Share

Bab 2

Author: Suci Komala
last update Last Updated: 2024-10-17 07:59:24

"Itu tidak akan terjadi, Bu! Aku tidak akan mengkhianati istriku!"

Rasa lega berpendar dalam hati Alana. Ia yakin jika Kevin tidak akan melakukan itu. Ia sangat percaya jika Kevin setia seperti komitmennya dari awal menikah.

"Kamu perlu generasi penerus perusahaan, Kevin!" Suara Yuni meninggi.

Alana menarik napas dalam-dalam. Jadi, Yuni ingin cucu laki-laki untuk meneruskan perusahaan? Ah, bukankah di zaman sekarang ini kaum hawa juga memiliki kedudukan yang sama dengan kaum adam? Dimana perempuan juga bisa memimpin sebuah perusahaan, bahkan sebuah negara, pikir Alana.

Alana mendengar suara langkah Kevin mendekat. Alana mengatur napas agar emosinya stabil dan berlaga seperti orang yang baru saja datang.

"Loh, Mas belum berangkat?" tanya Alana.

"Ini mau, Sayang. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ke mari, hem?

Alana tersenyum sambil mengelus perutnya. "Aku lapar, Mas."

"Biar Mas siapain, ya?" Kevin berbalik, tetapi Alana mencegahnya.

"Tidak usah, Mas. Jemput anak-anak saja. Kasian, takutnya mereka sudah menunggu."

Kevin pun pergi setelah mencubit gemas kedua pipi Alana yang terlihat cuby. Jika saja belum saatnya menjemput putrinya pulang sekolah, sudah pasti Kevin yang menyiapkan. Walaupun jarak rumah dan sekolah cukup dekat, baik Kevin maupun Alana tidak ingin jika anak-anaknya sampai menunggu. Apalagi di zaman sekarang banyak kejadian penculikan anak. Mereka tidak akan membiarkan Liana dan Ilana pulang jalan kaki.

Alana mengembuskan napas kasar. Ia melangkah pelan menuju ruang makan. Rupanya Yuni tengah menatap Alana. Keduanya beradu pandang sekilas sampai akhirnya Yuni berpaling muka.

"Ibu sudah makan?" tanya Alana ramah.

"Belum! Gimana, sih, kamu ini? Ada mertua datang itu disambut. Bikin masakan yang enak, kek!"

Alana mencoba tersenyum meski terasa sulit. "Maaf, Bu. Perutku masih terasa sakit. Belum kuat untuk angkat yang berat dan gerak saja masih sulit."

Yuni melotot. "Makanya, lahiran itu lewat jalan lahir! Lagipula Ibu hanya nyuruh kamu masak, bukan angkat besi!"

Yuni beranjak meninggalkan Alana yang tengah berdiri mematung.

Di hati yang terdalam, Alana merasakan sakit. Namun, ia hanya bisa mengelus dada. Alana harus bersabar, tidak boleh stres karena akan berpengaruh pada ASI-nya. Untuk putri ketiganya ini, Alana ingin menyusui sampai tuntas juga.

Alana bergegas membuka tudung saji. Di sana ada beberapa lembar roti tawar saja. Tidak ada menu lain, karena Kevin meminta berganti menu setiap waktunya. Jadi, setiap memasak hanya secukupnya untuk keluarga, asisten rumah tangga, sopir, juga tukang kebun saja. Bukan pelit, tetapi Kevin sangat marah jika ada makanan sisa.

"Mau Bibi siapin, Bu?" tanya Sumi yang baru saja datang dari berbelanja. "Atau mau Bibi masakin? Ibu mau apa?"

Alana tersenyum. "Tidak usah, Bi. Bibi masak saja untuk makan siang nanti. Bibi tau, kan, masakan favorit Bu Yuni?"

Sumi mengangguk, lalu menyebutkan beberapa menu favorit Yuni. Setelah dibenarkan oleh Alana, Sumi bersiap memasak.

Alana mengambil dua lembar roti, lalu meninggalkan ruang makan dan menolak untuk Sumi papah.

