengan perjuangannya sendiri lebih memuaskan hatinya.

"Kabar Pak Arman baik-baik saja, dan masih setia menjadi sopir sekaligus asisten Ayah kamu. Ayah kamu itu sangat bergantung pada beliau, dan hutang budinya terlalu besar pada lelaki itu hingga membuatnya memutuskan kamu harus menikahi keponakannya karena Pak Arman tidak memiliki anak perempuan. Maafkan Ayah kamu ya ...? tindakannya tanpa sadar telah melukai perasaanmu."

"Hmm ... itu sudah berlalu, Bu. Aku sudah bisa menerimanya. Yakinlah ... aku sudah memaafkan Ayah."

"Dian bilang sebenarnya kamu sudah memiliki kekasih, apa itu benar? kalau itu benar, kamu bisa menikahinya agar kamu bisa memulai hidup baru dan bahagia."

"Ya ... aku memang sudah memiliki kekasih. Tapi aku berniat untuk memutuskannya ...." alis Ela saling bertaut.

"Memang kenapa?" tanya perempuan itu heran.

"Entahlah Bu, mungkin karena aku sekarang menyadari sudah tak  mencintainya lagi. Dan aku masih ingin fokus mencari Munah, agar bisa menyelesaikan persoalan diantara kami."

"Oh ... baiklah ... apapun yang akan kamu lakukan, Ibu akan selalu mendukungmu." Ela kemudian memeluk Alga, menepuk-nepuk pundaknya dengan sayang. Entah berapa lama keduanya berpelukan sampai suara dering ponsel membuat pelukan mereka terlerai.

Ela mengambil ponselnya dan segera menekan tanda hijau.

"Hallo ...." sapa Ela

"Hallo Ibu, ini Munah, maaf mengganggu waktu nya, saya cuma mau sampaikan, kemarin ada barang Ibu yang ketinggalan."  Ela nampak berpikir setelah mendengar suara penelpon di seberang sana yang ternyata adalah menantunya.

"Oh, benarkah? kenapa Ibu gak sadar ya? barang apa itu?" tanyanya pada Munah. Ela merasa tidak pernah kehilangan benda apapun, keningnya pun berkerut tengah berpikir, benda apa yang sebenarnya ketinggalan.

"Gelang Ibu ketinggalan saat kita bertabrakan. Barang ya menyelip di antara barang bawaanku," jelas Munah. Ela kini mulai mengingatnya.

"Ya sudah, kamu simpankan dulu ya ..."

"Iya, Bu. Nanti kalau aku libur aku telpon lagi agar kita bisa bertemu."

"Oke." Ela tersenyum membayangkan pertemuannya kembali dengan menantunya itu. Ela ingin lebih dalam mengenal Munah hingga bisa menilai perempuan seperti apa yang bisa lari meninggalkan anaknya.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status