Terdengar suara deru mesin mobil Kevin di luar. Alana yang hendak masuk kamar mengurungkan niatnya.

Daun pintu terbuka lebar dan tampaklah Liana dan Ilana. Liana yang memasuki usia delapan tahun dan Ilana enam tahun berjalan saling bergandengan. Mereka seperti kembar.

Alana tersenyum melihatnya. Namun, seketika senyum itu pudar saat menyaksikan interaksi putrinya dengan Yuni.

"Itu Nenek, kan, Pi?" tanya Liana kepada Kevin.

Kevin mengangguk sambil tersenyum.

"Nenek?!" seru Liana dan Ilana, lalu memeluk Yuni yang sedang bermain ponsel di ruang tamu. Gadis kecil polos itu senang sang nenek datang, karena selama ini mereka tahu sosok Yuni hanya sebatas foto dan video call saja.

"Aduuuuh, apa, sih? Badan kalian bau, ganti baju dulu, sana!" Yuni melepas pelukan keduanya.

Liana dan Ilana menarik diri dengan bibir cemberut. Sambil menunduk, keduanya meminta maaf dan pergi kemudian.

Hati Alana memanas. Bisakah sikap Yuni biasa saja jika di depan anak-anak? Jika benci dirinya, cukuplah tunjukkan pada dirinya saja. Ah, Alana lupa, jika Yuni tak menginginkan mereka yang berjenis kelamin perempuan.

"Maafkan tingkah mereka, Bu. Mereka lakukan itu karena kangen sama neneknya," ucap Kevin.

Yuni hanya mengangkat kedua pundaknya saja, lalu kembali fokus pada ponselnya. Kevin menghela napas, lalu melangkah cepat menyusul kedua putrinya.

Bruk!

Ilana terjatuh, lalu menangis.

Alana menghampiri putrinya itu yang sedang dibangunkan oleh Kevin.

"Makanya, punya anak itu laki-laki! Gak cengeng!" seru Yuni.

Alana hanya bisa menggeleng pelan.

Alana meminta Kevin untuk menggendong Ilana ke kamar utama. Sedang dirinya menuntun Liana.

Di kamar, Kevin mendudukan Liana dan Ilana di tepi ranjang. Alana pun bertekuk lutut tepat di hadapan mereka.

"Jangan nangis!" Alanan mengusap air mata yang menetes di pipi gembul Ilana. "Masih sakit?"

Ilana mengangguk sebagai jawaban. Gadis kecil itu merasa sakit hati karena bentakan Yuni ditambah lagi terjatuh. Selama ini, Alana maupun Kevin tidak pernah membentak.

"Maafin nenek, ya? Nenek baru saja dateng. Jadi masih capek," tutur Alana pelan dan berharap kedua putrinya mengerti.

Liana maupun Ilana mengangguk sebagai jawaban.

Alana meminta kedua putrinya untuk berganti pakaian di kamar mereka. Sebelumnya Alana meminta agar Liana juga Ilana meminta maaf kepada Yuni.

Kepergian Liana dan Ilana dari kamar menyisakan Alana yang duduk termenung sambil menatap baby Alina. Tak ada lagi rasa lapar. Dua lembar roti yang ia bawa tadi disimpannya di atas piring bekas camilan di atas nakas.

"Maafkan Ibu, ya?" Kevin merangkul Alana dan membawa kepala sang istri agar bersandar padanya. Kevin tahu betul bagaimana perasaan istrinya itu.

Alana diam membisu. Dalam hatinya meracau. Belum satu hari saja suasana rumah tidak ramah untuk anak-anaknya, bagaimana kedepannya?

Alana mendongak. Ia bertanya memastikan perihal permintaan Yuni agar Kevin mencari wanita lain yang bisa melahirkan anak laki-laki.

Kevin memeluk erat Alana. Dikecupnya pucuk kepala sang istri dengan sayang. "Tidak, Sayang, tidak! Itu tidak akan pernah terjadi. Mas janji! Mas akan coba bicara sama ibu. Mas yakin ibu akan mengerti dan memang harus mengerti. Dan Ibu harus menerima takdir Tuhan."

Suasana hening.

Tiba-tiba saja ...

"Kevin!" teriak Yuni yang terdengar menggelegar sampai-sampai baby Alina terbangun dan menangis. Bukan hanya tangisan Alina, tetapi tangisan Liana juga Ilana menggema.

Alana terperanjat dengan kedua mata terbelalak. "Apa yang terjadi?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Citra Sonia
kasihan anak2nya kl punya nenek macam begitu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 79

    Semua sudah kembali ke kantor dan sedang bersiap untuk bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, termasuk Kevin. "Apa maksudnya kamu bersikap seperti tadi?" tanya Lee. Kevin hanya menoleh sekilas, lalu menjawab, "Sorry, Sir. Saya tidak bisa konsentrasi."Lee tersenyum mencibir. "Memalukan!""Ada hubungan apa you sama Nyonya Alana?" timpal Lian. Mendengar pertanyaan Lian membuat salah seorang staf wanita menghampiri. "Iya, ada huhungan apa? Kenapa tadi berteriak memanggil orang nomor satu di perusahaan ini seperti itu? Gak takut dipecat?"Semua orang menatap Kevin dengan rasa penasaran. Kevin membalas tatapan mereka satu persatu, kemudian berdiri. Disaat yang bersamaan Alana dan Rey datang. "Sebelumnya saya minta maaf karena sikap saya sudah membuat gaduh. Itu karena ...." Kevin terdiam. "Saya salah orang. Saya pikir Nyonya Alana istri saya yang sudah lama pergi. Wajahnya mirip sekali," lanjutnya. Lian mengernyit. "Nama istri you juga sama?"Kevin tersenyum canggung. "Ah, t

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 78

    "Ikut sama Mas!" Kevin menarik lengan Alana. Alana terhunyung. "Aww! Sakit, Mas, lepas!"Rey dengan cepat melepas tangan Kevin dan mendorongnya. Tubuh Rey yang lebih tinggi dan kekar dari Kevin tentu saja mampu membuat pria itu terjatuh. Tak cukup sampai di situ, Rey mencengkeram kerah Kevin dan menariknya menjauh dari Alana. Sikap Rey tentu saja membuat Alana terkejut. Namun, mungkin itu bentuk perlindungan, pembelaan, serta kepedulian kepadanya. Jadi, Alana memilih diam. Rupanya Rey membawa Kevin ke lorong kantor. "Dengar! Jangan lagi berani mendekati Alana!""Ada hubungan apa kau dengan istriku?!" tanya Kevin dengan napas memburu. Rey mempererat cengkeramannya. "Hahaha ... masih bermimpi rupanya. Alana sudah bahagia tanpamu, pria bodoh! Jadi, jangan lagi berani mendekati Alana atau nyawa ibu dan adikmu yang jadi taruhannya. Mengerti?!"Mendengar ancaman itu membuat kedua mata Kevin terbelalak, antara kaget dan marah. "Satu lagi .... Semua orang pasti bertanya kenapa kamu mema

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 77

    Alana sudah memberi sambutan. Saatnya masing-masing divisi mempresentasikan kinerjanya. Tibalah giliran Kevin. Semula pria itu dengan percaya diri berjalan ke arah monitor, bahkan tangan pun sudah menggenggam remote pointer. Namun, bibirnya tiba-tiba terasa kelu saat tak sengaja ia melihat Rey mencium punggung tangan Alana. Kedua mata Kevin memanas, apalagi Alana membalasnya dengan senyuman manis. Dadanya terasa sesak karena menahan rasa cemburu. Kevin menggenggam remote itu erat-erat. "Ayok dimulai!" bisik Lee. Kevin mencoba acuh, lalu menarik napas dalam-dalam. "Se-selamat siang." Suara Kevin sungguh terdengar terbata dan bergetar. Namun, rasa penasaran yang meraja dengan apa yang dilakukan oleh Alana dan Rey membuat pandangan Kevin kembali tertuju kepada mereka. Kevin melihat jika Alana sedang menikmati jamuan dan sialnya Rey mengusap sudut bibir Alana. Brak! Kevin melempar remote ke atas meja. "Maaf, saya tidak bisa!" ucap Kevin, lalu meninggalkan ruangan. Tindakan Kevi

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 76

    Hari berganti. *Di sebuah perusahaan - LANS Grup. "Tolong persiapkan diri kalian! Siang ini kita akan kedatangan orang penting!" ucap Lee, seorang menejer pemasaran."Dan kamu, Kevin!" lanjutnya menunjuk, "apa bahan presentasinya sudah siap?""Sudah, Sir. Semua dokumen sudah ada di ruang miting."Lee mengangguk, lalu pergi. Puk! Lian menepuk pundak Kevin. "Kenapa tegang gitu? I yakin you bisa. Bukankah you mantan pemilik perusahaan?"Kevin tersenyum samar. "Ya, betul. Tapi, paling tidak bos berpikir ulang. Saya sendiri baru dua bulan masuk perusahaan ini dan tentu saja aturan dan sistem di sini jauh lebih dari kata bagus dan kita bergerak dalam bidang yang berbeda dengan perusahaan saya dahulu."Lian hanya mengangguk saja dan kembali menepuk pundak Kevin seakan-akan memberi semangat. Tepat pukul 10:00 waktu Singapura, semua staf sudah berdiri berjejer di area lobi untuk menyambut tamu penting itu. Dari kejauhan, tampak mobil mewah berwarna hitam memasuki gerbang dan berhasil me

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 75

    Lima tahun berlalu. "Kalian jangan sedih lagi!"Suara bariton berhasil membuat Alana, Liana, Ilana dan Alina menoleh. Mereka tersenyum melihat siapa yang datang. "Papa!" sorak Alina senang sambil berlari menghampiri diikuti oleh kedua kakaknya. "Om udah pulang rupanya. Mana oleh-oleh buat aku?" cecar Liana. "Buatku juga, mana?!" timpal Ilana. Alana mengusap batu nisan di hadapannya, lalu berdiri dan turut menghampiri. "Eh, masa sambutannya begitu. Mami gak ajarin kalian seperti itu, loh!"Ketiga putri Alana terkekeh-kekeh. Lain halnya dengan pria tampan yang sedang merangkul ketiganya. "Tidak apa-apa. Aku memang sudah siapkan hadiah buat mereka, kok."Alana hanya bisa pasrah. Rey --pria kedua setelah ayah Rey yang dekat dengannya, kini berhasil menjelma menjadi sosok ayah untuk ketiga putrinya. "Kok, tau kami di sini?" tanya Alana. "Sekuriti bilang kalian berangkat lebih pagi karena katanya mau ke pemakaman dulu."Alana tersenyum. "Anak-anak lagi kangen sama Bi sum. Maklum sa

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 74

    "Loh, Pak Kevin?!" Toni terperangah saat dirinya hendak ke luar akan pulang. "I-ini beneran Bapak? Anda sudah sehat?" ucapnya lagi sembari mengamati Kevin. Kevin menerobos masuk, tak peduli dengan ocehan Toni. Toni pun akhirnya mengikuti langkah Kevin. "Saya ambil kuncinya dulu, Pak," kata Toni, saat melihat Kevin hendak masuk ruangannya. Tidak berselang lama Toni datang membawa kunci, bahkan dirinya yang membuka. Tiba di ruangan, Kevin lekas berdiri di depan brankas dan mencoba membukanya. Sampai dua kali Kevin mencoba membuka, tetapi tidak bisa. "Ada yang mengganti PIN'nya?""Selama Anda tidak masuk kantor, tidak ada yang berani masuk, Pak. Lagipula, ruangan Bapak saya kunci," jawab Toni, "Mungkin PIN yang Anda masukan salah, Pak. Maaf, silakan diingat-ingat lagi," lanjut Toni. Pernyataan Toni benar adanya. Kevin terdiam mencoba mengingat. Setelah sekian lama, akhirnya Kevin berhasil membuka brankasnya. Diambilnya sejumlah uang dan menutupnya kembali. "Pak Toni, tolong pang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status